JAKARTA, KOMPAS.com - Sekretaris Jenderal Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Rukka Sombolinggi mengatakan bahwa pemerintah saat ini sangat pro terhadap investasi.
Menurut dia, kebijakan tersebut dapat mengancam eksistensi masyarat adat.
"Pernyataan yang mengatakan investasi dipercepat, kalau bisa berbagai peraturan daerah dan UU yang menghambat investasi harus dipotong, ini membuat tingkat ancaman terhadap masyarakat adat sangat tinggi," kata Rukka dalam diskusi di kawasan Cikini, Menteng, Jakarta Pusat, Senin (9/12/2019).
Baca juga: Masyarakat Adat Rejang Luncurkan Buku Pengetahuan Pengobatan
Menurut Rukka, ketika investasi masuk atau proyek pembangunan pemerintah masuk, semisal pembangunan jalan, bendungan, hingga izin tambang, masyarakat adat mengalami berbagai masalah.
Masyarakat adat, kata dia, berpotensi mengalami perampasan wilayah, kriminalisasi, diskriminasi, hingga pelanggaran hak azasi.
"Ketika (pembangunan) masuk di wilayah adat tanpa kepastian hukum masyarakat adat, maka kisah yang kita dengar selama ini seperti perampasan wilayah adat dan pelanggaran hak azasi masyarakat adat akan terus terjadi," kata dia.
Baca juga: Lembaga Masyarakat Adat Papua Menyesali Pembakaran DPRD Papua Barat
Oleh karena itu, Undang-Undang (UU) Masyarakat Adat menjadi sangat penting dibahas dan disahkan, karena akan memastikan program pembangunan pemerintah akan berjalan dengan baik tanpa bertentangan dengan masyarakat adat.
Masyarakat adat, tambah Rukka, tidak akan dikorbankan oleh pemerintah apabila program-program pemerintah tersebut dilandaskan dengan UU Masyarakat Adat.
"Berbagai konflik puluhan tahun telah terjadi. Semua itu karena tidak ada UU Masyarakat Adat sehingga dengan mudah tanah mereka diambil," kata dia.
Tak sedikit juga tindakan kriminalisasi hingga pembunuhan terus terjadi akibat hal ini.
Baca juga: Masyarakat Adat Pulau Buru Tolak Danau Rana Dijadikan Destinasi Wisata Dunia
Oleh karena itu, hal tersebut harus dihentikan agar masyarakat tak terus-menerus menjadi korban.
UU Masyarakat Adat nantinya harus dapat memastikan perlindungan-perlindungan terhadap masyarakat adat itu.
"Pemerintah juga capek kalau terjadi perlawanan terus di lapangan. Hak masyarakat adat yang dilindungi UU itu pun bisa diabaikan oleh UU lain," kata Rukka.
Menteri BUMN, Erick Thohir menerbitkan larangan perusahaan BUMN memberikan suvenir saat Rapat Umum Pemegang Saham atau RUPS pada Persero dan rapat pembahasan bersama pada Perum.
Erick Thohir mengatakan: Dalam rangka efisiensi dan penerapan tata kelola perusahaan yang balk (good corporate governance), setiap penyelenggaraan Rapat Umum Pemegang Saham pada Persero dan Rapat Pembahasan Bersama pada Perum, dilarang untuk memberikan suvenir atau sejenisnya kepada siapapun.
Peraturan ini ditetapkan pada surat edaran no. SE-8/MBU/12/2019 oleh Erick Thohir pada Kamis 5 Desember 2019. Hal ini demi efisiensi dan perwujuan good corporate governance pada BUMN.
Erick juga menyebutkan bahwa khusus untuk Persero Terbuka, dalam rangka memastikan keterpenuhan kuorum penyelenggaraan Rapat Umum Pemegang Saham, dimungkinkan pemberian suvenir kepada pihak pemegang saham selain Negara dengan memperhatikan kewajaran dan kepentingan perusahaan.
Adapun ruang lingkup surat edaran tersebut adalah larangan pemberian suvenir atau sejenisnya dalam penyelenggaraan Rapat Umum Pemegang Saham pada Persero atau Rapat Pembahasan Bersama pada Perum. Berdasarkan keterangan Surat Edaran itu, Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sebagai salah satu pelaku bisnis sekaligus merupakan kepanjangan tangan Pemerintah dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat, perlu selalu berusaha untuk meningkatkan kinerja perusahaan dan kinerja pelayanan kepada masyarakat.
#erickthohir #bumn #larangsuvenir