JAKARTA, KOMPAS.com - Indonesia Corruption Watch (ICW) menantang Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian untuk mereformasi partai terlebih dahulu sebelum mengubah mekanisme pemilihan kepala daerah (pilkada).
Hal tersebut berkaitan dengan usulan Mendagri yang meminta pilkada langsung dievaluasi karena menelan biaya tinggi dan membuat masyarakat terpolarisasi.
"ICW menantang Mendagri untuk melakukan reformasi kepartaian sebelum mengubah format pilkada. Pembenahan partai menjadi prasyarat utama sebelum mengubah model pilkada," ujar Peneliti ICW Kurnia Ramadhana dalam keterangan tertulisnya kepada wartawan, Selasa (19/11/2019).
Baca juga: Mendagri: Daerah Tak Siap Pilkada Langsung Perlu Dipikirkan Mekanisme Lain
Menurut dia, tanpa pembenahan partai politik, penyelesaian persoalan dalam pelaksanaan pilkada yang berbiaya mahal tersebut tak akan bisa dilakukan.
Ia menambahkan, inisiatif untuk melakukan pembenahan partai sering didorong oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan masyarakat sipil.
"Namun, sejauh ini belum ada respons konkret dari pemerintah untuk menindaklanjuti berbagai konsep pembenahan partai agar menjadi demokratis, modern, dan akuntabel," kata dia.
Baca juga: Dedi Mulyadi: Pilkada Langsung Rawan Politik Uang, Memang Pilkada oleh DPRD Tidak?
Adapun usulan Tito terhadap evaluasi pilkada tersebut membuat publik berspekulasi bahwa pelaksanaan pilkada nantinya akan kembali dilakukan secara tak langsung alias kembali dilakukan parlemen.
Menurut Kurnia, jika pemerintah mewacanakan untuk melakukan pilkada tak langsung maka hal tersebut merupakan kesimpulan prematur pemerintah baru yang akan melakukan evaluasi.
"Ada kesan seolah-olah mengarahkan persoalan pilkada berbiaya mahal (high cost) hanya kepada pemilih. Faktor politik uang dituding menjadi biang persoalan," kata Kurnia.
"Penilaian ini tidak komprehensif sebab melupakan persoalan jual beli pencalonan (candidacy buying/mahar politik) sebagai salah satu masalah utama," lanjut dia.
Baca juga: Mendagri Ingin Ada Kategori Daerah Siap dan Tak Siap Gelar Pilkada Langsung
Sebelumnya, Tito mengusulkan mekanisme pilkada secara langsung untuk dievaluasi, bukan diwakilkan kepada DPRD.
"Usulan yang saya sampaikan adalah, bukan untuk kembali ke A atau ke B, tetapi adakan evaluasi," kata Tito di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (18/11/2019).
Tito menjelaskan, ia meminta pilkada langsung dievaluasi karena terdapat beberapa masalah dalam penyelenggaraannya. Menurut dia, pilkada langsung menyebabkan masyarakat di daerah terpolarisasi.
Baca juga: Tito Karnavian: Kalau Ada Peserta Pilkada Tak Bayar, Saya Pengin Ketemu Orangnya
Ia mencontohkan, Pilkada Papua pada 2012 yang ditunda karena terjadi perang suku.
"Saya sendiri sebagai mantan Kapolri, mantan Kapolda itu melihat langsung, misalnya di Papua 2012 saya menjadi Kapolda di sana, Kabupaten Puncak itu empat tahun tertunda pilkadanya karena konflik perang," ujarnya.
Tito juga mengatakan, pilkada langsung juga melihat aspek biaya politik yang tinggi.
Ia menjelaskan, biaya politik tinggi pada pilkada itu mulai dari dana yang dikeluarkan APBN dan APBD, bahkan biaya yang harus dikeluarkan calon kepala daerah.