Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Komnas Perempuan Sebut RUU PKS sebagai Pelengkap RKUHP

Kompas.com - 01/10/2019, 16:56 WIB
Christoforus Ristianto,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Komnas Perempuan Azriana Manalu menyangsikan penundaan Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) yang ditunda hanya karena penundaan pengesahan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP).

Menurut Azriana, RUU PKS justru menjawab dan melengkapi pasal-pasal yang belum tercakup dalam RKUHP.

"Justru RUU PKS ini ingin menjawab keterbatasan RKUHP. Sekarang RKUHP ini ditunda, sementara RUU PKS yang ingin menjawab keterbatasan RKUHP. Seharusnya RUU PKS bisa diwujudkan untuk keadilan korban," ungkap Azriana dalam konferensi pers di Komnas Perempuan, Selasa (1/10/2019).

Baca juga: Komnas Perempuan Desak DPR Baru Masukkan RUU PKS dalam Prolegnas Prioritas

Ia mencontohkan, Pasal 11 RUU PKS menyebutkan sembilan macam bentuk kekerasan seksual, termasuk di dalamnya pemaksaan perkawinan.

"Dalam KUHP yang berlaku sekarang, materi tersebut belum merupakan delik pidana," imbuhnya.

RKUHP yang diniatkan untuk menggantikan KUHP lama, lanjut Azriana, justru memiliki pasal-pasal semakin mengkriminalisasi perempuan.

"Pasal 417 RKUHP, misalnya, mendefinisikan persetubuhan di luar perkawinan sebagai tindak pidana. Meski hal ini merupakan delik aduan yang hanya bisa dilaporkan orangtua, suami, istri atau anak, namun ini dikhawatirkan bisa menciptakan ajang main hakim sendiri serta rentan menjadi kasus persekusi," tutur Azriana.

Azriana menambahkan, penundaan pengesahan RUU P-KS jelas berdampak pada berlanjutnya kerentanan masyarakat terhadap kekerasan seksual, terhambatnya pemulihan, dan pemenuhan rasa adil bagi korban, serta menguatnya impunitas pelaku kekerasan seksual.

"Selama tiga tahun penundaan pembahasan RUU P-KS juga telah terjadi 16.943 kasus kekerasan seksual. Artinya, jika terus ditunda, akan semakin banyak korban," pungkasnya.

Wakil Ketua Komisi VIII DPR Ace Hasan Syadzily menilai RUU P-KS berkaitan erat dengan RKUHP.

Karenanya, pengesahan RUU P-KS juga akan mengikuti pengesahan RKUHP yang tertunda.

Baca juga: Komnas Perempuan: Tak Relevan Tunda RUU PKS Gara-gara RKUHP Belum Disahkan

"Kita menyepakati untuk perspektif korban terkait dengan payung hukum bagi tindak pidana kekerasan seksual pada prinsipnya kami sepakati. Namun kita harus menyesuaikan dengan semangat dari atau hal yang diatur dalan terutama UU induknya yaitu RUU KUHP," ujar Ace di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (26/9/2019).

"Namun kita tahu bahwa RKUHP sampai saat ini kan sesungguhnya belum disahkan sebagai payung atau induk dari tindak pidana seperti kekerasan seksual," lanjut dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
 PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com