Menurut dia, salah satu penyebab terhambatnya capaian di sektor ekonomi adalah kinerja tim ekonomi yang duduk di kabinet tidak mumpuni.
Saat ini, sebagian menteri di bidang perekonomian berlatar belakang akademisi dan birokrat. Sedangkan, menteri berlatar belakang pengusaha jumlahnya relatif sedikit.
“Menurut saya, sudah saatnya dilakukan kombinasi. Jangan kebijakan-kebijakan presiden yang sudah pro-rakyat malah tidak didukung oleh menterinya. Sebab, menteri adalah pembantu presiden, dan yang juga memiliki visi misi adalah presiden bukan menteri,” kata dia.
Baca juga: Penerimaan Negara Menunjukkan Sinyak Tak Sebagus Tahun Lalu
Anggota DPR RI dari Fraksi PKS Andy Akmal Pasluddin mengatakan, target pertumbuhan ekonomi sebesar 7 persen tidak tercapai.
Dampaknya, lanjut dia, target mengurangi jumlah orang miskin dan pengangguran pun tidak terlalu bagus.
“Baru terjadi dalam sejarah, angka kemiskinan turun di bawah dua digit,” jelas Akmal.
Ia mengusulkan, Presiden Jokowi melakukan pembatasan impor dan masuknya tenaga kerja asing yang tidak memiliki keterampilan.
“Terkait ekonomi kreatif, harus diberikan ruang bagi generasi muda selaku penerus bangsa. Selain itu, perbaiki pelayanan pemerintahan,” ujar dia.
Sementara itu, Anggota DPR RI Fraksi Golkar Mukhamad Misbakhun menilai, pertumbuhan ekonomi bukanlah segala-galanya.
Pemerintahan Joko Widodo lima tahun mendatang perlu memperhatikan kesenjangan ekonomi rakyatnya.
“Kalau pertumbuhan ekonomi tinggi tetapi kesenjangan tetap terjadi, maka arti pertumbuhan ekonominya menjadi tidak tercapai. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi harus dapat menyejahterakan masyarakat,” ujar dia.
Penerimaan negara dalam APBN dinilai tidak optimal, sementara itu biaya bunga naik. Oleh karenanya, tim ekonomi mesti memprioritaskan untuk merampungkan persoalan itu.
“Yang kita cari sebenarnya bukanlah orang-orang dipuji oleh luar negeri, reputasinya internasional dengan berbagai macam penghargaan, tetapi menteri yang loyal seratus persen kepada presidennya,” ujar dia.