Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Alasan KPK Tetapkan Eks Dirut Garuda dan Pengusaha Jadi Tersangka TPPU

Kompas.com - 07/08/2019, 19:52 WIB
Christoforus Ristianto,
Bayu Galih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan mantan Direktur Utama (Dirut) Garuda Indonesia, Emirsyah Satar, dan mantan Dirut PT Mugi Rekso Abadi (MRA), Soetikno Soedarjo, sebagai tersangka tindak pidana pencucian uang (TPPU).

"Sebagai tersangka tindak pidana pencucian uang (TPPU), yang pertama ESA (Emirsyah Satar) dan SS (Soetikno Soedarjo," kata Wakil Ketua KPK, Laode M Syarif, di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Rabu (7/8/2019).

KPK menetapkan keduanya jadi tersangka TPPU berdasarkan fakta-fakta baru yang dianggap signifikan. Penyidikan terhadap kasus TPPU itu pun sudah dilakukan sejak 1 Agustus 2019.

Penetapan tersangka dilakukan KPK setelah melacak suap dan penerimaan hadiah dari pihak-pihak terkait.

Baca juga: KPK Tetapkan Eks Direktur Teknik dan Pengelolaan Garuda sebagai Tersangka

Dalam kasus ini, Emirsyah diduga telah menerima komisi dari Soetikno senilai Rp 5,9 miliar, 680.000 dollar AS dan 1,02 juta euro.

"Untuk ESA, SS diduga memberi Rp 5,79 miliar untuk pembayaran rumah beralamat di Pondok Indah, 680.000 dollar AS dan 1,02 juta euro yang dikirim ke rekening perusahaan milik ESA di Singapura, dan 1,2 juta dollar Singapura untuk pelunasan Apartemen milik ESA di Singapura," kata Laode.

Suap tersebut, menurut KPK, berwujud uang dan barang yang tersebar di Singapura dan Indonesia. Sebagian dari uang itu, kata Syarif, digunakan melunasi pembelian apartemen milik Emirsyah Satar di Singapura.

"Suap tersebut diduga berkaitan dengan pengadaan mesin Rolls-Royce untuk pesawat Airbus yang dipesan sepanjang dirinya (Emirsyah) menjabat sebagai Dirut (Garuda Indonesia)," tutur Laode.

"Jadi, ada tambahan pasal TPPU (Tindak Pidana Pencucian Uang) bagi ESA dan SS," kata dia.

Baca juga: Emirsyah Satar Akui Terima Uang, tetapi Bukan Suap

Wakil ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Laode Muhammad Syarif saat konferensi pers di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (7/8/2019). KOMPAS.com/CHRISTOFORUS RISTIANTO Wakil ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Laode Muhammad Syarif saat konferensi pers di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (7/8/2019).
Selain Emirsyah dan Soetikno, KPK juga menjerat tersangka baru dalam kasus ini, yaitu Direktur Teknik dan Pengelolaan Armada Garuda Indonesia periode 2007—2012, Hadinoto Soedigno.

Untuk Hadinoto, Soetikno juga diduga memberi uang sejumlah 2,3 juta dollar AS dan 477.000 euro ke rekening Hadinoto di Singapura.

Atas perbuatannya, Emirsyah dan Soetikno diduga melanggar Pasal 3 atau Pasal 4 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

Dalam kasus suap sebelumnya, KPK juga telah menetapkan Emirsyah dan Soetikno sebagai tersangka.

Baca juga: Soal Aliran Dana Lintas Negara, Mantan Dirut Garuda Emirsyah Satar Kembali Diperiksa KPK

Emirsyah diduga menerima suap dari Soetikno terkait pengadaan pesawat Airbus SAS dan mesin pesawat Rolls-Royce untuk PT Garuda Indonesia.

KPK menduga Soetikno memberikan uang kepada Emirsyah sebesar 1,2 juta euro dan 180.000 dollar AS atau setara Rp 20 miliar.

