Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Banyak Kriminalisasi Masyarakat Adat dengan Tuduhan Pembakaran Hutan

Kompas.com - 09/12/2019, 16:08 WIB
Deti Mega Purnamasari,
Bayu Galih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS. com - Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) mencatat bahwa masyarakat adat yang ada di Indonesia sebagian besar dikriminalisasi, terutama sepanjang 2019.

Ketua Manajemen Pengetahuan YLBHI Rahma Mary mengatakan, dari catatan YLBHI, kebanyakan mereka yang dikriminalisasi adalah masyarakat adat yang dituduh sebagai pelaku pembakaran hutan.

"Dari catatan YLBHI selama 2019 Januari-Desember, sebagian besar dikriminalisasi. Mereka dituduh melakukan kebakaran hutan," kata Rahma dalam diskusi Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) bertajuk "Menjelang 100 Hari Pemerintahan Jokowi-Ma'ruf: Bagaimana Nasib RUU Masyarakat Adat?" di kawasan Cikini, Menteng, Jakarta Pusat, Senin (9/12/2019).

Mereka dikriminalisasi dengan dikenakan Pasal 78 Undang-Undang (UU) Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan.

Kemudian, dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan.

Baca juga: Aktivis: Pemerintah yang Pro Investasi Ancaman bagi Masyarakat Adat

Rahma mengatakan, dengan dikenakan UU tersebut, masyarakat adat kerap dituduh sebagai pelaku penebangan hutan ilegal.

"Mereka dituduh sebagai tukang tebang hutan secara ilegal. Yang selalu ditangkap masyarakat kecil," kata dia.

Selain itu, mereka juga dituduh kerap kali menimbulkan kebakaran, merusak lingkungan, serta mengakibatkan banjir sebagaimana Pasal 187 dan 188 KUHP.

Tak hanya peraturan-peraturan tersebut, mereka juga dikenakan dengan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik untuk beberapa kasus tanah dan penghinaan.

Oleh karena itu, pihaknya pun mempertanyakan keinginan pemerintah terhadap masyarakat adat.

"Yang diinginkan pemerintah apa? Mau mengakui atau menghilangkan? Kami melihat selama ini pemerintahannya keberatan  sebagian kewenangan ada di masyarakat adat. Mereka ingin kewenangannya di negara," kata Rahma.

Baca juga: Ibu Kota Negara Pindah ke Kaltim, Lembaga Adat Usulkan 8 Rekomendasi

Berdasarkan catatan YLBHI, kejadian kriminalisasi itu antara lain terjadi di Kotawaringin Barat Kalimantan Tengah sebanyak dua orang dikriminalisasi karena membakar lahan.

Sebanyak 11 orang Suku Anak Dalam di Batang Hari Jambi dikenai Pasal 170 KUHP karena dituduh merusak dan menganiaya.

Kemudian, terdapat 27 orang warga di Kabupaten Wahoni Sulawesi Tenggara dan 6 orang peladang di Sintang Kalimantan Barat dikenai UU Llingkungan Hidup Nomor 32, Perkebunan dan KUHP.

Selanjutnya, dua orang masyarakat adat di batak dituduh menganiaya karyawan perusahan Toba Pulo Lestari (TPL), masyarakat adat di Sumba NTT terkena UU ITE 1 orang, pasal pencemaran nama baik d Ketapang Kalimantan Barat yang sedang dalam proses persidangan, serta satu orang masyarakat adat di Muara Teweh Kalimantan Tengah yang terkena UU Lingkungan Hidup Pasal 36 pembakaran ladang.

"Semuanya masuk persidangan, proses penyelidikan. Rata-rata masih di persidangan. Belum ada yang vonis, rata-rata di kepolisian dan proses persidangan," tutur dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Meneropong Kabinet Prabowo-Gibran, Menteri 'Triumvirat' hingga Keuangan Diprediksi Tak Diisi Politisi

Meneropong Kabinet Prabowo-Gibran, Menteri "Triumvirat" hingga Keuangan Diprediksi Tak Diisi Politisi

Nasional
Dewas KPK Gelar Sidang Perdana Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron Hari Ini

Dewas KPK Gelar Sidang Perdana Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron Hari Ini

Nasional
Jokowi Resmikan 40 Kilometer Jalan Inpres Senilai Rp 211 Miliar di NTB

Jokowi Resmikan 40 Kilometer Jalan Inpres Senilai Rp 211 Miliar di NTB

Nasional
Jokowi Akan Resmikan Bendungan dan Panen Jagung di NTB Hari ini

Jokowi Akan Resmikan Bendungan dan Panen Jagung di NTB Hari ini

Nasional
Meski Isyaratkan Merapat ke KIM, Cak Imin Tetap Ingin Mendebat Prabowo soal 'Food Estate'

Meski Isyaratkan Merapat ke KIM, Cak Imin Tetap Ingin Mendebat Prabowo soal "Food Estate"

Nasional
Setelah Jokowi Tak Lagi Dianggap sebagai Kader PDI-P...

Setelah Jokowi Tak Lagi Dianggap sebagai Kader PDI-P...

Nasional
Pengertian Lembaga Sosial Desa dan Jenisnya

Pengertian Lembaga Sosial Desa dan Jenisnya

Nasional
Prediksi soal Kabinet Prabowo-Gibran: Menteri Triumvirat Tak Diberi ke Parpol

Prediksi soal Kabinet Prabowo-Gibran: Menteri Triumvirat Tak Diberi ke Parpol

Nasional
Jokowi Dianggap Jadi Tembok Tebal yang Halangi PDI-P ke Prabowo, Gerindra Bantah

Jokowi Dianggap Jadi Tembok Tebal yang Halangi PDI-P ke Prabowo, Gerindra Bantah

Nasional
Soal Kemungkinan Ajak Megawati Susun Kabinet, TKN: Pak Prabowo dan Mas Gibran Tahu yang Terbaik

Soal Kemungkinan Ajak Megawati Susun Kabinet, TKN: Pak Prabowo dan Mas Gibran Tahu yang Terbaik

Nasional
PKS Siap Gabung, Gerindra Tegaskan Prabowo Selalu Buka Pintu

PKS Siap Gabung, Gerindra Tegaskan Prabowo Selalu Buka Pintu

Nasional
PKB Jaring Bakal Calon Kepala Daerah untuk Pilkada 2024, Salah Satunya Edy Rahmayadi

PKB Jaring Bakal Calon Kepala Daerah untuk Pilkada 2024, Salah Satunya Edy Rahmayadi

Nasional
Saat Cak Imin Berkelakar soal Hanif Dhakiri Jadi Menteri di Kabinet Prabowo...

Saat Cak Imin Berkelakar soal Hanif Dhakiri Jadi Menteri di Kabinet Prabowo...

Nasional
Prabowo Ngaku Disiapkan Jadi Penerus, TKN Bantah Jokowi Cawe-cawe

Prabowo Ngaku Disiapkan Jadi Penerus, TKN Bantah Jokowi Cawe-cawe

Nasional
Orang Dekat Prabowo-Jokowi Diprediksi Isi Kabinet: Sjafrie Sjamsoeddin, Dasco, dan Maruarar Sirait

Orang Dekat Prabowo-Jokowi Diprediksi Isi Kabinet: Sjafrie Sjamsoeddin, Dasco, dan Maruarar Sirait

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com