JAKARTA, KOMPAS.com - Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) menghargai hasil survei Indonesia Political Opinion (IPO) terkait respons publik terhadap susunan Kabinet Indonesia Maju Joko Widodo-Ma'ruf.
Hasil survei itu salah satunya menunjukkan mantan Kapolri Tito Karnavian dinilai sebagai tokoh yang tidak tepat mengisi posisi sebagai Menteri Dalam Negeri.
Namun, Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) Kemendagri Bahtiar berpandangan bahwa survei tersebut tidak merepresentasikan seluruh masyarakat Indonesia.
"Jadi survei sangat dangkal, responden belum tentu representasi dari masyarakat Indonesia secara keseluruhan. Pak Jokowi memilih seseorang pasti melalui penelitian yang mendalam, dan menempatkan sesuai kebutuhan, tantangan lingkungan, dan tujuan ke depan," ungkap Bahtiar melalui keterangan tertulis, Minggu (24/11/2019).
Baca juga: Survei IPO: Luhut, Tito Karnavian, hingga Nadiem Makarim Dinilai Tak Tepat di Kementeriannya
Survei tersebut dilakukan pada 30 Oktober-2 November 2019 dengan total 800 responden yang tersebar di 27 provinsi di Indonesia.
Menurut Kemendagri, Tito memiliki pengalaman bersinergi dengan pemerintah daerah ketika menjadi Kapolda. Tito diketahui pernah menjadi Kapolda Papua dan Kapolda Metro Jaya.
Selain itu, Bahtiar menuturkan bahwa Tito juga merupakan seorang akademisi dengan wawasan yang luas.
"Wawasan Pak Tito adalah wawasan internasional dan sekaligus memahami secara spesifik budaya lokal, memahami sistem politik pemerintahan, dan memahami sistem pemerintahan daerah hingga hal-hal detil di lapangan, termasuk cara mengatasinya," tuturnya.
Baca juga: Survei IPO: Prabowo Dinilai Paling Tepat di Kementeriannya
Menurutnya, masuknya Tito ke lingkungan Kemendagri menjadi peluang untuk melakukan reformasi penyelenggaraan pemerintahan dalam negeri, reformasi birokrasi, menata sistem politik yang berakar budaya bangsa, memperbaiki sistem pelayanan investasi, hingga meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM).
Tito pun sudah mengeluarkan terobosan meski baru seumur jagung menjabat di Kemendagri.
Terobosan itu adalah menggelar Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Kepala Daerah dan Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) pada 13 November 2019 di SICC Sentul, Bogor, Jawa Barat.
"Semua pihak memuji suksesnya acara tersebut, dan dampaknya pada perubahan hubungan-hubungan dan tata kelola pemerintahan pusat dan daerah," kata Bahtiar.
Baca juga: ICW Tantang Mendagri Reformasi Partai Sebelum Wacanakan Evaluasi Pilkada Langsung
Sebelumnya, peneliti IPO Dedi Kurnia Syah memaparkan hasil surveinya terkait respons publik terhadap susunan Kabinet Indonesia Maju Jokowi-Ma'ruf.
Dedi mengatakan, menteri yang dinilai paling tidak tepat berada di pos kementeriannya yaitu Menteri Koordinator Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan.
Sebanyak 15,2 persen responden menjawab Luhut sebagai menteri yang tak tepat di posisinya.
Kemudian, sebesar 14,7 persen publik menilai, mantan Kapolri Tito Karnavian tak tepat mengisi posisi di Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).
"Artinya orang yang bagus, tapi tidak sesuai dengan posisi kementriannya yang didapatkan di sini adalah Pak Luhut binsar Panjaitan 15,2 persen juga tinggi adalah Pak Tito Karnavian," kata Dedi dalam dalam diskusi "Efek Milenial di Lingkaran Istana" di Ibis Hotel Tamarin, Menteng, Jakarta, Sabtu (23/11/2019).
Baca juga: Tanggapi Tito, KPK Sebut OTT Bukti Banyaknya Kepala Daerah yang Korupsi
Lalu, 12 persen publik menilai, Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Johnny G Plate tidak tepat berada di pos Kemenkominfo.
Kemudian, 8,2 persen publik menilai, Nadiem tidak tepat berada di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud).
Survei tersebut menggunakan metode purposive sampling dalam penarikan sampel.
Selain itu, survei melibatkan 800 responden dengan margin of error +/- 4,5 persen (pada tingkat kepercayaan 95 persen).