Dalam Program AIMAN yang tayang di Kompas TV, Senin (5/8/2019), saya menanyakan hal ini kepada Wali Kota Solo FX Rudi Hadyatmo yang juga Ketua DPC PDI-P Kota Solo.
"Siapa pun punya hak untuk mencalonkan atau dicalonkan, tapi di PDI-P sudah tertata dari dulu sehingga mekanisme harus dilalui,” kata Rudi.
"Semua harus melalui mekanisme itu?" tanya saya.
"Iya!" jawab Rudi.
"Tak ada karpet merah untuk politik, anak presiden sekalipun?" tanya saya lagi.
"Iya!" jawab Rudi lagi.
Ia menyarankan Gibran untuk belajar politik terlebih dahulu sebelum terjun menjadi calon wali kota.
"Mas Gibran, belajar politik dulu deh!" ungkap Wali Kota yang pernah menjadi Wakil Walikota Solo bersama Jokowi periode 2005 – 2010.
Tampaknya perdebatan terhadap Putra Jokowi akan dimulai di internal PDI-P sendiri.
Kedua adalah soal publik. Penilaian publik terhadap Gibran dan Kaesang mestinya berbeda dengan penilaian publik terhadap Jokowi.
Dalam survei Pilpres 2014, lembaga survei Polcomm dan Populi mendapatkan, responden memilih Jokowi karena dianggap jujur dan sederhana (merakyat), sementara Prabowo dipilih karena tegas dan berwibawa.
Gibran dan Kaesang tentu saja tidak sama dengan Jokowi. Keduanya tidak memiliki darah biru politik seperti halnya anak-anak ketua umum dan pendiri partai. Oleh karena itu, orisinalitas dari kalangan bawah terhadap Gibran dan Kaesang pasti berbeda.
Ketiga adalah kompetensi alias kemampuan. Rekam jejak soal kemampuan inilah yang akan memengaruhi elektabilitas alias tingkat keterpilihan seseorang.
Pada 2014 Jokowi dan Prabowo sama-sama mulai dari nol karena belum ada satu pun yang pernah menjadi Presiden, berbeda dengan 2019. Rekam jejak seorang calon akan membentuk persepsi yang akan menaikkan keinginan publik untuk memilihnya.
Tantangan kedua dan ketiga (publik dan kompetensi), bisa diminimalisir dan diatasi saat masa kampanye dengan meyakinkan pemilih. Sementara, restu partai adalah tantangan terberatnya.
Namun, politik selalu terkait dengan pragmatisme. Bisa jadi, jika popularitas dan elektabilitas keduanya tak terbendung maka mereka akan menjadi bak “permaisuri cantik” yang akan diperebutkan banyak partai.
Jika ini terjadi, keputusan akhir ada pada Gibran dan Kaesang.
Saya Aiman Witjaksono...
Salam!
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.