Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

ICW Sebut Alasan Kemanusiaan Grasi untuk Koruptor Anaas Maamun Paradoks

Kompas.com - 29/11/2019, 18:35 WIB
Achmad Nasrudin Yahya,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Indonesia Corruption Watch (ICW) menganggap alasan kemanusiaan terhadap grasi terpidana kasus korupsi Annas Maamun yang diberikan Presiden Joko Widodo (Jokowi) sebagai pertimbangan paradoks.

"Kalau bicara soal kemanusian, ya jangan nanggung. Ini buat saya ko jadi paradoks kalau dasarnya adalah kemanusiaan," ujar Peneliti ICW Lalola Easter usai diskusi publik di Kantor DPP PKS, Jumat (29/11/2019).

Lola, sapaannya, mengatakan, alasan kemanusiaan dalam grasi terpidana kasus korupsi kontras dengan terpidana mati kasus narkotika, Zulfiqar Ali.

Baca juga: Dapat Grasi dari Jokowi, Annas Maamun Masih Berstatus Tersangka di Kasus RAPBD

Warga Pakistan tersebut tak mendapat kepastian grasi. Padahal, saat itu, Zulfiqar mengalami sakit kanker hati ganas.

Grasi dari Jokowi tak kunjung diberikan sampai Zulfiqar meninggal pada 31 Mei 2018.

Menurut Lola, pertimbangan kemanusiaan dalam grasi yang diberikan Jokowi inkonsisten. Seharusnya, pertimbangan kemanusiaan juga berlaku bagi Zulfiqar.

Terlebih, hukuman mati menanti ketika Zulfiqar didera sakit parah di balik jeruji.

"Ketika ada terpidana mati untuk perkara narkotika yang tidak dikabulkan grasinya, padahal sudah sakit kanker parah, itu jadi paradoks," kata Lola.

"Dulu kok enggak dikasih, padahal itu orang ibaratnya, sakaratul mautnya di ruang penjara, sekarang Annas diberikan," terang dia.

Dia menyatakan, publik tidak bisa memaklumi pemberian grasi yang diberikan Jokowi ketika negara inkonsisten terhadap pertimbangan kemanusiaan.

Walhasil, grasi tersebut semakin menguatkan bahwa Jokowi tidak peduli terhadap upaya pemberantasan korupsi.\

"Saya paham, rasa kemanusiaan penting, tapi ketika ada inkonsistensi negara dalam memberikan treatmen kepada warga dengan alasan kemanusiaan, itu yang masalah bagi saya," kata dia.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo menjawab kritik yang berdatangan soal langkahnya memberi grasi untuk terpidana kasus korupsi Annas Maamun.

Jokowi menegaskan bahwa grasi untuk koruptor tak diberikan setiap hari.

"Nah kalau setiap hari kami keluarkan grasi untuk koruptor, setiap hari atau setiap bulan, itu baru, itu baru silakan dikomentari. Ini kan apa hehehe," kata Jokowi di Istana Bogor, Rabu (27/11/2019).

Jokowi menyebutkan, grasi itu diberikan atas pertimbangan kemanusiaan atas kondisi mantan gubernur Riau itu.

Ia mempertimbangkan usia Annas yang sudah tua dan kondisi kesehatannya yang sudah menurun.

"Memang dari sisi kemanusiaan memang umurnya juga sudah uzur dan sakit-sakitan terus. Sehingga dari kacamata kemanusiaan itu diberikan," kata Jokowi.

Baca juga: Istana Sebut Komitmen Jokowi Berantas Korupsi Tak Diukur Lewat Grasi Koruptor

Menurut Jokowi, Mahkamah Agung serta Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan juga memberi pertimbangan yang sama.

Pertimbangan itu melandasi Jokowi untuk memberi grasi berupa pengurungan masa hukuman satu tahun penjara.

"Kenapa itu diberikan, karena memang dari pertimbangan MA seperti itu. Pertimbangan yang kedua dari menkopolhukam juga seperti itu," kata dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Nasional
Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Nasional
Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Nasional
Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Nasional
Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Nasional
Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Nasional
Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Nasional
Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Nasional
PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

Nasional
Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan 'Nasib' Cak Imin ke Depan

Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan "Nasib" Cak Imin ke Depan

Nasional
Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Nasional
Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Nasional
Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com