Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Retorika Penjegalan Pelantikan Presiden di Tengah Korban Mahasiswa yang Berjatuhan..

Kompas.com - 26/09/2019, 09:39 WIB
Ihsanuddin,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Sejumlah pejabat pemerintah menuding aksi unjuk rasa mahasiswa menolak revisi UU KPK dan revisi KUHP berpotensi ditunggangi.

Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly menilai aksi mahasiswa sudah ditunggangi pihak tertentu untuk kepentingan politik. Namun, Yasonna tak merinci siapa pihak tertentu yang dia maksud.

"Kami harus jelaskan dengan baik karena di luar sana sekarang ini isu dimanfaatkan untuk tujuan-tujuan politik," ujar Yasonna di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (24/9/2019).

Baca juga: Usai Bentrok dengan Polisi, Sebagian Mahasiswa Tarik Diri karena Aksinya Tak Mau Ditunggangi

"Saya berharap kepada para mahasiswa, kepada adik-adik, jangan terbawa oleh agenda-agenda politik yang enggak benar," kata politisi PDI-P itu. 

Ia menambahkan, DPR dan pemerintah juga telah memenuhi permintaan mereka menunda pembahasan RKUHP dan sejumlah RUU bermasalah lainnya.

Adapun terkait UU KPK yang baru saja direvisi DPR dan pemerintah, Yasonna menyatakan bahwa ada mekanisme hukum untuk menolaknya, yakni uji materi ke Mahkamah Konstitusi.

Ia memastikan Presiden tak akan menerbitkan Perppu untuk mencabut UU KPK.

Baca juga: Menkumham Yasonna Laoly Tuding Aksi Mahasiswa Ditunggangi

Menteri Koordinator bidang Politik Hukum dan Keamanan Wiranto juga khawatir demonstrasi ini ditunggangi pihak-pihak tertentu yang bisa berujung pada kerugian masyarakat. Ia mengimbau mahasiswa menyampaikan aspirasi dengan cara yang lebih elegan.

"Demo-demo seperti ini kan melelahkan, mengganggu ketentraman umum, mengganggu ketertiban dan juga hasilnya kurang bagus karena proses koordinasi, proses dialog itu enggak terjadi," kata dia. 

Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly mengikuti Rapat Kerja dengan Komisi III DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (17/9/2019). Rapat kerja membahas pengambilan keputusan tingkat satu mengenai RUU Pemasyarakatan yang direvisi dari UU Nomor 12 Tahun 1995. ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso/ama.ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly mengikuti Rapat Kerja dengan Komisi III DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (17/9/2019). Rapat kerja membahas pengambilan keputusan tingkat satu mengenai RUU Pemasyarakatan yang direvisi dari UU Nomor 12 Tahun 1995. ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso/ama.

Sementara itu, Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko khawatir demo ini ditunggangi untuk kepentingan politik menjegal pelantikan Jokowi-Ma'ruf Amin.

"Ada yang mengharapkan seperti itu," kata Moeldoko.

Dibantah Mahasiswa

Namun, perwakilan mahasiswa membantah aksi demonstrasi yang dilakukan ditunggangi oleh kepentingan politik tertentu.

Secara khusus, mereka menolak tuduhan bahwa demonstrasi dilakukan untuk melengserkan Presiden Jokowi atau berupaya menggagalkan pelantikannya.

Baca juga: Mahasiswa: Tuntutan Kami Jelas, Batalkan RKUHP dan UU KPK, Enggak Ada Lengserkan Jokowi

Selama ini, mahasiswa tak punya kepentingan selain menyuarakan aspirasi menolak revisi UU KPK, RKUHP, dan RUU bermasalah lainnya.

"Tuntutan kami jelas, RUU KPK dan RKUHP dibatalkan karena RUU itu bermasalah dan tidak sesuai dengan reformasi. Kan enggak ada tuntutan turunkan Jokowi," kata Ketua Senat Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Atma Jaya Jakarta Gregorius Anco.

Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah juga berharap Presiden Jokowi tidak perlu takut dengan adanya isu penjegalan pelantikan.

Baca juga: Fahri Hamzah Tak Yakin Ada Upaya Gagalkan Pelantikan Presiden

Ia meyakini isu tersebut tidak benar.

Pasalnya, pasangan Jokowi-Ma'ruf Amin sudah terpilih secara resmi sebagai pemenang Pilpres 2019. Selain itu, rival Presiden Jokowi, Prabowo Subianto, juga sudah menerima hasil Pilpres 2019 sesuai keputusan Mahkamah Konstitusi (MK).

"Harusnya kan itu sudah selesai. Dan karena itu Presiden tak perlu takut seolah ini dikaitkan dengan ada upaya menggagalkan pelantikan presiden, enggaklah," tutur dia.

Jangan Asal Tuduh

Putri Presiden keempat RI Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Yenny Wahid, meminta pemerintah tak asal menuduh aksi mahasiswa ditunggangi pihak tertentu.

Baca juga: Yenny Wahid: Pemerintah Jangan Sudutkan Mahasiswa Seolah Aksinya Ditunggangi

Apalagi tudingan tersebut seolah dihubung-hubungkan dengan ancaman terhadap pelantikan Presiden dan Wakil Presiden pada 20 Oktober.

"Oleh karena itu saya mengimbau kepada pemerintah agar tidak menggunakan retorika yang bisa dianggap menyudutkan mereka seolah-olah mereka mudah ditunggangi, melaksanakan aksi-aksi karena ada motif politik tertentu, itu harus dihindari retorika seperti itu," ujar Yenny saat ditemui di Hotel Sari Pacific, Jakarta, Rabu (25/9/2019).

Putri kedua Gus Dur, Yenny Wahid, datang ke meeting point pasangan capres dan cawapres nomor urut 01 Jokowi-Maruf dan ketum partai pendukung di Djakarta Theater, Rabu (17/4/2019). KOMPAS.com/JESSI CARINA Putri kedua Gus Dur, Yenny Wahid, datang ke meeting point pasangan capres dan cawapres nomor urut 01 Jokowi-Maruf dan ketum partai pendukung di Djakarta Theater, Rabu (17/4/2019).

"Tentu yang kita utamankan sikap mau mendengarkan aspirasi yang mereka suarakan. Baru dengan cara seperti itu mahasiswa dan pelajar bisa lebih reda lagi emosinya," lanjut dia.

Baca juga: Jelang Pelantikan Presiden dan DPR, Wiranto Minta Rakyat Jangan Mudah Terprovokasi

Ia menambahkan, mahasiswa yang berdemonstrasi kemarin murni menyuarakan aspirasinya tanpa digerakkan motif politik tertentu.

Hal itu terjadi lantaran elite politik baik pemerintah dan DPR tak pernah melibatkan mereka dalam pengambilan kebijakan.

Yenny menilai, puncak ketidakpuasan mahasiswa terjadi saat DPR memilih Pimpinan KPK yang dinilai cacat etik serta merevisi Undang-undang KPK dengan melemahkan lembaga antirasuah tersebut.

Baca juga: LBH Terima 50 Pengaduan, Ada Mahasiswa yang Hilang

Karena itu, Yenny meminta pemerintah bersikap bijak menanggapi demontrasi mahasiswa yang menolak Undang-undang KPK hasil revisi serta pengesahan Rancangan KUHP serta Pimpinan KPK yang dinilai bermasalah.

"Kami mengimbau pemerintah dan DPR dan seluruh elite politik di Indonesia agar berjiwa besar dalam menyikapi masukan yang telah diberikan mahasiswa dan berbagai elemen masyarakat lainnya," ucap Yenny.

Baca juga: INFOGRAFIK: Kronologi Demo Mahasiswa di DPR hingga Data Korban Luka

Hingga Rabu (25//9/2019) dini hari, setidaknya 232 orang menjadi korban dari aksi demonstrasi yang berlangsung di berbagai daerah, mulai dari Jakarta, Bandung, Sumatera Selatan hingga Sulawesi Selatan tersebut.

