JAKARTA, KOMPAS.com - Mahkamah Konstitusi (MK) diharapkan bisa secepatnya merampungkan uji materi perbaikan terhadap Undang-undang Nomor 10 tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada).
Diketahui, Ketua Bawaslu Provinsi Sumatera Barat Surya Efitrimen, Ketua Bawaslu Kota Makassar Nursari, dan Ketua Bawaslu Kabupaten Ponorogo Sulung Muna Rimbawan mengajukan uji materi UU Pilkada.
Kuasa hukum pemohon, Veri Junaidi, menyatakan, pihaknya berharap uji materi UU Pilkada bisa segera diputuskan agar pelaksanaan Pilkada 2020 bisa berjalanan secara konstitusional.
"Mesti ada tindakan segera lewat putusan uji materi ini. Kami berharap MK bisa segera memutuskan karena persoalan UU Pilkada ini bisa dipermasalahkan ke depan jika tak diperbaiki," kata Veri di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Selasa (17/9/2019).
Baca juga: Perludem Sarankan Revisi UU Pilkada Terbatas untuk Atur Pencalonan Eks Koruptor
Veri melontarkan, poin utama yang diuji materi adalah terkait lembaga Panwas Kabupaten/Kota.
"Pembentukan Panwas Kabupaten/Kota dinilai sudah tidak relevan karena saat ini sudah ada Bawaslu Kabupaten/Kota. Panwas bersifat adhoc atau sementara, sedangkan Bawaslu adalah badan yang permanen. Lembaganya sudah terbentuk sejak pemilu 2019," ujar Veri.
Diketahui, berdasarkan UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada, pengawas pemilihan adalah badan ad hoc bernama panitia pengawas.
Baca juga: KPU Sebut Larangan Eks Koruptor Nyalon Idealnya Diatur di UU Pilkada
Ketentuan ini berbeda dengan UU nomor 7/2017 tentang Pemilu yang mengatur pengawasan pemilihan adalah Bawaslu yang dibentuk secara permanen hingga kabupaten/kota.
Adapun pelaksanaan Pilkada serentak 2020 mengacu pada UU Pilkada sehingga pembentukan lembaga pengawas harus diulang, berikut perekrutan anggotanya.
"Kemudian soal keanggotaan, di mana jumlahnya maksimal tiga orang. Padahal Bawaslu Kabupaten/Kota banyak yang anggotanya lima orang. Pun demikian dengan Bawaslu Provinsi sehingga Ketua Bawaslu Provinsi Sumatera Barat merasa perlu untuk menggugat mengingat anggota Bawaslu Provinsi di Pemilu 2019 adalah 5-7 orang, bukan tiga orang," jelas Veri.
Baca juga: KPU Minta Revisi UU Pilkada Tak Dilakukan Saat Tahapan Sudah Dimulai
Menurutnya, salah satu dampak jika UU Pilkada tak diperbaiki adalah pada penyelesaian naskah perjanjian hibah daerah atau NPHD sebagai dasar pembiayaan pelaksanaan pilkada oleh pemerintah daerah.
"Persoalan soal Panwaslu ini sebenarnya sederhana. Namun, jika tak diperbaiki, akan menghambat penyusunan NPHD yang harus sudah selesai pada tahapan awal pembentukan regulasi dan pendaftaran pemilih," imbuhnya.
"NPHD yang akan menjadi dasar pembiayaan pilkada di setiap daerah seharusnya sudah tidak lagi menjadi persoalan. Belum adanya kesepakatan itu cenderung menimbulkan ketidakpastian hukum," sambungnya kemudian.
Baca juga: Untuk Ganti Calon Kepala Daerah, Demokrat Anggap Pemerintah Lebih Baik Revisi UU Pilkada
Untuk itu, ia berharap uji materi UU Pilkada bisa segera diputus oleh MK.
Diakui Veri, berdasarkan rekam jejak kinerja MK, lembaga tersebut mampu dengan cepat memutus uji materi sehingga dirinya yakin dalam tiga bulan bisa dirampungkan.