Contoh lainnya, gempa Tohoku di Jepang yang terjadi pada 2011.
Saat itu Japan Meteorogical Agency (JMA) dalam waktu tiga menit langsung menyampaikan informasi kejadian gempa magnitudo 7,9 dan peringatan dini tsunami dengan ketinggian 6 meter.
Pada menit ketiga, jaringan sensor gempa JMA masih menangkap sebagian kecil sinyal-sinyal gempa yang baru mampu memberi perhitungan magnitudo mencapai 7,9 dan potensi tsunami.
"Namun di menit ke-3 itu, masyarakat terdampak sudah bisa siaga untuk menghadapi ancaman tsunami dengan melakukan evakuasi mandiri," kata Daryono.
Kemudian pada menit ke-50, JMA pun memutakhirkan kembali informasi magnitudo gempa menjadi 8,8 dan berakhir di magnitudo 9,0 dalam pembaruan terakhirnya.
"Jadi akurasi baru dapat dicapai setelah menit ke-50 untuk gempa dengan magnitudo 9,0," kata Daryono.
"Apabila peringatan dini diinformasikan setelah menit ke-50 karena menunggu akurasi, tsunami pasti sudah melanda lebih dulu di pantai-pantai terdekat," kata dia.
Baca juga: Mengapa Ada Perubahan Informasi Kekuatan Gempa seperti pada Gempa Banten? Ini Penjelasan BMKG
Ia menjelaskan, situasi dan kondisi geologi serta tektonik di Jepang hampir serupa dengan situasi dan kondisi di wilayah Indonesia.
Beberapa pantai di Indonesia, kata dia, berada pada posisi dengan sumber-sumber gempa bermagnitudo besar.
Perhitungan akurasinya pun baru bisa dicapai pada menit-menit yang akan selalu terlambat dengan kedatangan tsunami.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.