Contoh lainnya, di dalam Pasal 99 dan 100 Perpres 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan, terdapat kontribusi yang harus disetorkan daerah ke BPJS Kesehatan dari realisasi peneriman pajak rokok.
Besaran pajak tersebut yakni 75 persen dari 50 persen realisasi penerimaan pajak rokok yang menjadi bagian hak dari masing-masing daerah provinsi, dan kabupaten/kota.
“Kalau saya hitung, itu bisa sekitar Rp 5 triliun sampai Rp 6 triliun. Tapi faktanya, pada 2018 hanya Rp 1,4 triliun yang didapat. Artinya, banyak juga pemda yang tidak patuh,” ujarnya.
Persoalan keempat yakni adanya utang iuran yang gagal dikumpulkan. Pada 30 Juni lalu, ia menyebut, masih ada sekitar Rp 3,4 triliun utang yang belum dibayar.
Kontribusi utang terbesar berasal dari peserta mandiri Kelas 2 dan 3 sebesar Rp 2,4 triliun, perusahaan swasta Rp 600 miliar dan sisanya sekitar Rp 400 miliar disumbangkan oleh pemerintah daerah yang tidak membayar Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda).
“Itu baru satu bulan, belum bicara 10-11 bulan. Inilah fakta bahwa sumber pemasukan potensi gagal,” ungkapnya.
Pemerintah, imbuh dia, sebenarnya dapat memberikan sanksi kepada mereka yang menunggak bayar. Untuk perusahaan swasta, misalnya, pemerintah daerah dapat memberikan sanksi dengan tidak menerbitkan Izin Mendirikan Bangunan bila kantor tersebut berencana membangun pabrik baru atau menunda penerbitan Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP).
Sedangkan, bagi peserta mandiri, sanksi yang dapat diberikan yaitu dengan tidak memberikan pelayanan sebagaimana seharusnya.
Baca juga: Tagihan BPJS Kesehatan Membengkak, Komisi IX Dorong Evaluasi Menyeluruh
Misalnya, ketika mengurus Surat Izin Mengemudi (SIM) atau perpanjangan Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK), para pemegang premi pribadi diwajibkan menyelesaikan urusan BPJS Kesehatan yang masih menunggak terlebih dahulu.
Cara lainnya, bila ada orang yang ingin keluar negeri dan mengurus paspor, maka dapat ditahan terlebih dahulu sebelum utang BPJS Kesehatan mereka dilunasi.
Sementara bagi daerah yang masih menunggak iuran Jamkesda, menurut dia, kepala daerahnya dapat dimakzulkan (impeachment). Namun, Timboel menegaskan, berhasil atau tidaknya pelaksanaan sanksi tersebut tergantung dari pemerintah dan para stakeholder yang bertugas melaksanakan kebijakan ini.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.