Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KALEIDOSKOP 2019: Catatan Komnas HAM untuk Pemerintah Terkait Hak Asasi Manusia

Kompas.com - 24/12/2019, 20:04 WIB
Deti Mega Purnamasari,
Bayu Galih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Nasional untuk Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mencatat, sepanjang 2019 ini belum ada langkah progresif dari pemerintah dalam menuntaskan berbagai kasus pelanggaran HAM.

Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik mengatakan, pihaknya telah mengirimkan kertas posisi kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Kertas posisi itu memuat catatan-catatan Komnas HAM untuk pemerintah, terutama dalam tiga hal utama, yakni pelanggaran HAM berat, konflik agraria, serta diskriminasi dan intoleransi.

Pelanggaran HAM berat

Pelanggaran HAM berat menjadi salah satu catatan yang disampaikan untuk kali pertama dalam kertas posisi tersebut.

"Untuk penyelesaian HAM berat belum ada langkah progresif," kata Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik kepada Kompas.com, Selasa (24/12/2019).

Baca juga: KALEIDOSKOP 2019: Pelanggaran HAM Tahun Ini, Kasus 21-22 Mei hingga Tamansari

Taufan mengatakan, saat ini sudah ada wacana tentang lahirnya Undang-Undang (UU) Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasai (KKR) dari Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Meko Polhukam) Mahfud MD.

UU tersebut diproyeksikan untuk menjadi salah satu cara dalam menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran HAM berat yang masih tersisa.

"Kami apresiasi dan menunggu langkah konkretnya dengan catatan mesti menyertakan suara korban-keluarga korban, mempertimbangkan aspek keadilan dan pengungkapan kebenaran," kata dia.

Baca juga: Mahfud MD di Tengah Pesimisme Pemberantasan Korupsi dan Penegakan HAM

Tidak hanya itu, jika benar dibuat, dia berharap agar KKR juga tidak mematikan langkah hukum lain melalui pengadilan untuk kasus tertentu.

Dalam kertas posisi yang diserahkan kepada Presiden Jokowi, Komnas HAM melaporkan bahwa pihaknya sudah menyerahkan 11 berkas perkara pelanggaran HAM berat kepada Jaksa Agung untuk ditindaklanjuti ke tahap penyidikan.

Namun hingga saat ini, belum ada tindak lanjut dari Jaksa Agung.

Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan DamanikKOMPAS.com/Haryantipuspasari Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik
Dengan demikian Komnas HAM menilai komitmen pemerintah untuk menyelesaikan kasus pelanggaran HAM berat masa lalu menjadi pertanyaan publik.

"Secara political will sudah ada, tetapi tataran implementasinya tidak dilaksanakan," ujar Taufan mengutip laporan tersebut.

Padahal, Indonesia pernah memiliki sejarah dalam melaksanakan pengadilan HAM seperti untuk kasus Timor Timur, peristiwa Abepura, dan Tanjung Priok.

Tidak hanya itu, dalam catatan Komnas HAM, sepanjang 2019 ini isu Papua juga masih menjadi isu penting untuk diselesaikan pemerintah.

"Jalan dialog Presiden dengan elemen-elemen sosial politik di Papua dan menjadikan Papua sebagai isu penting di dalam kebijakan pembangunan nasional," kata dia.

Baca juga: Komnas HAM: Ada kasus pelanggaran HAM berat, Konflik Agraria dan Intoleransi

Konflik agraria

Dalam kertas posisi Komnas HAM untuk Presiden Jokowi, konflik agraria menjadi permasalahan kedua yang dilaporkan.

Komnas HAM mengatakan, dalam prinsip HAM negara merupakan pengemban subyek hukum utama yang wajib melindungi, menghormati, dan memenuhi reforma agraria untuk memperkuat ekonomi, politik, dan budaya secara nasional.

"Konflik agraria mengalami pergeseran, menurut catatan kami semula konflik agraria kerap terjadi di kawasan yang akan dan atau telah dijadikan kawasan perkebunan, pertambangan, hutan," kata Ahmad Taufan Damanik.

Baca juga: Komnas HAM Sebut Pelanggaran HAM Berat dan Konflik Agraria Jadi PR Pemerintah

"Saat ini persoalan terkait pengadaan tanah oleh pemerintah untuk pembangunan infrastruktur banyak diadukan masyarakat di tengah gencarnya pemerintah melaksanakan program pembangunan infrastruktur," ujar dia.

