JAKARTA, KOMPAS.com - Penentuan pimpinan lembaga Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI tidak perlu dikaitkan dengan upaya rekonsiliasi bangsa yang sempat terbelah menjadi dua kutub menjelang Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019.
Anggota Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) MPR RI Achmad Baidowi menegaskan, pimpinan MPR RI ditentukan berdasarkan musyawarah mufakat sesuai dengan Undang-undang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3).
“Rekonsiliasi elit politik tidak bisa diidentikkan dengan bagi-bagi kursi parlemen, termasuk posisi pimpinan MPR RI,” kata Baidowi saat diskusi bertema “Musyawarah Mufakat untuk Pimpinan MPR” di Komplek Parlemen, Senin (22/7/2019).
Usai putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait putusan hasil Pilpres 2019, ia melanjutkan, Gerindra memang menunjukkan tanda-tanda untuk berkoalisi.
Baca juga: Gerindra: Ketua MPR Sebaiknya Berasal dari Partai Oposisi
Ia mengingatkan, koalisi sebagai upaya rekonsiliasi bangsa tak boleh disertai dengan syarat-syarat tertentu.
Partai-partai pendukung Jokowi pada Pilpres 2019 memberikan dukungan tanpa syarat.
“Gerindra kalau memang ingin berkoalisi juga tidak mengajukan syarat apa pun. Kalau rekonsiliasi tapi ingin menduduki jabatan tertentu, itu namanya politik dagang sapi,” kata dia.
Baca juga: Lobi-lobi Partai Politik ke Jokowi demi Kursi Ketua MPR
Menurut dia, sejauh ini fraksi yang berniat mengambil kursi pimpinan MPR yakni Golkar dan PKB karena mempertimbangkan proporsionalitas.
Kedua partai itu memperoleh suara terbanyak, setelah PDI Perjuangan (PDI-P) pada Pemilu Legislatif 2019.
“Jika Gerindra tiba-tiba menjadi Ketua MPR tentu saja bakal mencederai, melukai partai-partai pendukung yang memiliki suara besar dalam pemilu legislatif,” ujar politisi PPP itu.
Rekonsiliasi bangsa
Sebelumnya, Ketua Fraksi Gerindra MPR RI Fary Djemi Francis menilai, wacana bagi-bagi kursi pimpinan MPR tidak etis.
Pasalnya, MPR merupakan lembaga negara yang memposisikan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan politik.
“Tidak penting siapa dan dari partai apa yang menjadi pimpinan MPR. Yang jelas visi besar dalam bernegara harus berjalan sesuai cita-cita para pendiri bangsa,” kata dia.
Meski demikian, Fary berpendapat rekonsiliasi bisa dilakukan pihak-pihak yang mengikuti kontestasi politik pada Pilpres 2019 dengan terbuka terhadap usulan program kerja.