Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Revisi UU MD3, Alat Pemuas Syahwat Parpol"

Kompas.com - 05/09/2019, 13:59 WIB
Christoforus Ristianto,
Fabian Januarius Kuwado

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus menilai, persetujuan seluruh fraksi di DPR RI merevisi Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2018 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3) menunjukkan hasrat partai politik merebut kursi MPR RI.

"Fokus revisi UU MD3 ini kan hanya satu, bagaimana sebaran kursi di DPR dan MPR bisa dibagi rata ke partai-partai. Jadi ini kan bukan politik legislasi untuk kepentingan rakyat, melainkan kepentingan parpol untuk memuaskan syahwat mereka lewat pembagian kursi," ujar Lucius saat dijumpai di kantornya, Kamis (5/9/2019).

Baca juga: Semua Fraksi Setuju Revisi UU MD3, Pimpinan MPR Jadi 10 Orang

Lucius juga menyebutkan, wakil rakyat sengaja memanfaatkan periode akhir jabatannya untuk memuluskan kepentingan parpolnya itu. Hal ini menunjukkan perilaku yang tidak mencerminkan mengedepankan kepentingan publik.

"Mereka memanfaatkan akhir periode ini untuk memuluskan kepentingan politik masing-masing. Ini menunjukkan kecendurungan negatif dari parpol saat ini yang kesannya tidak mengakomodasi kepentingan masyarakat," jelas dia.

Selain itu, Lucius mengingatkan bahwa UU MD3 sudah direvisi sebanyak dua kali sejak awal disahkan di tahun 2014. Seluruh revisi itu pun dilakukan agar seluruh kelompok politik di parlemen mendapatkan kekuasaan.

Baca juga: Ketua Baleg: MKD Rekomendasikan Revisi UU MD3, Pimpinan MPR 10 Orang

Bagi dia, revisi itu sekaligus menunjukkan DPR RI tidak membuahkan hasil legislasi yang berkualitas.

"Ditambah pembahasan di sidang paripurna saat ini dan disepakati semua fraksi, maka bisa dibilang UU MD3 ini tak berkualitas karena diutak-atik demi kepentingan politik," pungkas dia.

Rapat Paripurna DPR, Kamis (5/9/2019).KOMPAS.com/Ihsanuddin Rapat Paripurna DPR, Kamis (5/9/2019).
Diberitakan, semua fraksi di DPR setuju merevisi UU MD3. Persetujuan semua fraksi disampaikan dalam rapat paripurna DPR yang digelar pada Kamis (5/9/2019) siang.

"Apakah RUU tentang Perubahan atas UU Nomor 2 Tahun 2018 tentang MPR, DPR, dan DPD dapat disetujui menjadi usul DPR?" tanya Wakil Ketua DPR Utut Adianto selaku pimpinan rapat.

Baca juga: Sekjen PDI-P: Tak Elok Merevisi UU MD3 Pasca-Pemilu

Seluruh wakil rakyat yang hadir kompak menyatakan setuju. Tidak ada fraksi yang mengajukan keberatan atau interupsi.

Tanggapan setiap fraksi atas usul RUU ini lalu langsung diserahkan secara tertulis kepada pimpinan atau tidak dibacakan di dalam rapat paripurna.

Berdasarkan draf dari Baleg, pada intinya revisi ini hanya mengubah jumlah pimpinan MPR menjadi 10 orang yang terdiri dari satu ketua dan sembilan wakil ketua. Hal ini dilakukan untuk mengakomodasi agar setiap fraksi di DPR mendapat jatah pimpinan. 

 

Kompas TV Fadli Zon menilai Tri Susanti tidak melakukan kesalahan dalam kasus rasisme terhadap mahasiswa Papua di Surabaya karena Tri Susanti tidak melontarkan kata-kata yang bernada rasial. Fadli menganggap, tindakan Susi terkait bendera merah putih yang dirusak di depan asrama mahasiswa adalah benar karena membela bendera kebangsaan. Tri Susanti yang ditetapkan sebagai tersangka kasus rasisme adalah mantan caleg Gerindra dan pernah bersaksi untuk BPN Prabowo-Sandiaga dalam sidang sengketa pilpres di Mahkamah Konstitusi. #FadliZon #Gerindra #TriSusanti
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Prabowo Mau Bentuk 'Presidential Club', Pengamat: Kalau Diformalkan, Berapa Lagi Uang Negara Dipakai?

Prabowo Mau Bentuk "Presidential Club", Pengamat: Kalau Diformalkan, Berapa Lagi Uang Negara Dipakai?

Nasional
Hadiri MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10 di Meksiko, Puan: Kepemimpinan Perempuan adalah Kunci Kemajuan Negara

Hadiri MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10 di Meksiko, Puan: Kepemimpinan Perempuan adalah Kunci Kemajuan Negara

Nasional
Polri Usulkan Penambahan Atase Kepolisian di Beberapa Negara

Polri Usulkan Penambahan Atase Kepolisian di Beberapa Negara

Nasional
Kopasgat Kerahkan 24 Sniper dan Rudal Chiron Amankan World Water Forum di Bali

Kopasgat Kerahkan 24 Sniper dan Rudal Chiron Amankan World Water Forum di Bali

Nasional
Sentil Prabowo yang Mau Tambah Kementerian, JK: Itu Kabinet Politis, Bukan Kabinet Kerja

Sentil Prabowo yang Mau Tambah Kementerian, JK: Itu Kabinet Politis, Bukan Kabinet Kerja

Nasional
Jelang Hari Jadi Ke-731, Pemkot Surabaya Gelar Berbagai Atraksi Spektakuler

Jelang Hari Jadi Ke-731, Pemkot Surabaya Gelar Berbagai Atraksi Spektakuler

BrandzView
Resmi Ditahan, Gus Muhdlor Punya Harta Rp 4,7 Miliar

Resmi Ditahan, Gus Muhdlor Punya Harta Rp 4,7 Miliar

Nasional
KPK Sebut Gus Muhdlor Terima Uang Korupsi Lewat Sopirnya

KPK Sebut Gus Muhdlor Terima Uang Korupsi Lewat Sopirnya

Nasional
Polri Tangkap 142 Tersangka hingga Blokir 2.862 Situs Judi Online

Polri Tangkap 142 Tersangka hingga Blokir 2.862 Situs Judi Online

Nasional
Cuaca di Arab Sangat Panas, Ma'ruf Amin: Jangan Sampai Jemaah Haji Meninggal Kepanasan

Cuaca di Arab Sangat Panas, Ma'ruf Amin: Jangan Sampai Jemaah Haji Meninggal Kepanasan

Nasional
Prabowo Diminta Hindari Kepentingan Bagi-bagi Kursi, Jika Tambah Jumlah Kementerian

Prabowo Diminta Hindari Kepentingan Bagi-bagi Kursi, Jika Tambah Jumlah Kementerian

Nasional
Ada Wacana Duet dengan Ahok di Pilkada DKI, Anies: Memutuskan Saja Belum

Ada Wacana Duet dengan Ahok di Pilkada DKI, Anies: Memutuskan Saja Belum

Nasional
Anies Ingin Memastikan Pilkada Berjalan Jujur dan Bebas Intervensi Sebelum Tentukan Langkah

Anies Ingin Memastikan Pilkada Berjalan Jujur dan Bebas Intervensi Sebelum Tentukan Langkah

Nasional
Kegiatan Ibadah Mahasiswa di Tangsel Dibubarkan Warga, Menko Polhukam Minta Saling Menghormati

Kegiatan Ibadah Mahasiswa di Tangsel Dibubarkan Warga, Menko Polhukam Minta Saling Menghormati

Nasional
JK: Pelanggar UU Lebih Tidak Boleh Masuk Pemerintahan Ketimbang Orang 'Toxic'

JK: Pelanggar UU Lebih Tidak Boleh Masuk Pemerintahan Ketimbang Orang "Toxic"

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com