JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Komisi III DPR RI Masinton Pasaribu menilai bahwa Wadah Pegawai KPK kini sudah berubah menjadi wadah politik.
Sebab, politikus PDI Perjuangan tersebut menilai, wadah pegawai tersebut menggunakan posisinya demi kepentingan politik semata.
"Kalau kemarin wadah pegawai namanya, sekarang wadah politik. Ini yang menjadi kelompok penekan, menekan pimpinan, menekan publik, melakukan pressure terhadap DPR," kata Masinton saat dihubungi, Kamis (12/9/2019).
Baca juga: Tanggapi Fahri Hamzah, Penasihat KPK: Kita Bekerja Masa Dianggap Berpolitik?
Pernyataan Masinton merujuk pada langkah Wakil Ketua KPK Saut Situmorang dan Penasihat KPK Mohammad Tsani Annafari yang menggelar konferensi pers dan menyatakan salah satu capim KPK Irjen Firli Bahuri melakukan pelanggaran etik berat.
Namun, belakangan capim KPK incumbent Alexander Marwata justru mengaku tidak tahu menahu mengenai konferensi pers itu.
Menurut dia, dua pimpinan KPK lainnya, yakni Basaria Panjaitan dan Agus Rahardjo, pun tidak tahu.
Baca juga: Pertemuan Irjen Firli dan TGB yang Berujung Pelanggaran Etik...
Belakangan, pengakuan Alex yang disampaikan dalam uji kepatutan dan kelayakan di DPR itu kembali dibantah oleh Agus Rahardjo.
"Beliau (Alexander Marwata) menyatakan 3 pimpinan tidak mengetahui dan belum pernah ada proses putusan secara kelembagaan (soal konpers pelanggaran etik Firli). Itu kemudian menampakkan bahwa lembaga itu secara eksklusif dimonopoli sama kepentingan yang namanya wadah politik KPK," kata Masinton.
Menurut Masinton, desakan dan tekanan yang dilakukan oleh Wadah Pegawai KPK terhadap mekanisme kerja pimpinan sudah di luar batas, termasuk mempengaruhi soal keputusan konferensi pers pelanggaran etik Firli.
Masinton juga menegaskan bahwa kasus dugaan pelanggaran etik Firli yang menemui mantan Gubernur NTB Muhammad Zainul Majdi adalah kasus lama pada 2018 lalu.
Ia mempertanyakan kenapa KPK baru mengumumkan pelanggaran etik itu sehari sebelum Firli menjalani fit and proper test di DPR.
Baca juga: Saut Situmorang: Korupsi Masih Kejahatan Luar Biasa, Kenapa UU KPK Harus Diubah?
Oleh karenanya, Masinton menilai, WP KPK saat ini sudah bekerja tidak sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya.
Maka dari itu, Masinton menilai sudah tepat agar pegawai KPK kedepannya dapat berstatus aparatur sipil negara, sebagaimana draf revisi UU KPK yang telah disusun DPR. Dengan begitu, para pegawai tidak dapat bergerak didasarkan kepentingan politik.
"Harus diubah ke depan. WP harus diisi oleh ASN agar tidak berpolitik sehingga KPK tidak sakit-sakitan lagi. Kalau sekarang, tubuhnya sakit, enggak sehat, banyak friksinya," kata ujar Masinton.
Pendapat senada sebelumnya juga diungkapkan Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah.