Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPK Tuntaskan Penyidikan Tiga Kasus yang Menjerat Adik Ratu Atut

Kompas.com - 08/10/2019, 18:48 WIB
Ardito Ramadhan,
Fabian Januarius Kuwado

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menyelesaikan proses penyidikan tiga kasus yang melibatkan adik mantan Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah, Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan, Selasa (8/10/2019) hari ini.

"Hari ini, Penyidik KPK telah menyerahkan tersangka dan berkas tiga perkara ke penuntutan (tahap II)," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah dalam keterangan tertulis, Selasa sore.

Kasus pertama, yaitu dugaan korupsi dalam pengadaan alat Kesehatan kedokteran umum Puskesmas Kota Tangerang Selatan Tahun Anggaran 2012.

Kedua, dugaan korupsi dalam pengadaan sarana dan prasanara kesehatan di Lingkungan Pemprov Banten Tahun 2011-2013. Ketiga, dugaan tindak pidana pencucian uang.

Baca juga: Sejak Berdiri, KPK Sudah Memproses 119 Kepala Daerah Tersangka Korupsi

Febri mengungkapkan, proses penyidikan terhadap Wawan berlangsung cukup lama, yaitu sejak 2013 di mana Wawan ditetapkan sebagai tersangka kasus TPPU hingga 2019.

Sebanyak 553 saksi telah diperiksa dalam proses penyidikan tersebut. Adapun Wawan telah diperiksa sebanyak 23 kali sepanjang proses penyidikan kasus TPPU.

Febri menyebut, tiga kasus yang menjerat Wawan merupakan pengembangan dari operasi tangkap tangan terhadap mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar terkair sengketa Pilkada Lebak.

"Penyidikan ini membutuhkan waktu sekitar 5 tahun karena tim harus mengidentifikasi secara rinci proyek-proyek yang dikerjakan, dugaan keuntungan yang didapatkan secara tidak semestinya, aliran dana, penelusuran aset yang berada di sejumlah lokasi dan kerjasama lintas negara," ujar Febri.

"Sehingga OTT tidak bisa dilihat hanya pada barang bukti yang ada pada saat kegiatan dilakukan, karena OTT justru bisa menjadi kotak pandora untuk menguak korupsi yang lebih besar," lanjut dia.

Baca juga: Teman Dekat Akil Mochtar Didakwa Ikut Melakukan Pencucian Uang

Febri menjelaskan, uang Rp 1 miliar yang digunakan oleh Wawan untuk menyuap Akil Mochtar berasal perusahaan miliknya, yakni PT Bali Pasific Pragama.

Hasil penelusuran KPK menunjukkan bahwa Wawan melalui PT Bali Pasific Pragama dan perusahaa terafiliasinya telah mendapatkan 1.105 kontrak pengadaan barang dan jasa di Provinsi Banten sejak 2006 hingga 2013 dengan total nilai kontrak kurang lebih sebesar Rp 6 triliun.

Rencananya, persidangan direncanakan akan dilakukan di Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat. 

 

Kompas TV Ratusan warga dalam video amatir yang sempat viral ini ramai diperbincangkan beberapa waktu lalu pasca kebakaran hutan di wilayah Kecamatan Cengal, Kabupaten Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan. Kedatangan ratusan warga di wilayah bekas kebakaran hutan dan lahan gambut ini tidak lain untuk mencarai peninggalan benda bersejarah. Foto yang kami tampilkan ini merupakan foto yang juga sempat viral menerangkan penemuan penemuan dari hasil pencarian benda bersejarah oleh warga. Melihat fenomena ini di tengah tengah masyarakat pihak Kepolisian Resor Ogan Komering Ilir turun ke wilayah tempat warga mencari emas peninggalan bersejarah. Hasil dari penelusuran pihak kepolisian beberapa warga di lokasi belum pernah melihat emas hasil temuan warga. Mereka datang hanya karena mendengar desas desus. Pihak kepolisian juga mengimbau agar tidak ada lagi warga yang datang ke lokasi. #HartaSriwijaya #HartaKarun #Sriwijaya
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

Nasional
Prabowo Dinilai Bisa Bentuk 'Presidential Club', Tantangannya Ada di Megawati

Prabowo Dinilai Bisa Bentuk "Presidential Club", Tantangannya Ada di Megawati

Nasional
Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Nasional
Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Nasional
[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk 'Presidential Club' | PDI-P Sebut Jokowi Kader 'Mbalelo'

[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk "Presidential Club" | PDI-P Sebut Jokowi Kader "Mbalelo"

Nasional
Kualitas Menteri Syahrul...

Kualitas Menteri Syahrul...

Nasional
Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang 'Toxic' ke Pemerintahan

Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang "Toxic" ke Pemerintahan

Nasional
Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Nasional
Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Nasional
Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Nasional
Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Nasional
Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Nasional
Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com