Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengembalikan GBHN Dinilai Bisa Menyandera Sistem Presidensial

Kompas.com - 11/10/2019, 12:51 WIB
Christoforus Ristianto,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Rencana MPR soal mengamendemen UUD 1945 untuk menghidupkan kembali Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) dinilai perlu diwaspadai.

Direktur Eksekutif Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Fakultas Hukum Universitas Andalas Feri Amsari menilai, dalam jangka panjang, GBHN bisa menyandera sistem presidensial.

"Kalau sekarang ada kelemahan dalam sistem presidensial kita, perbaikanya tidak perlu sampai mengamendemen UUD 1945, itu bisa menyandera sistem presidensial. Kita sudah pernah memiliki pengalaman buruk dengan sistem seperti itu, jangan kembali lagi," ujar Feri saat dihubungi, Jumat (11/10/2019).

Baca juga: Beda Sikap Fraksi di MPR soal Wacana Hidupkan GBHN

Feri menuturkan, menghidupkan lagi MPR untuk mengatur pokok-pokok GBHN bertentangan dengan penguatan sistem presidensial. Hal itu mengingat wacana tersebut kembali menjadikan MPR sebagai lembaga tertinggi.

Ia mengingatkan, jika GBHN yang ditetapkan MPR itu bersifat mengikat presiden, kekuatan partai-partai politik bisa menyandera presiden.

"Presiden bisa tersandera jika ia dianggap melenceng dari GBHN yang sudah diatur MPR," imbuhnya.

Maka dari itu, Feri mendorong pedoman pembangunan nasional jangka panjang tak perlu diatur dalam amendemen UUD 1945.

Ia menyebutkan, UU Nomor 17 tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional tahun 2005-2025 sudah cukup untuk mengatur konsep jangka menengah dan jangka panjang.

Sebelumnya, Ketua MPR Bambang Soesatyo menyatakan, haluan negara ini akan menjadi semacam pedoman pembangunan nasional dari sisi ekonomi selama 50 hingga 100 tahun ke depan.

"Terbatas maksudnya adalah lebih kepada perjalanan bangsa kita ke depan dari sisi ekonomi. Bagaimana kita bisa menciptakan ke depan ini suatu hal yang semacam cetak biru atau blue print Indonesia 50-100 tahun ke depan yang semua mengacu pada satu buku induk," ujar Bambang, Kamis (10/10).

Bambang mengatakan, dalam menjalankan suatu pemerintahan, visi dan misi seorang pemimpin seharusnya mengacu pada peta jalan atau road map pembangunan nasional.

Dengan demikian, pembangunan nasional dapat berjalan secara berkesinambungan meski presidennya berganti.

Baca juga: Menghidupkan GBHN Dinilai Tak Harus Amendemen UUD 1945

Tidak hanya kepala negara, haluan negara yang ditetapkan oleh MPR juga harus dijalankan oleh kepala daerah.

"Seharusnya visi misi pemimpin dari mulai presiden, bupati, wali kota dan seterusnya itu harus mengacu kepada peta Jalan Indonesia yang sudah kita (MPR) gariskan ke depan," kata politikus dari Partai Golkar itu.

"Sehingga manakala ada pergantian kepala negara itu blueprint-nya sama, sehingga tidak memulai lagi dari bawah. Dengan demikian diharapkan pembangunan ekonomi kita bisa cepat," ucap Bambang.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

KPK Ancam Pidana Pihak yang Halangi Penyidikan Gus Muhdlor

KPK Ancam Pidana Pihak yang Halangi Penyidikan Gus Muhdlor

Nasional
195.917 Visa Jemaah Haji Indonesia Sudah Terbit

195.917 Visa Jemaah Haji Indonesia Sudah Terbit

Nasional
Sukseskan Perhelatan 10th World Water Forum, BNPT Adakan Asesmen dan Sosialisasi Perlindungan Objek Vital di Bali

Sukseskan Perhelatan 10th World Water Forum, BNPT Adakan Asesmen dan Sosialisasi Perlindungan Objek Vital di Bali

Nasional
Penyidik KPK Enggan Terima Surat Ketidakhadiran Gus Muhdlor

Penyidik KPK Enggan Terima Surat Ketidakhadiran Gus Muhdlor

Nasional
Di Puncak Hari Air Dunia Ke-32, Menteri Basuki Ajak Semua Pihak Tingkatkan Kemampuan Pengelolaan Air

Di Puncak Hari Air Dunia Ke-32, Menteri Basuki Ajak Semua Pihak Tingkatkan Kemampuan Pengelolaan Air

Nasional
Ketum PGI Tagih Janji SBY dan Jokowi untuk Selesaikan Masalah Papua

Ketum PGI Tagih Janji SBY dan Jokowi untuk Selesaikan Masalah Papua

Nasional
Gus Muhdlor Kirim Surat Absen Pemeriksaan KPK, tetapi Tak Ada Alasan Ketidakhadiran

Gus Muhdlor Kirim Surat Absen Pemeriksaan KPK, tetapi Tak Ada Alasan Ketidakhadiran

Nasional
PPP Minta MK Beri Kebijakan Khusus agar Masuk DPR meski Tak Lolos Ambang Batas 4 Persen

PPP Minta MK Beri Kebijakan Khusus agar Masuk DPR meski Tak Lolos Ambang Batas 4 Persen

Nasional
Sidang Sengketa Pileg Kalteng Berlangsung Kilat, Pemohon Dianggap Tak Serius

Sidang Sengketa Pileg Kalteng Berlangsung Kilat, Pemohon Dianggap Tak Serius

Nasional
Pemerintahan Baru dan Tantangan Transformasi Intelijen Negara

Pemerintahan Baru dan Tantangan Transformasi Intelijen Negara

Nasional
Tegur Pemohon Telat Datang Sidang, Hakim Saldi: Kalau Terlambat Terus, 'Push Up'

Tegur Pemohon Telat Datang Sidang, Hakim Saldi: Kalau Terlambat Terus, "Push Up"

Nasional
KPK Sebut Keluarga SYL Sangat Mungkin Jadi Tersangka TPPU Pasif

KPK Sebut Keluarga SYL Sangat Mungkin Jadi Tersangka TPPU Pasif

Nasional
Timnas Kalah Lawan Irak, Jokowi: Capaian hingga Semifinal Layak Diapresiasi

Timnas Kalah Lawan Irak, Jokowi: Capaian hingga Semifinal Layak Diapresiasi

Nasional
Kunker ke Sumba Timur, Mensos Risma Serahkan Bansos untuk ODGJ hingga Penyandang Disabilitas

Kunker ke Sumba Timur, Mensos Risma Serahkan Bansos untuk ODGJ hingga Penyandang Disabilitas

Nasional
KPK Kembali Panggil Gus Muhdlor sebagai Tersangka Hari Ini

KPK Kembali Panggil Gus Muhdlor sebagai Tersangka Hari Ini

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com