Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Beda Sikap Fraksi di MPR soal Wacana Hidupkan GBHN

Kompas.com - 10/10/2019, 06:08 WIB
Kristian Erdianto,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Majelis Pemusyawaratan Rakyat (MPR) mulai mengkaji wacana menghidupkan kembali haluan negara sebagai pedoman pembangunan nasional yang berkesinambungan.

Wacana ini merupakan rekomendasi MPR periode 2014-2019 yang diteruskan ke periode selanjutnya.

Kendati demikian, suara fraksi-fraksi di MPR belum bulat. Dalam rekomendasi tersebut, Fraksi Partai Golkar, Demokrat dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) berpendapat wacana menghidupkan kembali haluan negara cukup dilakukan melalui penerbitan undang-undang.

Sementara fraksi lainnya menilai wacana tersebut harus dilakukan dengan mengamendemen UUD 1945.

Ketua MPR Bambang Soesatyo memastikan proses pembahasan wacana amendemen UUD 1945 akan dilakukan melalui tahap yang jelas, transparan dan melibatkan partisipasi publik.

Bambang memerintahkan Badan Pengkajian MPR untuk segera menyusun struktur pimpinan dan anggota.

Baca juga: Ketua MPR: Kita Tak Boleh Tabu Untuk Amendemen UUD 1945

Badan Pengkajian MPR nantinya akan bertugas menyamakan persepsi seluruh fraksi dan kelompok DPD terkait wacana amendemen.

"Pimpinan MPR akan menugaskan Badan Pengkajian MPR untuk menyamakan persepsi fraksi-fraksi yang ada dan kelompok DPD terhadap wacana amendemen terbatas UUD 45 dan melakukan kajian secepat mungkin," ujar Bambang saat memberikan keterangan seusai Rapat Pimpinan, di gedung Nusantara III, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (9/10/2019).

Tak Perlu Amendemen

Meski menyepakati pentingnya haluan negara, namun Fraksi Partai Demokrat tak sepakat dengan amendemen UUD 1945.

Ketua Fraksi Partai Demokrat di MPR Benny K. Harman berpendapat, wacana menghidupkan kembali haluan negara tidak perlu sampai mengamendemen 1945.

Menurut Benny, penambahan kewenangan agar MPR dapat menetapkan haluan negara bisa dilakukan melalui pembuatan undang-undang baru.

Wakil Ketua Komisi III DPR Benny Kabur Harman di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (6/7/2017)KOMPAS.com/Nabilla Tashandra Wakil Ketua Komisi III DPR Benny Kabur Harman di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (6/7/2017)
"Tidak perlu mengubah UUD Negara RI 1945 jika maksudnya hanya untuk menghidupkan GBHN. Jika hanya mau mengganti nama, cukup UU saja," ujar Benny kepada wartawan, Rabu (9/10/2019).

Baca juga: Demokrat: Belum Ada Alasan untuk Amendemen UUD 1945

Benny mengatakan, setelah era reformasi sebenarnya konsep GBHN masih tetap ada, namun dengan nama yang berbeda, yakni Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional.

Sistem ini merupakan pengganti dari GBHN dan mulai berlaku sejak 2005. Kemudian sistem tersebut dibagi dalam tahap perencanaan pembangunan dengan periode lima tahunan dan ditetapkan melalui undang-undang.

"Di era reformasi, negara kita juga punya GBHN dengan nama yang berbeda. Rencana Pembangunan Jangka Panjang, Menengah dan Pendek. Ada UU-nya. Sangat lengkap," kata Benny.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Bappilu PPP Sudah Dibubarkan, Nasib Sandiaga Ditentukan lewat Muktamar

Bappilu PPP Sudah Dibubarkan, Nasib Sandiaga Ditentukan lewat Muktamar

Nasional
Yusril Anggap Barang Bukti Beras Prabowo-Gibran di Sidang MK Tak Buktikan Apa-apa

Yusril Anggap Barang Bukti Beras Prabowo-Gibran di Sidang MK Tak Buktikan Apa-apa

Nasional
Panglima TNI Tegaskan Operasi Teritorial Tetap Dilakukan di Papua

Panglima TNI Tegaskan Operasi Teritorial Tetap Dilakukan di Papua

Nasional
TNI Kembali Pakai Istilah OPM, Pengamat: Cenderung Pakai Pendekatan Operasi Militer dalam Mengatasinya

TNI Kembali Pakai Istilah OPM, Pengamat: Cenderung Pakai Pendekatan Operasi Militer dalam Mengatasinya

Nasional
Tim Hukum Ganjar-Mahfud Tetap Beri Angka Nol untuk Perolehan Suara Prabowo-Gibran

Tim Hukum Ganjar-Mahfud Tetap Beri Angka Nol untuk Perolehan Suara Prabowo-Gibran

Nasional
Soal Bantuan Presiden, Kubu Ganjar-Mahfud: Kalau Itu Transparan, kenapa Tak Diumumkan dari Dulu?

Soal Bantuan Presiden, Kubu Ganjar-Mahfud: Kalau Itu Transparan, kenapa Tak Diumumkan dari Dulu?

Nasional
Minta MK Kabulkan Sengketa Hasil Pilpres, Kubu Anies: Kita Tidak Rela Pemimpin yang Terpilih Curang

Minta MK Kabulkan Sengketa Hasil Pilpres, Kubu Anies: Kita Tidak Rela Pemimpin yang Terpilih Curang

Nasional
Mardiono Jajaki Pertemuan dengan Prabowo Setelah Putusan MK

Mardiono Jajaki Pertemuan dengan Prabowo Setelah Putusan MK

Nasional
Mardiono Sebut Ada Ajakan Informal dari PAN dan Golkar Gabung ke Koalisi Prabowo-Gibran

Mardiono Sebut Ada Ajakan Informal dari PAN dan Golkar Gabung ke Koalisi Prabowo-Gibran

Nasional
Jokowi Bertemu Bos Apple di Istana Besok Pagi, Akan Bahas Investasi

Jokowi Bertemu Bos Apple di Istana Besok Pagi, Akan Bahas Investasi

Nasional
Otto Hasibuan Sebut Kubu Anies dan Ganjar Tak Mau Tahu dengan Hukum Acara MK

Otto Hasibuan Sebut Kubu Anies dan Ganjar Tak Mau Tahu dengan Hukum Acara MK

Nasional
Sekjen PDI-P Ungkap Bupati Banyuwangi Diintimidasi, Diperiksa Polisi 6 Jam

Sekjen PDI-P Ungkap Bupati Banyuwangi Diintimidasi, Diperiksa Polisi 6 Jam

Nasional
Menteri ESDM Jelaskan Dampak Konflik Iran-Israel ke Harga BBM, Bisa Naik Luar Biasa

Menteri ESDM Jelaskan Dampak Konflik Iran-Israel ke Harga BBM, Bisa Naik Luar Biasa

Nasional
Jawab PAN, Mardiono Bilang PPP Sudah Akui Kemenangan Prabowo-Gibran

Jawab PAN, Mardiono Bilang PPP Sudah Akui Kemenangan Prabowo-Gibran

Nasional
Kubu Anies-Muhaimin: Ada Fakta Tak Terbantahkan Terjadi Nepotisme Gunakan Lembaga Kepresidenan

Kubu Anies-Muhaimin: Ada Fakta Tak Terbantahkan Terjadi Nepotisme Gunakan Lembaga Kepresidenan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com