Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KY: Sepanjang Januari-Juni, 58 Hakim Langgar Kode Etik

Kompas.com - 08/07/2019, 15:52 WIB
Rakhmat Nur Hakim,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Sebanyak 58 hakim terbukti melanggar Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH) sepanjang Januari-Juni 2019. Itu berdasarkan putusan Komisi Yudisial

Keputusan tersebut diperoleh berdasarkan rangkaian hasil pemeriksaan KY yang kemudian disampaikan ke Mahkamah Agung (MA) untuk memberi sanksi kepada 58 hakim tersebut. Sebab hanya MA yang berwenang memberi sanksi kepada hakim.

Komisioner KY Sukma Violetta menyatakan, dari 58 hakim yang diputus melanggar kode etik, sebanyak 43 hakim divonis melakukan pelanggaran ringan, 10 hakim melakukan pelanggaran sedang, dan lima hakim melakukan pelanggaran berat.

Baca juga: KY Ungkap Dua Alasan Maraknya Pelanggaran Hakim

Dari 58 hakim yang melanggar kode etik, hanya tiga yang ditindaklanjuti MA untuk dijatuhi hukuman karena melakukan pelanggaran berat. Sebanyak dua hakim diberhentikan secara tidak hormat, sedangkan seorang hakim diturunkan pangkatnya.

"Dari 58 putusan KY, MA hanya menindaklanjuti usulan KY terhadap tiga hakim. Ketiganya diajukan ke Majelis Kehormatan Hakim (MKH)," ujar Sukma di Gedung KY, Jakarta, Senin (8/7/2019).

Ia mengungkapkan, ketiganya diproses MA lantaran termasuk dalam lima hakim yang melakukan pelanggaran berat. Mereka ialah RMA, MYS, dan SS.

RMA, hakim di Pengadilan Negeri (PN) Lembata, NTT, diberhentikan secara tidak hormat lantaran memberikan konsultasi hukum kepada para pihak yang berperkara.

Sebelum diberhentikan, RMA juga tengah menjalani sanksi kasus yang sama.

Baca juga: Hakim Tipikor Tolak Eksepsi Sofyan Basir

Sementara itu, hakim MYS diberhentikan lantaran kedapatan memasukkan perempuan ke dalam rumah dinasnya di PN Menggala, Lampung. MYS juga terbukti mengonsumi narkoba jenis metampethamine (Sabu).

"Sedangkan SS dijatuhi sanksi penurunan pangkat pada tingkat lebih rendah selama tiga tahun. Hakim SS merupakan hakim PN Stabat, Sumatera Utara, dilaporkan masyarakat karena melakukan pernikahan siri hingga memiliki anak tanla izin dari istri yang sah," lanjut Sukma.

Kompas TV Ketua Komisi Yudisial, Jaja Ahmad Jayus, mengaku prihatin atas tertangkapnya seorang hakim di Balikpapan oleh KPK. Hal ini merusak kepercayaan masyarakat terhadap para penegak hukum dan juga proses peradilan di Indonesia. Jaja pun meminta komitmen para hakim agar kejadian serupa tidak terulang lagi. #OTTHakim #HakimKenaOTT #HakimBalikpapan
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Nasional
Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com