Tak hanya dari kalangan mahasiswa saja yang terluka, sejumlah wartawan, masyarakat sipil dan aparat keamanan juga turut menjadi korban. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

KPK Ancam Pidana Pihak yang Halangi Penyidikan Gus Muhdlor

KPK Ancam Pidana Pihak yang Halangi Penyidikan Gus Muhdlor

Nasional
195.917 Visa Jemaah Haji Indonesia Sudah Terbit

195.917 Visa Jemaah Haji Indonesia Sudah Terbit

Nasional
Sukseskan Perhelatan 10th World Water Forum, BNPT Adakan Asesmen dan Sosialisasi Perlindungan Objek Vital di Bali

Sukseskan Perhelatan 10th World Water Forum, BNPT Adakan Asesmen dan Sosialisasi Perlindungan Objek Vital di Bali

Nasional
Penyidik KPK Enggan Terima Surat Ketidakhadiran Gus Muhdlor

Penyidik KPK Enggan Terima Surat Ketidakhadiran Gus Muhdlor

Nasional
Di Puncak Hari Air Dunia Ke-32, Menteri Basuki Ajak Semua Pihak Tingkatkan Kemampuan Pengelolaan Air

Di Puncak Hari Air Dunia Ke-32, Menteri Basuki Ajak Semua Pihak Tingkatkan Kemampuan Pengelolaan Air

Nasional
Ketum PGI Tagih Janji SBY dan Jokowi untuk Selesaikan Masalah Papua

Ketum PGI Tagih Janji SBY dan Jokowi untuk Selesaikan Masalah Papua

Nasional
Gus Muhdlor Kirim Surat Absen Pemeriksaan KPK, tetapi Tak Ada Alasan Ketidakhadiran

Gus Muhdlor Kirim Surat Absen Pemeriksaan KPK, tetapi Tak Ada Alasan Ketidakhadiran

Nasional
PPP Minta MK Beri Kebijakan Khusus agar Masuk DPR meski Tak Lolos Ambang Batas 4 Persen

PPP Minta MK Beri Kebijakan Khusus agar Masuk DPR meski Tak Lolos Ambang Batas 4 Persen

Nasional
Sidang Sengketa Pileg Kalteng Berlangsung Kilat, Pemohon Dianggap Tak Serius

Sidang Sengketa Pileg Kalteng Berlangsung Kilat, Pemohon Dianggap Tak Serius

Nasional
Pemerintahan Baru dan Tantangan Transformasi Intelijen Negara

Pemerintahan Baru dan Tantangan Transformasi Intelijen Negara

Nasional
Tegur Pemohon Telat Datang Sidang, Hakim Saldi: Kalau Terlambat Terus, 'Push Up'

Tegur Pemohon Telat Datang Sidang, Hakim Saldi: Kalau Terlambat Terus, "Push Up"

Nasional
KPK Sebut Keluarga SYL Sangat Mungkin Jadi Tersangka TPPU Pasif

KPK Sebut Keluarga SYL Sangat Mungkin Jadi Tersangka TPPU Pasif

Nasional
Timnas Kalah Lawan Irak, Jokowi: Capaian hingga Semifinal Layak Diapresiasi

Timnas Kalah Lawan Irak, Jokowi: Capaian hingga Semifinal Layak Diapresiasi

Nasional
Kunker ke Sumba Timur, Mensos Risma Serahkan Bansos untuk ODGJ hingga Penyandang Disabilitas

Kunker ke Sumba Timur, Mensos Risma Serahkan Bansos untuk ODGJ hingga Penyandang Disabilitas

Nasional
KPK Kembali Panggil Gus Muhdlor sebagai Tersangka Hari Ini

KPK Kembali Panggil Gus Muhdlor sebagai Tersangka Hari Ini

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com