JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Marwan Dasopang memastikan, Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) tidak dapat disahkan pada periode 2014-2019 ini.
Menurut Marwan, pembahasan RUU yang diinisiasi 2017 lalu ini akan dilakukan pada periode 2019-2024.
"Ya tidak mungkin dong (selesai periode ini). Enggak mungkin lagi," ujar Marwan saat ditemui seusai Rapat Panita Kerja (Panja) RUU PKS di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (25/9/2019).
Baca juga: Giliran Emak-emak Geruduk Kantor DPRD Sumsel Tolak RUU PKS
Meski demikian, dalam Rapat Panja itu sendiri, DPR dan pemerintah sepakat untuk membentuk Tim Perumus (Timus) demi membahas RUU PKS.
Tim Perumus bertugas membahas seluruh daftar inventarisasi masalah dan seluruh pasal dalam draf RUU.
Kendati telah dibentuk, namun masa kerja Tim Perumus baru akan dimulai pada periode 2019-2024 mendatang.
"Sekarang (di periode ini) kesimpulannya tadi sudah ada kesepahaman untuk mmbentuk Timus," ucap Marwan yang juga menjadi Ketua Tim Panja RUU PKS.
Marwan mengatakan, Tim Perumus nantinya akan merumuskan perbandingan antara ketentuan pidana dalam RUU PKS dengan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP).
Baca juga: Kekeliruan Memahami RUU PKS, Dianggap Liberal dan Tak Sesuai Agama
Sebab, ada pasal mengenai tindak pidana kekerasan seksual yang juga diatur dalam RKUHP, yaitu pemerkosaan dan pemaksaan aborsi.
Dengan begitu, bobot pemidanaan dalam RUU PKS dapat selaras dengan ketentuan dalam RKUHP.
"Itu kesepakatannya tadi. Sehingga nanti kita bila membuat ini sebagai UU lex specialis kita menambah pembobotan pidananya di mana," kata Marwan.
Di sisi lain, terdapat tiga pengelompokkan masalah dalam draf yang tidak perlu dibahas oleh Timus, yakni bab pencegahan, perlindungan dan rehabilitasi.
"Tiga bab sudah tidak ada masalah. Pencegahan, perlindungan dan rehabilitasi. Sudah disepakati tidak diutak-atik lagi," ujar dia.