Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Selain ke MK, Surpres Pembahasan Revisi UU KPK Akan Digugat ke PTUN

Kompas.com - 18/09/2019, 23:30 WIB
Christoforus Ristianto,
Bayu Galih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Eksekutif Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Fakultas Hukum Universitas Andalas, Feri Amsari menyatakan, pihaknya bersama koalisi masyarakat sipil akan mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) terkait surat presiden (surpres) yang hanya menunjuk menteri tanpa melibatkan KPK dalam pembahasan revisi UU KPK.

Pengesahan revisi UU KPK itu dilakukan dalam rapat paripurna di DPR pada Selasa (17/9/2019).

Menurut Feri, ada tiga langkah yang akan dilakukan. Pertama, mengajukan gugatan ke PTUN.

"Kami mempermasalahkan pilihan Presiden yang menunjuk Menteri Hukum dan HAM serta Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi membahas revisi UU KPK," kata Feri saat ditemui dalam diskusi bertajuk "Menatap Pemberantasan Korupsi dengan UU Revisi" di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (18/9/2019).

Menurut Feri, Koalisi mempermasalahkan tidak dilibatkannya KPK dalam pembahasan.

"Padahal kan sudah dinyatakan dalam putusan MK bahwa KPK adalah bagian dari eksekutif, bagian dari pemerintah, jadi semestinya diikutsertakan," ujar dia.

Baca juga: Revisi UU KPK Disahkan, KPK Tetap Berupaya Temui Presiden

Diketahui, KPK merupakan bagian dari eksekutif berdasarkan Putusan MK Nomor 36/PUU-XV/2017.

"Pembahasan UU ini kan berkaitan langsung dengan KPK, kenapa tidak ditunjuk KPK-nya membahas revisi ini kalau memang bagian dari pemerintah. Nah, itu akan diuji di PTUN soal tindakan Presiden," ucapnya.

Selain itu, lanjutnya, koalisi masyarakat sipil juga akan mengajukan uji formil dan materi hasil revisi Undang-Undang tentang Komisi Pemberantasan Korupsi ke Mahkamah Konstitusi.

"Masyarakat sipil punya kedudukan hukum untuk mengajukan uji formil terkait prosedur pembentukan UU KPK dan uji materi atas pasal-pasal yang berdampak kepada masyarakat," ujar Feri.

Dia menjelaskan, ada sejumlah persoalan yang bisa digugat masyarakat sipil ke MK.

Ia mencontohkan, rangkaian prosedur yang semestinya diikuti DPR dan pemerintah, mulai dari pengusulan revisi hingga berujung rapat paripurna pengesahan, mengandung cacat hukum.

Dirinya menambahkan, Koalisi juga akan akan menggugat beberapa hal terkait hasil revisi UU KPK.

"Seperti rapat-rapat pembahasan revisi UU KPK yang dilakukan tertutup sehingga tidak memenuhi asas keterbukaan yang diatur dalam UU Nomor 11 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (PPP)," ucap Feri.

"Tak hanya itu, UU PPP mengatur rancangan UU, baik di DPR maupun Presiden, diajukan berdasarkan program legislasi nasional. Adapun revisi UU KPK saat diusulkan tidak masuk Prolegnas Prioritas Tahunan 2019. Revisi UU KPK hanya ada dalam prolegnas jangka menengah, 2014-2019," ujar dia.

Baca juga: Narasi Pro Revisi UU KPK Dinilai Masif dan Sistematis Dilakukan di Medsos

Sebelumnya, Koordinator Indonesia Corruption Watch ( ICW) Adnan Topan Husodo menuturkan, tak menutup kemungkinan pihaknya bersama Koalisi Masyarakat Sipil Kawal KPK akan menggugat revisi Undang-Undang tentang KPK yang disahkan DPR ke MK.

"Iya, produk undang-undang begitu jadi undang-undang, dia akan jadi subyek untuk digugat dalam judicial review ke Mahkamah Konstitusi, itu pasti. Dan memang ada arah ke sana kita mau melakukan judicial review itu," kata Adnan saat dihubungi, Selasa (17/9/2019).

Meski demikian, Adnan belum bisa menyampaikan secara rinci kapan pihaknya akan mengajukan permohonan uji materi tersebut ke MK. Sebab, ada syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam pengajuan permohonan ke MK.

"Kita harus siapkan substansinya, prosedurnya, legal standingnya, dan lain-lain. itu kan enggak bisa cepat dan butuh proses," ucapnya.

Diberitakan, pengesahan Undang-Undang KPK ini merupakan revisi atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK.

Perjalanan revisi ini berjalan sangat singkat. Sebab, DPR baru saja mengesahkan revisi UU KPK sebagai inisiatif DPR pada 6 September 2019.

Dengan demikian, hanya butuh waktu sekitar 11 hari hingga akhirnya UU KPK yang baru ini disahkan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Jokowi Tak Lagi Dianggap Kader, PDI-P: Loyalitas Sangat Penting

Jokowi Tak Lagi Dianggap Kader, PDI-P: Loyalitas Sangat Penting

Nasional
PPP Buka Peluang Usung Sandiaga jadi Cagub DKI

PPP Buka Peluang Usung Sandiaga jadi Cagub DKI

Nasional
Soal Jokowi dan PDI-P, Joman: Jangan karena Beda Pilihan, lalu Dianggap Berkhianat

Soal Jokowi dan PDI-P, Joman: Jangan karena Beda Pilihan, lalu Dianggap Berkhianat

Nasional
Surya Paloh Buka Peluang Nasdem Usung Anies pada Pilkada DKI

Surya Paloh Buka Peluang Nasdem Usung Anies pada Pilkada DKI

Nasional
Dukung Prabowo-Gibran, Surya Paloh Sebut Nasdem Belum Dapat Tawaran Menteri

Dukung Prabowo-Gibran, Surya Paloh Sebut Nasdem Belum Dapat Tawaran Menteri

Nasional
PKS: Pak Anies Sudah Jadi Tokoh Nasional, Kasih Kesempatan Beliau Mengantarkan Kader Kami Jadi Gubernur DKI

PKS: Pak Anies Sudah Jadi Tokoh Nasional, Kasih Kesempatan Beliau Mengantarkan Kader Kami Jadi Gubernur DKI

Nasional
Soal Bertemu Prabowo, Sekjen PKS: Tunggu Saja, Nanti Juga Kebagian

Soal Bertemu Prabowo, Sekjen PKS: Tunggu Saja, Nanti Juga Kebagian

Nasional
Prabowo Absen dalam Acara Halalbihalal PKS

Prabowo Absen dalam Acara Halalbihalal PKS

Nasional
Joman: Jokowi Dukung Prabowo karena Ingin Penuhi Perjanjian Batu Tulis yang Tak Dibayar Megawati

Joman: Jokowi Dukung Prabowo karena Ingin Penuhi Perjanjian Batu Tulis yang Tak Dibayar Megawati

Nasional
Langkah Mahfud Membersamai Masyarakat Sipil

Langkah Mahfud Membersamai Masyarakat Sipil

Nasional
5 Smelter Terkait Kasus Korupsi Timah yang Disita Kejagung Akan Tetap Beroperasi

5 Smelter Terkait Kasus Korupsi Timah yang Disita Kejagung Akan Tetap Beroperasi

Nasional
Deretan Mobil Mewah yang Disita dalam Kasus Korupsi Timah, 7 di Antaranya Milik Harvey Moeis

Deretan Mobil Mewah yang Disita dalam Kasus Korupsi Timah, 7 di Antaranya Milik Harvey Moeis

Nasional
[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

Nasional
Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com