Emirsyah juga diduga menerima suap dalam bentuk barang senilai 2 juta dollar AS yang tersebar di Indonesia dan Singapura.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Hakim Agung Gazalba Saleh Didakwa Terima Rp 37 Miliar karena Kabulkan PK Eks Terpidana Megapungli di Pelabuhan Samarinda

Hakim Agung Gazalba Saleh Didakwa Terima Rp 37 Miliar karena Kabulkan PK Eks Terpidana Megapungli di Pelabuhan Samarinda

Nasional
Ditanya soal Ikut Dorong Pertemuan Megawati-Prabowo, Jokowi Tesenyum lalu Tertawa

Ditanya soal Ikut Dorong Pertemuan Megawati-Prabowo, Jokowi Tesenyum lalu Tertawa

Nasional
Berhaji Tanpa Visa Haji, Risikonya Dilarang Masuk Arab Saudi Selama 10 Tahun

Berhaji Tanpa Visa Haji, Risikonya Dilarang Masuk Arab Saudi Selama 10 Tahun

Nasional
Kuota Haji Terpenuhi, Kemenag Minta Masyarakat Tak Tertipu Tawaran Visa Non-haji

Kuota Haji Terpenuhi, Kemenag Minta Masyarakat Tak Tertipu Tawaran Visa Non-haji

Nasional
Sengketa Pileg, Hakim MK Sindir MU Kalah Telak dari Crystal Palace

Sengketa Pileg, Hakim MK Sindir MU Kalah Telak dari Crystal Palace

Nasional
Wakil Ketua MK Sindir Nasdem-PAN Berselisih di Pilpres, Rebutan Kursi di Pileg

Wakil Ketua MK Sindir Nasdem-PAN Berselisih di Pilpres, Rebutan Kursi di Pileg

Nasional
PDI-P Berada di Dalam atau Luar Pemerintahan, Semua Pihak Harus Saling Menghormati

PDI-P Berada di Dalam atau Luar Pemerintahan, Semua Pihak Harus Saling Menghormati

Nasional
Dua Kali Absen, Gus Muhdlor Akhirnya Penuhi Panggilan KPK

Dua Kali Absen, Gus Muhdlor Akhirnya Penuhi Panggilan KPK

Nasional
Ganjar Tegaskan Tak Gabung Pemerintahan Prabowo, Hasto: Cermin Sikap PDI-P

Ganjar Tegaskan Tak Gabung Pemerintahan Prabowo, Hasto: Cermin Sikap PDI-P

Nasional
Kelakuan SYL Minta Dibayarkan Lukisan Sujiwo Tejo Rp 200 Juta, Bawahan Kebingungan

Kelakuan SYL Minta Dibayarkan Lukisan Sujiwo Tejo Rp 200 Juta, Bawahan Kebingungan

Nasional
Gibran Siap Berlabuh ke Partai Politik, Golkar Disebut Paling Berpeluang

Gibran Siap Berlabuh ke Partai Politik, Golkar Disebut Paling Berpeluang

Nasional
PPDS Berbasis Rumah Sakit, Jurus Pemerintah Percepat Produksi Dokter Spesialis

PPDS Berbasis Rumah Sakit, Jurus Pemerintah Percepat Produksi Dokter Spesialis

Nasional
Polisi dari 4 Negara Kerja Sama demi Tangkap Gembong Narkoba Fredy Pratama

Polisi dari 4 Negara Kerja Sama demi Tangkap Gembong Narkoba Fredy Pratama

Nasional
Soal Peluang Duetkan Anies-Ahok, PDI-P: Masih Kami Cermati

Soal Peluang Duetkan Anies-Ahok, PDI-P: Masih Kami Cermati

Nasional
KPK Kembali Panggil Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor, Singgung Jemput Paksa

KPK Kembali Panggil Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor, Singgung Jemput Paksa

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com