Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Alasan BMKG Lebih Dahulukan Informasi Ketimbang Akurasi Saat Bencana

Kompas.com - 04/08/2019, 09:13 WIB
Deti Mega Purnamasari,
Bayu Galih

Tim Redaksi

Sumber Antara

JAKARTA, KOMPAS.com - Kecepatan informasi tentang bencana gempa bumi menjadi pegangan bagi Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG).

Menurut BMKG, dengan memberikan informasi bencana secepat mungkin, maka masyarakat akan memiliki golden time atau waktu sangat berharga untuk mengevakuasi diri secara mandiri dan menyelamatkan diri.

"Kecepatan inilah yang membuat masyarakat memiliki golden time secara lebih dini untuk melakukan evakuasi mandiri," kata Kepala BMKG Dwikorita Karnawati, dilansir dari Antara, Minggu (4/8/2019).

Menurut Dwikorita, pegangan BMKG tersebut sesuai dengan amanah Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2009 tentang Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika.

Berdasarkan Pasal 37 dalam undang-undang itu, ini sebagaimana diterapkan di negara termaju dalam mitigasi dan peringatan dini tsunami.

Baca juga: BMKG Ingatkan Jangan Percaya Hoaks Gempa Magnitudo 9,0 Pasca-gempa Banten

Sementara untuk akurasi data gempa, bisa dicapai dengan proses pemutakhiran sesuai perkembangan jumlah sinyal-sinyal kegempaan yang terekam jaringan sensor gempa bumi.

Kecepatan diutamakan

Kepala Bidang Mitigasi Gempa Bumi dan Tsunami BMKG Daryono juga mengatakan, kecepatan informasi bencana harus lebih diutamakan dibandingkan akurasi data.

Pasalnya, kecepatan dan akurasi merupakan dua hal yang tak selalu terpenuhi dalam waktu yang bersamaan. Contohnya adalah ketika memberi peringatan dini tsunami.

Saat kejadian gempa pada Jumat (2/8/2019) di wilayah Samudera Hindia Selatan, Banten, BMKG melakukan pemutakhiran informasi gempa bumi tektonik berpotensi tsunami yang terjadi.

Pada awal informasi disebutkan bahwa gempa yang terjadi berkekuatan magnitudo 7,4 berkedalaman 10 kilometer. Kemudian, informasi itu dimutkahirkan menjadi magnitudo 6,9 berkedalaman 48 kilometer.

Baca juga: BNPB Puji Respons Masyarakat Hadapi Gempa Banten

Ilustrasi tsunami, peringatan dini tsunamiShutterstock Ilustrasi tsunami, peringatan dini tsunami
Contoh lainnya, gempa Tohoku di Jepang yang terjadi pada 2011.

Saat itu Japan Meteorogical Agency (JMA) dalam waktu tiga menit langsung menyampaikan informasi kejadian gempa magnitudo 7,9 dan peringatan dini tsunami dengan ketinggian 6 meter.

Pada menit ketiga, jaringan sensor gempa JMA masih menangkap sebagian kecil sinyal-sinyal gempa yang baru mampu memberi perhitungan magnitudo mencapai 7,9 dan potensi tsunami.

"Namun di menit ke-3 itu, masyarakat terdampak sudah bisa siaga untuk menghadapi ancaman tsunami dengan melakukan evakuasi mandiri," kata Daryono.

Kemudian pada menit ke-50, JMA pun memutakhirkan kembali informasi magnitudo gempa menjadi 8,8 dan berakhir di magnitudo 9,0 dalam pembaruan terakhirnya.

"Jadi akurasi baru dapat dicapai setelah menit ke-50 untuk gempa dengan magnitudo 9,0," kata Daryono.

"Apabila peringatan dini diinformasikan setelah menit ke-50 karena menunggu akurasi, tsunami pasti sudah melanda lebih dulu di pantai-pantai terdekat," kata dia.

Baca juga: Mengapa Ada Perubahan Informasi Kekuatan Gempa seperti pada Gempa Banten? Ini Penjelasan BMKG

Ia menjelaskan, situasi dan kondisi geologi serta tektonik di Jepang hampir serupa dengan situasi dan kondisi di wilayah Indonesia.

Beberapa pantai di Indonesia, kata dia, berada pada posisi dengan sumber-sumber gempa bermagnitudo besar.

Perhitungan akurasinya pun baru bisa dicapai pada menit-menit yang akan selalu terlambat dengan kedatangan tsunami.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

 PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com