Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 01/10/2019, 14:08 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Partai koalisi pengusung Joko Widodo-Ma'ruf Amin meminta Presiden menjadikan penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) menjadi pilihan terakhir dalam menyelesaikan polemik revisi Undang-undang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Hal itu diungkapkan Sekjen PPP Arsul Sani. Ia mengatakan hal tersebut merupakan salah satu saran yang disampaikan para ketua umum parpol saat bertemu Presiden Joko Widodo di Istana Kepresidenan, Bogor, Senin (30/9/2019).

"Kami tidak beri masukan secara spesifik. Hanya tentu partai politik menyampaikan bahwa opsi Perppu harus menjadi opsi paling terakhir karena ada opsi lainnya yang mesti dieksplor juga," kata Arsul di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (1/10/2019).

Baca juga: Kisah Feri Amsari Bertemu Jokowi dan Bicarakan Perppu, Presiden Bersama Rakyat atau Partai?

Ia menambahkan pilihan selain Perppu untuk menyelesaikan polemik ini ialah legislative review dan uji materi di Mahkamah Konstitusi (MK).

Bila menempuh mekanisme legislative review, pemerintah dan DPR akan kembali membahas Undang-undang KPK hasil revisi dengan DPR dan mengganti pasal sesuai dengan aspirasi masyarakat.

Sementara itu, Arsul mengatakan, saat ini juga tengah didaftarkan uji materi Undang-undang KPK hasil revisi di MK.

Baca juga: Anggota Komisi III: Belum Ada Komunikasi antara DPR dan Presiden soal Perppu KPK

Ia berharap Jokowi mendengar aspirasi dari parpol koalisi dalam menyikapi polemik Undang-undang KPK.

Menurut Arsul, suara parpol layak didengar lantaran pemilih Jokowi sebagian besar berasal dari konstituen parpol mereka.

"Harus ingat juga parpol merepresentasikan, mungkin suara parpol yang ada di Pak Jokowi 60 persen dari seluruh jumlah pemilih. Berarti 100 jutaan. Itu signifikan. Tidak mungkin rakyat mempercaykan parpol yang ada di parlemen kalau semua dianggap mengkhianati amanah rakyat," ujar Arsul.

"Kalau bicara representasi rakyat justru parpol punya dasar kebijakan mengklaim sebagai representasi rakyat yang jauh lebih kusut, lebih besar, karena sudah ada proses election," lanjut dia.

Kompas TV Agenda unjuk rasa mahasiswa agar presiden membatalkan undang-undang baru tentang komisi pemberantasan korupsi. Undang-undang ini disahkan Dewan Perwakilan Rakyat pada 17 September 2019 merevisi sejumlah kewenangan luas yang dimiliki KPK. <br /> Salah satunya, soal dewan pengawas yang bisa memberikan izin atau tidak untuk menyadap seorang yang dicurigai tengah merencanakan atau transaksi korupsi. Dewan ini dipilih presiden lewat panitia seleksi.<br /> <br /> Unjuk rasa memakan korban dua mahasiswa Universitas Halu Oleo Kendari dan satu pelajar sekolah teknik menengah (STM). #PerppuKPK #KPK #UnjukRasa
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.



Rekomendasi untuk anda
27th

Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!

Syarat & Ketentuan
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Verifikasi akun KG Media ID
Verifikasi akun KG Media ID

Periksa kembali dan lengkapi data dirimu.

Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.

Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com