JAKARTA, KOMPAS.com - Sepanjang Januari hingga Juni 2018, Komisi Yudisial mencatat, ada 30 rekomendasi sanksi bagi hakim yang diberikan kepada Mahkamah Agung.
Menurut KY, ada dua alasan maraknya kasus pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH) oleh para hakim.
Alasan pertama, abainya MA terhadap integritas hakim karena lebih terfokus pada kemampuan kognitif.
"Dalam pandangan KY, seharusnya aspek integritas masih menjadi hal dominan sebagai syarat sosok hakim yang ideal," ujar Farid melalui siaran persnya, Kamis (6/9/2018).
"Memastikan rekam jejak seorang hakim, sama pentingnya dengan menjaga kepercayaan publik demi nama baik peradilan Indonesia," sambung dia.
KY juga menemukan bahwa pembinaan integritas oleh MA masih belum maksimal.
Menurut Farid, pelatihan terkait etika bagi para hakim sangat minim. Akibatnya, ketidaktahuan sering menjadi faktor yang menyebabkan hakim melakukan pelanggaran.
Oleh sebab itu, meski sudah ada upaya perbaikan maupun peningkatan kesejahteraan para hakim, kasus pelanggaran kode etik masih sering terjadi.