Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Indonesia Diminta Cepat Meratifikasi Protokol Konvensi Menentang Penyiksaan

Kompas.com - 25/06/2019, 18:05 WIB
Abba Gabrillin,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah Indonesia diminta mempercepat ratifikasi Protokol Opsional Konvensi Menentang Penyiksaan (OPCAT).

Hal itu untuk menjamin perlindungan hak asasi manusia, serta pencegahan yang efektif terhadap tindakan penyiksaan dan penghukuman yang kejam dan tidak manusiawi.

Ada lima lembaga yang mendorong proses ratifikasi tersebut yaitu, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Komisi Nasional Pencegahan Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan), dan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI).

Baca juga: Komnas HAM dan 4 Lembaga Temukan Berbagai Bentuk Penyiksaan di Rutan dan Lapas

Kemudian, Ombudsman dan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).

"OPCAT bertujuan mencegah penyiksaan dan perlakuan sewenang lainnya dengan membentuk sebuah sistem yang terdiri dari kunjungan berkala ke semua tempat yang diduga terdapat pencerabutan kebebasan di dalam jurisdiksi dan kendali negara," ujar anggota LPSK Susilaningtyas dalam konferensi pers di Kantor Komnas HAM, Jakarta, Selasa (25/6/2019).

Menurut Susi, terdapat empat alasan mengapa Indonesia perlu segera meratifikasi OPCAT. Pertama, hal itu memberikan nilai lebih pada Indonesia di mata dunia internasional, sebagai negara yang berkomitmen terhadap perlindungan HAM.

Baca juga: Komnas HAM, BNPT, dan LPSK Minta Tambahan Anggaran pada 2020

Kedua, hal itu menciptakan legitimasi moral bagi perlindungan WNI di negara manapun. Ketiga, ratifikasi itu menunjukan komitmen OPCAT yang pernah muncul dalam laporan Universal Periodic Review (UPR) dan Rencana Aksi Nasional HAM.

Terakhir, pemerintah sebaiknya segera meratifikasi karena sudah ada lima lembaga negara yang bekerja sama mencegah penyiksaan.

Komisioner Komnas HAM Sandrayati Moniaga mengatakan, rencana ratifikasi sempat terkendala karena ada beberapa dampak yang bisa timbul setelah ratifikasi dilakukan. Misalnya, pihak internasional bisa melakukan inspeksi mendadak di Indonesia.

Namun, pada dasarnya pemerintah telah berniat untuk melakukan ratifikasi. Sandra berharap hal tersebut dapat terwujud dan segera dimasukan dalam program legislasi nasional.

Kompas TV Tim investigasi gabungan masih bekerja menyelidiki aksi 21-22 Mei yang menyebabkan korban tewas. Dalam mengungkap kematian para korban, tim terkendala dengan lokasi kematian yang belum ditemukan. Tim investigasi gabungan berharap masyarakat bisa memberikan informasi terkait lokasi kematian para korban. Polisi menyebut tim investigasi gabungan yang terdiri dari Polri, Kompolnas, Komnas HAM, dan Ombudsman, masih menyelidiki kasus kerusuhan dalam aksi 21-22 Mei.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Tanggal 9 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 9 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Ganjar Kembali Tegaskan Tak Akan Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Ganjar Kembali Tegaskan Tak Akan Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Nasional
Kultur Senioritas Sekolah Kedinasan Patut Disetop Buat Putus Rantai Kekerasan

Kultur Senioritas Sekolah Kedinasan Patut Disetop Buat Putus Rantai Kekerasan

Nasional
Kekerasan Berdalih Disiplin dan Pembinaan Fisik di Sekolah Kedinasan Dianggap Tak Relevan

Kekerasan Berdalih Disiplin dan Pembinaan Fisik di Sekolah Kedinasan Dianggap Tak Relevan

Nasional
Kekerasan di STIP Wujud Transformasi Setengah Hati Sekolah Kedinasan

Kekerasan di STIP Wujud Transformasi Setengah Hati Sekolah Kedinasan

Nasional
Ganjar Bubarkan TPN

Ganjar Bubarkan TPN

Nasional
BNPB: 13 Orang Meninggal akibat Banjir dan Longsor di Sulsel, 2 dalam Pencarian

BNPB: 13 Orang Meninggal akibat Banjir dan Longsor di Sulsel, 2 dalam Pencarian

Nasional
TNI AU Siagakan Helikopter Caracal Bantu Korban Banjir dan Longsor di Luwu

TNI AU Siagakan Helikopter Caracal Bantu Korban Banjir dan Longsor di Luwu

Nasional
Prabowo Diharapkan Beri Solusi Kuliah Mahal dan Harga Beras daripada Dorong 'Presidential Club'

Prabowo Diharapkan Beri Solusi Kuliah Mahal dan Harga Beras daripada Dorong "Presidential Club"

Nasional
Ide 'Presidential Club' Dianggap Sulit Satukan Semua Presiden

Ide "Presidential Club" Dianggap Sulit Satukan Semua Presiden

Nasional
Halal Bihalal, Ganjar-Mahfud dan Elite TPN Kumpul di Posko Teuku Umar

Halal Bihalal, Ganjar-Mahfud dan Elite TPN Kumpul di Posko Teuku Umar

Nasional
Pro-Kontra 'Presidential Club', Gagasan Prabowo yang Dinilai Cemerlang, tapi Tumpang Tindih

Pro-Kontra "Presidential Club", Gagasan Prabowo yang Dinilai Cemerlang, tapi Tumpang Tindih

Nasional
Evaluasi Mudik, Pembayaran Tol Nirsentuh Disiapkan untuk Hindari Kemacetan

Evaluasi Mudik, Pembayaran Tol Nirsentuh Disiapkan untuk Hindari Kemacetan

Nasional
Polri: Fredy Pratama Masih Gencar Suplai Bahan Narkoba Karena Kehabisan Modal

Polri: Fredy Pratama Masih Gencar Suplai Bahan Narkoba Karena Kehabisan Modal

Nasional
SYL Ungkit Kementan Dapat Penghargaan dari KPK Empat Kali di Depan Hakim

SYL Ungkit Kementan Dapat Penghargaan dari KPK Empat Kali di Depan Hakim

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com