“Rekonsiliasi perlu dilakukan, bagaimana visi maupun program kerja terbaik bisa saling melengkapi baik dari 01 maupun 02. Program unggulan dari masing-masing pihak bisa digabungkan agar Indonesia bisa lebih baik,” ujar dia.
Baca juga: Zulkifli: Pemilihan Pimpinan DPR Keras, Tapi di MPR Musyawarah Mufakat
Ia menegaskan, rekonsiliasi bukan hanya bicara pembagian kursi, melainkan juga soal program-program ke depan.
"Makna rekonsiliasi bukan bagi-bagi kursi tapi mengkolaborasi pihak-pihak yang berkompetisi menjadi satu kekuatan, demi masa depan bangsa Indonesia," kata Fary.
Oleh karena itu, MPR membutuhkan sosok pimpinan yang bisa menyatukan 9 fraksi yang ada. Selain itu, sosok tersebut harus mampu menyatukan program-program strategis gagasan Prabowo dan Jokowi.
Fary sendiri tak mau menyebut nama sosok yang akan diajukan Gerindra sebagai kandidat Ketua MPR.
“Kalau soal nama, pasti sudah ada di kantong Ketum Gerindra,” ujar dia.
Sosok dan program strategis
Sementara itu, anggota Fraksi PDI-P MPR RI Hendrawan Supratikno mengatakan, pimpinan MPR dipilih satu paket bila mengacu pada UU MD3. Adapun saat ini, ada 9 fraksi di DPR dan DPD.
Menurut dia, pimpinan MPR bisa ditentukan melalui jalan aklamasi. Pada 2009, Muhammad Taufiq Kiemas yang dipilih secara aklamasi sebagai Ketua MPR.
“Aklamasi membutuhkan figur yang tepat. Dengan komunikasi yang hebat, Pak TK bisa jadi jembatan kebangsaan untuk berbagai kelompok,” ujar dia.
Sebagai informasi, Taufiq Kiemas dari PDI-P menjabat Ketua MPR pada periode 2009-2013. Padahal, saat itu PDI Perjuangan merupakan oposisi pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Pada periode selanjutnya (2014-2019), Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Zulkifli Hasan menjabat Ketua MPR. Saat itu, PAN merupakan oposisi pemerintahan Presiden Joko Widodo.
Adapun mekanisme lainnya yaitu pemilihan dengan mengajukan 3 paket yang dipimpin partai-partai dengan suara terbanyak, yakni PDI-P, Golkar, dan Gerindra.
Alternatif ketiga yaitu gabungan fraksi dari partai-partai besar. Menurut Hendrawan, kemenangan kelompok tertentu tentu bisa diprediksi dengan mudah.
“Mana yang fleksibel, nanti kita lihat. Apalagi, masing-masing partai punya kepentingan,” kata dia.