Penyelesaian konflik agraria yang dilakukan pemerintah dinilai belum efektif karena masih bersifat parsial dan belum terintegrasi.

Diskriminasi dan intoleransi

Komitmen pemerintah terhadap diskrimnasi dan intoleransi yang terjadi di Indonesia dinilai Komnas HAM harus menjadi agenda penting.

Hal tersebut tercantum sebagai bagian ketiga dalam kertas posisi yang disampaikan Komnas HAM.

Beberapa peristiwa yang kerap kali terjadi adalah terkait dengan pemberian izin mendirikan rumah ibadah khususnya bagi kelompok minoritas.

"Pemerintah harus memfasilitasi kebutuhan dalam pemenuhan hak bagi kelompok minoritas. Apabila diabaikan, maka pemerintah atau negara disebut telah melanggar HAM," kata dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Polri: Fredy Pratama Masih Gencar Suplai Bahan Narkoba Karena Kehabisan Modal

Polri: Fredy Pratama Masih Gencar Suplai Bahan Narkoba Karena Kehabisan Modal

Nasional
SYL Ungkit Kementan Dapat Penghargaan dari KPK Empat Kali di Depan Hakim

SYL Ungkit Kementan Dapat Penghargaan dari KPK Empat Kali di Depan Hakim

Nasional
Saksi Mengaku Pernah Ditagih Uang Pembelian Senjata oleh Ajudan SYL

Saksi Mengaku Pernah Ditagih Uang Pembelian Senjata oleh Ajudan SYL

Nasional
Polri Sita Aset Senilai Rp 432,2 Miliar Milik Gembong Narkoba Fredy Pratama

Polri Sita Aset Senilai Rp 432,2 Miliar Milik Gembong Narkoba Fredy Pratama

Nasional
Pesawat Super Hercules Kelima Pesanan Indonesia Dijadwalkan Tiba di Indonesia 17 Mei 2024

Pesawat Super Hercules Kelima Pesanan Indonesia Dijadwalkan Tiba di Indonesia 17 Mei 2024

Nasional
Daftar Sementara Negara Peserta Super Garuda Shield 2024, dari Amerika hingga Belanda

Daftar Sementara Negara Peserta Super Garuda Shield 2024, dari Amerika hingga Belanda

Nasional
Profil Haerul Amri, Legislator Fraksi Nasdem yang Meninggal Ketika Kunker di Palembang

Profil Haerul Amri, Legislator Fraksi Nasdem yang Meninggal Ketika Kunker di Palembang

Nasional
Demokrat Minta Golkar, Gerindra, PAN Sepakati Usung Khofifah-Emil Dardak di Pilkada Jatim 2024

Demokrat Minta Golkar, Gerindra, PAN Sepakati Usung Khofifah-Emil Dardak di Pilkada Jatim 2024

Nasional
SYL Beli Lukisan Sujiwo Tejo Rp 200 Juta Pakai Uang Hasil Memeras Anak Buah

SYL Beli Lukisan Sujiwo Tejo Rp 200 Juta Pakai Uang Hasil Memeras Anak Buah

Nasional
Anggota Komisi X DPR Haerul Amri Meninggal Saat Kunjungan Kerja

Anggota Komisi X DPR Haerul Amri Meninggal Saat Kunjungan Kerja

Nasional
Polri Desak Kepolisian Thailand Serahkan Fredy Pratama ke Indonesia Jika Tertangkap

Polri Desak Kepolisian Thailand Serahkan Fredy Pratama ke Indonesia Jika Tertangkap

Nasional
Jokowi Sebut 3 Hal yang Ditakuti Dunia, Wamenkeu Beri Penjelasan

Jokowi Sebut 3 Hal yang Ditakuti Dunia, Wamenkeu Beri Penjelasan

Nasional
Soal 'Presidential Club', Djarot PDI-P: Pak Prabowo Kurang Pede

Soal "Presidential Club", Djarot PDI-P: Pak Prabowo Kurang Pede

Nasional
Polri Serahkan Kasus TPPU Istri Fredy Pratama ke Kepolisian Thailand

Polri Serahkan Kasus TPPU Istri Fredy Pratama ke Kepolisian Thailand

Nasional
Evaluasi Arus Mudik, Jokowi Setuju Kereta Api Jarak Jauh Ditambah

Evaluasi Arus Mudik, Jokowi Setuju Kereta Api Jarak Jauh Ditambah

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com