Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

4 Hal Ini Disinyalir Jadi Biang Keladi Defisit BPJS Kesehatan

Kompas.com - 02/12/2019, 11:19 WIB
Dani Prabowo,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com – Ada sejumlah hal yang menyebabkan defisit anggaran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan terus membesar dari tahun ke tahun.

Menurut Koordinator Advokasi BPJS Watch Timboel Siregar, selain persoalan tindakan medis seperti disampaikan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto, ada hal lain yang yang menimbulkan masalah itu terjadi.

Pertama, dari sisi penganggaran di dalam Rencana Kegiatan Anggaran Tahunan (RKAT). Menurut dia, penerimaan yang ditargetkan dari iuran BPJS Kesehatan lebih kecil dibandingkan pengeluaran yang harus dibayarkan.

“Di dalam RKAT, pendapatan untuk 2019 sekitar Rp 88,8 triliun, sedangkan pembiayaannya sekitar Rp 102,02 triliun. Dengan carry over 2018 ke 2019, defisit Rp 9,15 triliun, maka dari sisi penganggaran saja BPJS sudah mengatakan kami defisit,” kata Timboel dalam sebuah diskusi di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Minggu (1/12/2019).

Baca juga: Defisit BPJS Kesehatan Disebut Terjadi Sejak Beroperasi

Persoalan berikutnya yakni terkait iuran. Ia mengatakan, ketika BPJS Kesehatan mulai dibentuk pada 2014, saat itu Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) mengusulkan iuran BPJS sebesar Rp 27.000.

Namun, waktu itu Presiden Susilo Bambang Yudhoyono melalui Menteri Keuangan Agus Martowardojo menetapkan besaran iuran jauh di bawah usulan DJSN, yaitu sebesar Rp 19.225.

Kondisi serupa terjadi pada 2016 ketika tarif BPJS Kesehatan naik. Saat itu, DJSN mengusulkan besaran tarif iuran sebesar Rp 36.000. Akan tetapi, Presiden Joko Widodo melalui Menteri Keuangan Sri Mulyani menetapkan besaran iuran Rp 23.000.

“Artinya, terjadi gap. (Besaran) iuran ini tidak cocok untuk mengoperasikan JKN ini. Ini soal politik anggaran,” ujarnya.

Timboel menyatakan, keputusan politik pemerintah menetapkan besaran tarif iuran yang lebih rendah dibandingkan usulan DJSN, bukanlah sebagai sebuah kebijakan populis.

Namun, pada saat itu pemerintah dianggap belum memiliki perhatian yang cukup besar terhadap sektor kesehatan.

“Dengan defisit meningkat, apakah kesehatan menjadi prioritas pada saat itu,” kata dia.

Lebih jauh, ia menambahkan, persoalan timbul karena masih banyak pemerintah daerah yang belum tunduk kepada Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Keseatan.

Di dalam UU tersebut, pemerintah pusat diwajibkan mengalokasikan anggaran kesehatan sebesar 5 persen di dalam Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN), sedangkan pemda sebesar 10 persen di dalam Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD).

Sejauh ini, pemerintah pusat telah mengalokasikan anggaran kesehatan sesuai dengan UU sebesar 5 persen dari total anggaran yang direncanakan.

“Faktanya, masih ada kepala daerah yang tidak ikut JKN. Contohnya di Kota Bekasi, itu dia pakai Kartu Bekasi Sehat, mengelola sendiri. Artinya apa? Potensi pemasukan tidak jadi masuk,” ungkapnya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pakar Pertanyakan KPU, Mengapa Sebut Caleg Terpilih Tak Harus Mundur jika Maju Pilkada

Pakar Pertanyakan KPU, Mengapa Sebut Caleg Terpilih Tak Harus Mundur jika Maju Pilkada

Nasional
Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Ogah Kerja Sama, Gerindra: Upaya Rangkul Partai Lain Terus Dilakukan

Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Ogah Kerja Sama, Gerindra: Upaya Rangkul Partai Lain Terus Dilakukan

Nasional
Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Gerindra Pastikan Tetap Terbuka untuk Kritik

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Gerindra Pastikan Tetap Terbuka untuk Kritik

Nasional
Kabinet Prabowo: Antara Pemerintahan Kuat dan Efektif

Kabinet Prabowo: Antara Pemerintahan Kuat dan Efektif

Nasional
Gerindra Jelaskan Maksud Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Tak Mau Kerja Sama

Gerindra Jelaskan Maksud Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Tak Mau Kerja Sama

Nasional
[POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

[POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

Nasional
Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Nasional
Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Nasional
Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Nasional
Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Nasional
Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Nasional
Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Nasional
7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

Nasional
Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com