Kepala Polri Jenderal Polisi Tito Karnavian menyebut, ada penumpang gelap dalam demonstrasi tersebut. Kelompok itu ingin menjatuhkan pemerintahan yang sah.
"Kelompok yang melakukan aksi-aksi ini semula murni dari adik-adik mahasiswa, ada pihak-pihak yang memanfaatkan, mengambil momentum ini untuk agenda tersendiri, bukan agenda (menolak) RUU," ujar Tito.
"Ada agenda politis yang tadi disebutkan Pak Menko Polhukam, yaitu untuk menjatuhkan pemerintah yang sah secara konstitusional," kata dia.
Baca juga: Kapolri: Rusuh di Sekitar DPR untuk Jatuhkan Pemerintah yang Sah
Ada beberapa temuan kepolisian yang mengarahkan pada kesimpulan tersebut.
Pertama, aksi unjuk rasa mahasiswa di depan Gedung DPR/MPR semula berlangsung damai dan elegan. Mahasiswa disebut menyampaikan pendapatnya dengan baik, yakni menolak RKUHP dan UU KPK hasil revisi.
Namun, begitu menjelang malam, demonstrasi damai itu berubah menjadi kerusuhan. Kondisi itu pun berlangsung hingga sehari setelahnya.
"Dalam dua hari terakhir berubah menjadi aksi anarkis yang ditandai dengan perusakan, pembakaran, penutupan jalan, penganiayaan petugas, pelemparan batu, penggunaan roket mercon dan molotov juga kami temukan," ujar Tito.
"Kami lihat ada semacam perubahan dua hari ini dari menggunakan cara damai menjadi cara-cara anarkis," tutur dia.
Baca juga: Jokowi Telepon Kapolri soal Kekerasan Polisi Terhadap Demonstran
Kedua, dari hal pertama tadi, ditemukan fakta bahwa demonstran mempersiapkan diri dengan senjata yang mematikan.
Ketiga, polisi juga menangkap demonstran yang mengaku dibayar untuk mengikuti aksi unjuk rasa itu.
"Yang ditangkap juga sebagian di antaranya bukan mahasiswa, bukan juga pelajar. Mereka umumnya ini yang kalau ditanya aksi apa, soal RUU apa, mereka enggak mengerti," lanjut Tito.
Tito menyebut, dalam dua hari terakhir, lebih dari 200 demonstran ditangkap.