Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Pak Jokowi Salah Berhitung soal Tidak Ada Beban di Periode Kedua..."

Kompas.com - 16/09/2019, 08:54 WIB
Deti Mega Purnamasari,
Fabian Januarius Kuwado

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Presiden Joko Widodo dinilai salah berhitung soal ketiadaan beban di periode kedua masa kepemimpinannya.

Akibatnya, saat ini Jokowi dinilai sedang terjebak oleh jebakan politik di masa transisi dari periode 2014-2019 ke 2019-2024.

"Pak Jokowi salah berhitung soal tidak ada beban di periode kedua. Nyatanya pascapilpres Pak Jokowi justru menghadapi beban politik yang berat karena harus mengkonsolidasikan kekuasaannya. Di sinilah Pak Jokowi sedang terjebak," kata Direktur Eksekutif PARA Syndicate Ari Nurcahyo kepada Kompas.com, Senin (16/9/2019).

Baca juga: DPR-Pemerintah Bahas 29 Poin Revisi UU KPK yang Berpotensi Melemahkan

Pada periode kedua ini, kata dia, di atas kertas Jokowi memang sudah tidak ada beban. Namun beban itu justru ada di panggung politik yang riil, karena Jokowi berhadapan dengan residu-residu politik pascapilpres.

Antara lain, masalah Papua yang memerlukan penanganan serius, agenda pemberantasan korupsi baik seleksi calon pimpinan KPK maupun revisi UU KPK, masalah kebakaran hutan dan lahan serta isu-isu lainnya.

"Itu semua menjadi beban berat Pak Jokowi di masa transisi menuju periode kedua. Dia menghadapi permainan kartel politik," kata dia.

Jokowi lupa bahwa basis dukungannya adalah kekuatan rakyat, bukan partai politik.

Dengan demikian, langkah Jokowi dalam persoalan revisi Undang-Undang (UU) Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK dinilai mengabaikan aspirasi masyarakat merupakan sesuatu yang tidak wajar.

Baca juga: INFOGRAFIK: Klaim dan Fakta Pernyataan Jokowi soal Revisi UU KPK

Padahal, kata dia, KPK merupakan lembaga yang hingga saat ini masih mendapat kepercayaan dan dukungan dari masyarakat.

"Pak Jokowi harus keluar dari jebakan politik di masa transisi ini dengan mendengarkan suara rakyat yang ingin KPK diperkuat dan terdepan dalam pemberantasan korupsi," kata dia.

"Presiden harus mendengarkan suara rakyat dan mendengarkan masukan dari elemen masyarakat sipil yang bersuara keras tentang revisi UU KPK. Semoga Pak Jokowi bisa segera ambil sikap dan tidak terjebak di perangkap ini" lanjut dia. 

 

Kompas TV Memilih pemimpin KPK adalah hal rutin yang konstitusional. Merevisi undang-undang yang sudah tua pun, juga ada dasar hukumnya. Namun jangan anggap publik tak bisa mencium, siapa punya agenda melemahkan KPK. Presiden kembali ada di pusat kekisruhan urusan KPK. Setelah kecewa atas proses pemilihan capim KPK dan revisi undang-undang KPK, para pimpinan lembaga antirasuah ini menyerahkan kembali tanggung jawab pengelolaan KPK ke presiden.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

DKPP Terima 233 Aduan Pelanggaran Etik, Diprediksi Terus Bertambah Jelang Pilkada

DKPP Terima 233 Aduan Pelanggaran Etik, Diprediksi Terus Bertambah Jelang Pilkada

Nasional
KPK Bakal Usut Dugaan Oknum BPK Minta Rp 12 Miliar Terkait 'Food Estate' Ke Kementan

KPK Bakal Usut Dugaan Oknum BPK Minta Rp 12 Miliar Terkait "Food Estate" Ke Kementan

Nasional
Pejabat Kementan Tanggung Sewa 'Private Jet' SYL Rp 1 Miliar

Pejabat Kementan Tanggung Sewa "Private Jet" SYL Rp 1 Miliar

Nasional
Pejabat Kementan Tanggung Kebutuhan SYL di Brasil, AS, dan Arab Saudi

Pejabat Kementan Tanggung Kebutuhan SYL di Brasil, AS, dan Arab Saudi

Nasional
Gubernur Maluku Utara Akan Didakwa Terima Suap dan Gratifikasi Rp 106,2 Miliar

Gubernur Maluku Utara Akan Didakwa Terima Suap dan Gratifikasi Rp 106,2 Miliar

Nasional
MK Jadwalkan Putusan 'Dismissal' Sengketa Pileg pada 21-22 Mei 2024

MK Jadwalkan Putusan "Dismissal" Sengketa Pileg pada 21-22 Mei 2024

Nasional
Mahfud Ungkap Jumlah Kementerian Sudah Diminta Dipangkas Sejak 2019

Mahfud Ungkap Jumlah Kementerian Sudah Diminta Dipangkas Sejak 2019

Nasional
Tanggapi Ide Tambah Kementerian, Mahfud: Kolusinya Meluas, Rusak Negara

Tanggapi Ide Tambah Kementerian, Mahfud: Kolusinya Meluas, Rusak Negara

Nasional
[POPULER NASIONAL] Perbandingan Jumlah Kementerian Masa Megawati sampai Jokowi | Indonesia Kecam Serangan Israel ke Rafah

[POPULER NASIONAL] Perbandingan Jumlah Kementerian Masa Megawati sampai Jokowi | Indonesia Kecam Serangan Israel ke Rafah

Nasional
Tanggal 12 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 12 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Tanggal 11 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 11 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Demokrat Anggap Rencana Prabowo Tambah Kementerian Sah Saja, asal...

Demokrat Anggap Rencana Prabowo Tambah Kementerian Sah Saja, asal...

Nasional
Indonesia Digital Test House Diresmikan, Jokowi: Super Modern dan Sangat Bagus

Indonesia Digital Test House Diresmikan, Jokowi: Super Modern dan Sangat Bagus

Nasional
Menko Polhukam Harap Perpres 'Publisher Rights' Bisa Wujudkan Jurnalisme Berkualitas

Menko Polhukam Harap Perpres "Publisher Rights" Bisa Wujudkan Jurnalisme Berkualitas

Nasional
Saksi Sebut Kementan Beri Rp 5 Miliar ke Auditor BPK untuk Status WTP

Saksi Sebut Kementan Beri Rp 5 Miliar ke Auditor BPK untuk Status WTP

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com