JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Nasional untuk Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mencatat, sepanjang 2019 ini belum ada langkah progresif dari pemerintah dalam menuntaskan berbagai kasus pelanggaran HAM.
Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik mengatakan, pihaknya telah mengirimkan kertas posisi kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Kertas posisi itu memuat catatan-catatan Komnas HAM untuk pemerintah, terutama dalam tiga hal utama, yakni pelanggaran HAM berat, konflik agraria, serta diskriminasi dan intoleransi.
Pelanggaran HAM berat menjadi salah satu catatan yang disampaikan untuk kali pertama dalam kertas posisi tersebut.
"Untuk penyelesaian HAM berat belum ada langkah progresif," kata Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik kepada Kompas.com, Selasa (24/12/2019).
Baca juga: KALEIDOSKOP 2019: Pelanggaran HAM Tahun Ini, Kasus 21-22 Mei hingga Tamansari
Taufan mengatakan, saat ini sudah ada wacana tentang lahirnya Undang-Undang (UU) Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasai (KKR) dari Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Meko Polhukam) Mahfud MD.
UU tersebut diproyeksikan untuk menjadi salah satu cara dalam menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran HAM berat yang masih tersisa.
"Kami apresiasi dan menunggu langkah konkretnya dengan catatan mesti menyertakan suara korban-keluarga korban, mempertimbangkan aspek keadilan dan pengungkapan kebenaran," kata dia.
Baca juga: Mahfud MD di Tengah Pesimisme Pemberantasan Korupsi dan Penegakan HAM
Tidak hanya itu, jika benar dibuat, dia berharap agar KKR juga tidak mematikan langkah hukum lain melalui pengadilan untuk kasus tertentu.
Dalam kertas posisi yang diserahkan kepada Presiden Jokowi, Komnas HAM melaporkan bahwa pihaknya sudah menyerahkan 11 berkas perkara pelanggaran HAM berat kepada Jaksa Agung untuk ditindaklanjuti ke tahap penyidikan.
Namun hingga saat ini, belum ada tindak lanjut dari Jaksa Agung.
"Secara political will sudah ada, tetapi tataran implementasinya tidak dilaksanakan," ujar Taufan mengutip laporan tersebut.
Padahal, Indonesia pernah memiliki sejarah dalam melaksanakan pengadilan HAM seperti untuk kasus Timor Timur, peristiwa Abepura, dan Tanjung Priok.
Tidak hanya itu, dalam catatan Komnas HAM, sepanjang 2019 ini isu Papua juga masih menjadi isu penting untuk diselesaikan pemerintah.
"Jalan dialog Presiden dengan elemen-elemen sosial politik di Papua dan menjadikan Papua sebagai isu penting di dalam kebijakan pembangunan nasional," kata dia.
Baca juga: Komnas HAM: Ada kasus pelanggaran HAM berat, Konflik Agraria dan Intoleransi
Dalam kertas posisi Komnas HAM untuk Presiden Jokowi, konflik agraria menjadi permasalahan kedua yang dilaporkan.
Komnas HAM mengatakan, dalam prinsip HAM negara merupakan pengemban subyek hukum utama yang wajib melindungi, menghormati, dan memenuhi reforma agraria untuk memperkuat ekonomi, politik, dan budaya secara nasional.
"Konflik agraria mengalami pergeseran, menurut catatan kami semula konflik agraria kerap terjadi di kawasan yang akan dan atau telah dijadikan kawasan perkebunan, pertambangan, hutan," kata Ahmad Taufan Damanik.
Baca juga: Komnas HAM Sebut Pelanggaran HAM Berat dan Konflik Agraria Jadi PR Pemerintah
"Saat ini persoalan terkait pengadaan tanah oleh pemerintah untuk pembangunan infrastruktur banyak diadukan masyarakat di tengah gencarnya pemerintah melaksanakan program pembangunan infrastruktur," ujar dia.
Penyelesaian konflik agraria yang dilakukan pemerintah dinilai belum efektif karena masih bersifat parsial dan belum terintegrasi.
Komitmen pemerintah terhadap diskrimnasi dan intoleransi yang terjadi di Indonesia dinilai Komnas HAM harus menjadi agenda penting.
Hal tersebut tercantum sebagai bagian ketiga dalam kertas posisi yang disampaikan Komnas HAM.
Beberapa peristiwa yang kerap kali terjadi adalah terkait dengan pemberian izin mendirikan rumah ibadah khususnya bagi kelompok minoritas.
"Pemerintah harus memfasilitasi kebutuhan dalam pemenuhan hak bagi kelompok minoritas. Apabila diabaikan, maka pemerintah atau negara disebut telah melanggar HAM," kata dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.