JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) mendesak Badan Legislasi DPR RI 2019-2024 untuk menetapkan Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) masuk dalam Program Legislasi Nasional Prioritas Tahun 2020.
RUU PKS tidak dapat disahkan pada periode 2014-2019. Pembahasan RUU yang diinisiasi pada 2017 ini akan dilakukan pada periode 2019-2024.
"Komnas Perempuan mendesak DPR RI periode yang baru untuk menetapkan RUU PKS yang ditunda untuk masa persidangan tahun 2020 atau masuk dalam Prolegnas Prioritas Tahun 2020," ujar Ketua Komnas Perempuan Azriana dalam konferensi pers di kantor Komnas Perempuan, Jakarta, Selasa (1/10/2019).
Azriana menambahkan, pihaknya juga mendorong Badan Musyawarah DPR periode baru agar menetapkan RUU PKS dibahas oleh panitia khusus lintas komisi.
Baca juga: Komnas Perempuan Minta DPR Bikin Pansus Lintas Komisi Rampungkan RUU PKS
Pasalnya, isu kekerasan seksual bukan semata isu perempuan, melainkan isu lintas sejumlah komisi terkait.
"Namun jika tidak memungkinkan dibahas lintas komisi, maka RUU PKS sebaiknya dibahas oleh komisi yang membidangi hukum dan HAM," kata dia.
Dorongan dan desakan tersebut, lanjutnya, bertolak dari kinerja anggota DPR periode 2014-2019, khususnya panitia kerja RUU PKS, yang belum merampungkan RUU prioritas tersebut.
Penundaan ini menyebabkan pemenuhan hak korban kekerasan seksual masih belum terpenuhi.
Baca juga: Ketua DPR Pastikan RUU PKS Tak Disahkan pada Periode ini
Azriana menambahkan, penundaan pengesahan RUU PKS jelas berdampak pada berlanjutnya kerentanan masyarakat terhadap kekerasan seksual, terhambatnya pemulihan, dan pemenuhan rasa adil korban, serta menguatnya impunitas pelaku kekerasan seksual.
"Selama tiga tahun penundaan pembahasan RUU P-KS juga telah terjadi 16.943 kasus kekerasan seksual. Artinya, jika terus ditunda, akan semakin banyak korban," tuturnya.
Diketahui, Wakil Ketua Komisi VIII DPR Ace Hasan Syadzily menilai RUU PKS berkaitan erat dengan Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP).
Karenanya, pengesahan RUU PKS juga akan mengikuti pengesahan RKUHP yang tertunda.
"Kami menyepakati untuk perspektif korban terkait dengan payung hukum bagi tindak pidana kekerasan seksual pada prinsipnya kami sepakati. Namun kita harus menyesuaikan dengan semangat dari atau hal yang diatur dalan terutama UU induknya yaitu RUU KUHP," ujar Ace di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (26/9/2019).
"Kita tahu bahwa RKUHP sampai saat ini kan sesungguhnya belum disahkan sebagai payung atau induk dari tindak pidana seperti kekerasan seksual," kata dia.
Baca juga: Politisi Golkar: Penundaan Pengesahan RUU PKS Erat Kaitannya dengan RKUHP
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.