DPR dan pemerintah juga telah melibatkan berbagai unsur terkait, sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Baca juga: Sejumlah Tokoh Akan Gugat UU KPK ke MK, tapi Tetap Dorong Perppu
Menurut Arteria, rapat paripurna pengesahan UU KPK hasil revisi juga sah secara hukum. Pasalnya, rapat yang digelar pada 17 September tersebut memenuhi kuorum, dengan dihadiri 289 dari 560 anggota DPR.
"Oleh karena itu, opini para pemohon yang menyatakan bahwa jumlah anggota DPR RI yang hadir berjumlah 80 orang atau setidak-tidaknya kurang dari setengah anggota DPR RI adalah opini yang keliru, opini yang menyesatkan dan tidak sesuai dengan fakta yang sebenarnya," katanya.
4. Argumen pemerintah
Koordinator Staf Ahli Menteri Hukum dan HAM, Agus Haryadi, memberikan keterangan dalam sidang uji materil dan formil Undang-undang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) 19 Tahun 2019 hasil revisi.
Agus mewakili Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly dan Presiden Joko Widodo dari unsur pemerintah.
Baca juga: Pegiat Antikorupsi Akan Layangkan JR UU KPK ke MK, Ini Bedanya dengan Gugatan Mahasiswa
Dalam keterangannya, Agus menyampaikan alasan pemerintah dan DPR membentuk dewan pengawas KPK.
Ia menyebut bahwa sebelum UU KPK direvisi, KPK merupakan lembaga independen yang tak terbatas kewenangannya. Hal ini, kata dia, sangat bertentangan dengan hukum.
"Kedudukan KPK sebelum revisi UU KPK yang menempatkan KPK sebagai lembaga independen tak terbatas yang secara fakta tidak dalam ranah legislatif, eksekutif atau yudikatif sangat bertentangan dengan asas trias politica sebagai sumber hukum negara di negara Republik Indonesia," kata Agus.
Agus mengatakan, secara ketatanegaraan, KPK yang tidak dapat dikontrol oleh kekuasaan pemerintahan atau lembaga manapun sangat bertentangan dengan sistem pemerintahan Indonesia.
Baca juga: UU KPK Tak Atur Rangkap Jabatan Dewas, Ini Permintaan KPK ke Jokowi
Sebagaimana bunyi UUD 1945, sudah seharusnya bahwa lembaga-lembaga negara memiliki sistem check and balances sebagai bentuk pertanggungjawaban mereka.
Sistem check and balances, kata Agus, bertujuan untuk menciptakan lembaga-lembaga yang bekerja dan saling berhubungan satu sama lain menuju tercapainya tujuan penyelenggaraan negara.
"Munculnya revisi UU KPK dengan memunculkan adanya dewan pengawas, pemerintah dapat mendekatkan dengan norma tersebut telah sesuai berdasarkan sistem pemerintahan indonesia dalam model check and balances yang bertujuan satu sebagai kontrol tindakan pemerintah dalam bidang pemberantasan tindak pidana korupsi, KPK sebagai institusi pelaskana," ujar Agus.
Agus melanjutkan, dewan pengawas juga sebagai bentuk upaya pemerintah menghindari ketidakepercayaan masyarakat. Sekaligus, menciptakan sistem transpransi dalam upaya pemberantasan korupsi.
Hal ini, kata dia, merupakan kebutuhan bangsa yang tidak dapat terhindarkan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.