Indonesia kita heboh. Indonesia kita diperbincangkan kian kencang di seantero negeri dan luar negeri. Seorang Menteri Kordinator Politik dan Keamanan, jenderal bintang empat, tersungkur dan terluka oleh tusukan belati. Negeri kita pun terasa terluka.
Luka Wiranto membuat para pejabat negeri ini, terutama para menteri, ketakutan luar biasa atas dua serangan sekaligus.
Pertama, serangan fisik dari kelompok intoleran, yang bisa datang kapan saja dan di mana pun.
Kedua, serangan jantung, menunggu pengumuman kabinet setalah Presiden dan Wakil Presiden dilantik. Siapa tahu, nama mereka tidak lagi tercantum sebagai anggota kabinet untuk periode mendatang.
Apa yang terjadi pada diri Wiranto, adalah maklumat jelas bahwa gerakan kelompok intoleran di negeri kita, adalah clear and present danger. Bukan sekedar wacana, apalagi hoaks.
Pemerintah sendiri sudah menyatakan bahwa gerakan ini, sudah menyusup jauh ke dalam struktur pemerintahan, termasuk dalam tubuh militer dan polisi. Berbagi modus dan metode yang mereka pakai untuk menggaet pengikut sebanyak-banyaknya.
Saya sangat percaya itu.
Lalu, saya pun teringat ketika saya menjadi Dubes di Rusia dan Belarusia. Seorang asisten Atase Pertahanan, berpangkat kolonel, bisa tiba-tiba berubah, baik dalam hal cara berpikir, maupun perilaku.
Sang kolonel tiba-tiba mengenakan pakaian Arab (gamis) lengkap dengan sorbannya ke kantor setiap hari Jumat. Ia pun sangat tidak menolerir bila tamu atau orang lain baca khotbah di Kedutaan pada saat sholat Jumat. Semuanya harus melewati diri dan persetujuannya.
Kolonel kita yang satu ini, sangat radikal dalam berceramah. Ia menyalahkan semua orang, kecuali dirinya sendiri. Orang lain seolah tidak memiliki kemungkinan masuk surga, bila tidak mengikuti pola pikir dan tata caranya beribadah.
Melihat perilakunya yang berubah tersebut, saya mencoba menggeledah biang soalnya. Ternyata, ia belajar Islam melalui internet. Dan ajaran Islam yang didapatkannya itu, adalah ajaran Islam yang datang dari sudut pandang radikal, yang tidak bisa toleran dengan keberadaan pendapat dan tatacara ibadah orang Islam lainnya.
Berapa banyak anggota TNI dan Polri yang berjalan seiring dengan Kolonel kita tersebut?
Maka, apa yang dilakukan oleh pimpinan Angkatan Darat kita yang mencopot anggotanya karena isteri mereka dinilai melanggar ketentuan yang ada, dalam kaitan dengan penusukan Wiranto tersebut, patut diacungi jempol. Ini adalah pesan yang jelas bahwa TNI masih tegak dengan prinsip utamanya, tidak menolerir faham radikal yang menegasi orang atau kelompok lain.
Lantas apa yang harus diperbuat?
Memang tidak gampang menjawabnya. Tapi kita bisa memulai dengan cara, semua organisasi kemasyarakatan agama, menyatukan tekad dan ihtiarnya untuk berdakwah kepada umat, membuatkan peta jalan dan cara berpikir bahwa ajaran Islam itu sungguh-sungguh adalah ajaran damai dan penuh kebajikan. Bukan ajaran yang menghalalkan berbagai cara untuk mencapai tujuan.