Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Komnas Perempuan Desak DPR Baru Masukkan RUU PKS dalam Prolegnas Prioritas

Kompas.com - 01/10/2019, 15:03 WIB
Christoforus Ristianto,
Bayu Galih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) mendesak Badan Legislasi DPR RI 2019-2024 untuk menetapkan Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) masuk dalam Program Legislasi Nasional Prioritas Tahun 2020.

RUU PKS tidak dapat disahkan pada periode 2014-2019. Pembahasan RUU yang diinisiasi pada 2017 ini akan dilakukan pada periode 2019-2024.

"Komnas Perempuan mendesak DPR RI periode yang baru untuk menetapkan RUU PKS yang ditunda untuk masa persidangan tahun 2020 atau masuk dalam Prolegnas Prioritas Tahun 2020," ujar Ketua Komnas Perempuan Azriana dalam konferensi pers di kantor Komnas Perempuan, Jakarta, Selasa (1/10/2019).

Azriana menambahkan, pihaknya juga mendorong Badan Musyawarah DPR periode baru agar menetapkan RUU PKS dibahas oleh panitia khusus lintas komisi.

Baca juga: Komnas Perempuan Minta DPR Bikin Pansus Lintas Komisi Rampungkan RUU PKS

Pasalnya, isu kekerasan seksual bukan semata isu perempuan, melainkan isu lintas sejumlah komisi terkait.

"Namun jika tidak memungkinkan dibahas lintas komisi, maka RUU PKS sebaiknya dibahas oleh komisi yang membidangi hukum dan HAM," kata dia.

Dorongan dan desakan tersebut, lanjutnya, bertolak dari kinerja anggota DPR periode 2014-2019, khususnya panitia kerja RUU PKS, yang belum merampungkan RUU prioritas tersebut.

Penundaan ini menyebabkan pemenuhan hak korban kekerasan seksual masih belum terpenuhi.

Baca juga: Ketua DPR Pastikan RUU PKS Tak Disahkan pada Periode ini

Azriana menambahkan, penundaan pengesahan RUU PKS jelas berdampak pada berlanjutnya kerentanan masyarakat terhadap kekerasan seksual, terhambatnya pemulihan, dan pemenuhan rasa adil korban, serta menguatnya impunitas pelaku kekerasan seksual.

"Selama tiga tahun penundaan pembahasan RUU P-KS juga telah terjadi 16.943 kasus kekerasan seksual. Artinya, jika terus ditunda, akan semakin banyak korban," tuturnya.

Diketahui, Wakil Ketua Komisi VIII DPR Ace Hasan Syadzily menilai RUU PKS berkaitan erat dengan Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP).

Karenanya, pengesahan RUU PKS juga akan mengikuti pengesahan RKUHP yang tertunda.

"Kami menyepakati untuk perspektif korban terkait dengan payung hukum bagi tindak pidana kekerasan seksual pada prinsipnya kami sepakati. Namun kita harus menyesuaikan dengan semangat dari atau hal yang diatur dalan terutama UU induknya yaitu RUU KUHP," ujar Ace di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (26/9/2019).

"Kita tahu bahwa RKUHP sampai saat ini kan sesungguhnya belum disahkan sebagai payung atau induk dari tindak pidana seperti kekerasan seksual," kata dia.

Baca juga: Politisi Golkar: Penundaan Pengesahan RUU PKS Erat Kaitannya dengan RKUHP

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Minta MK Urai Persoalan pada Pilpres 2024, Sukidi: Seperti Disuarakan Megawati

Minta MK Urai Persoalan pada Pilpres 2024, Sukidi: Seperti Disuarakan Megawati

Nasional
PPATK Bakal Tindaklanjuti Informasi Jokowi soal Indikasi Pencucian Uang lewat Aset Kripto Rp 139 Triliun

PPATK Bakal Tindaklanjuti Informasi Jokowi soal Indikasi Pencucian Uang lewat Aset Kripto Rp 139 Triliun

Nasional
Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Koarmada I Siapkan KRI Halasan untuk Tembak Rudal Exocet

Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Koarmada I Siapkan KRI Halasan untuk Tembak Rudal Exocet

Nasional
Yusril: Tak Ada Bukti Kuat Kubu Prabowo-Gibran Curang di Pilpres 2024

Yusril: Tak Ada Bukti Kuat Kubu Prabowo-Gibran Curang di Pilpres 2024

Nasional
Hakim MK Diminta Selamatkan Konstitusi lewat Putusan Sengketa Pilpres 2024

Hakim MK Diminta Selamatkan Konstitusi lewat Putusan Sengketa Pilpres 2024

Nasional
MK Bakal Unggah Dokumen 'Amicus Curiae' agar Bisa Diakses Publik

MK Bakal Unggah Dokumen "Amicus Curiae" agar Bisa Diakses Publik

Nasional
PSI Punya 180 Anggota DPRD, Kaesang: Modal Baik untuk Pilkada

PSI Punya 180 Anggota DPRD, Kaesang: Modal Baik untuk Pilkada

Nasional
Polri Sebut 8 Teroris yang Ditangkap di Sulteng Pernah Latihan Paramiliter di Poso

Polri Sebut 8 Teroris yang Ditangkap di Sulteng Pernah Latihan Paramiliter di Poso

Nasional
MK Kirim Surat Panggilan untuk Hadiri Pembacaan Putusan Sengketa Pilpres 2024

MK Kirim Surat Panggilan untuk Hadiri Pembacaan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Putusan MK Soal Sengketa Pilpres 2024 Dinilai Bakal Tunjukan Apakah Indonesia Masih Negara Hukum

Putusan MK Soal Sengketa Pilpres 2024 Dinilai Bakal Tunjukan Apakah Indonesia Masih Negara Hukum

Nasional
Daftar Aset Mewah Harvey Moeis yang Disita Kejagung dalam Kasus Dugaan Korupsi Timah

Daftar Aset Mewah Harvey Moeis yang Disita Kejagung dalam Kasus Dugaan Korupsi Timah

Nasional
Hanya Pihak Berkepentingan yang Boleh Hadir di Sidang Putusan Sengketa Pilpres

Hanya Pihak Berkepentingan yang Boleh Hadir di Sidang Putusan Sengketa Pilpres

Nasional
Soal Maju Kembali di Pilkada Jateng, Sudirman Said: Kan Sudah Pernah

Soal Maju Kembali di Pilkada Jateng, Sudirman Said: Kan Sudah Pernah

Nasional
FPI, PA 212, dan GNPF Ulama Dukung Hakim MK Bikin Putusan yang Seadil-adilnya

FPI, PA 212, dan GNPF Ulama Dukung Hakim MK Bikin Putusan yang Seadil-adilnya

Nasional
Bantah Putusan Bocor, MK: Rapat Hakim Masih sampai Minggu

Bantah Putusan Bocor, MK: Rapat Hakim Masih sampai Minggu

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com