Presiden pernah mengatakan sekurang-kuragnya ada tujuh lembaga yang tugasnya mengalami tumpang-tindih dalam mengurus permasalahan kelautan.
"Yang penting bagi Presiden ada satu pintu, " ujar Mahfud.
"Kalau dilihat dari masing-masing itu bagus. Bakamla bagus, Polair bagus, Angkatan Laut bagus, KKP bagus. Nah yang bagus itu supaya (jangan) tumpang-tindih sehingga kita lalu diminta menyiapkan aturan aturan yang ada satu pintu," ungkapnya.
Baca juga: Mahfud MD: Presiden Instruksikan Penanganan Masalah Laut Lewat Satu Pintu
Presiden berpesan, meski nantinya penanganan dilakukan lewat satu pintu, tetapi tidak mengurangi wewenang masing-masing lembaga yang saat ini telah ada.
Mahfud menuturkan, Presiden ingin ada satu lembaga sebagai rujukan.
"Tetapi pintu penjurunya itu harus ada, nanti kita diskusikan. Pada waktu itu Presiden menyebut Bakamla ya (yang menjadi penjuru)," lanjutnya.
Namun, kata Mahfud, solusi dengan menunjuk Bakamla ini perlu dibicarakan kembali.
Saat disinggung lebih lanjut apakah nantinya kewenangan Bakamla akan diperluas, Mahfud belum bisa memastikan.
"Nanti kita lihatlah, biar diskusi dulu, " tuturnya.
Aturan hukum yang tumpang-tindih
Mahfud mengatakan, dalam praktik penanganan persoalan kelautan di Indonesia masih terdapat undang-undang (UU) aturan hukum yang berbeda.
Padahal, UU yang berbeda kadangkala menimbulkan masalah.
"Misalnya ada satu penanganan hukum di suatu tempat, sudah selesai diatandatangani tiba-tiba ada institusi lain yang merasa berwenang melepaskan (pelaku kejahatan), sehingga lepas gitu. Itu beberapa kali terjadi dan secara operasional menimbulkan masalah," ujar Mahfud.
Baca juga: Mahfud MD: Ada 24 UU Bidang Kelautan yang Tumpang Tindih
Mahfud mengungkapkan ada 24vUU bidang kelautan yang saat ini saling tumpang-tindih.
Selain itu, ada dua peraturan pemerintah (PP) yang juga tumpang-tindih dengan peraturan lain.