JAKARTA, KOMPAS.com - Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Yati Andriani menuturkan, penyiksaan menjadi praktik yang dianggap biasa dalam investigasi kasus kriminal, terutama oleh aparat keamanan.
Menurut Yati, sikap permisif yang dilakukan aparat keamanan ini menjadikan penyiksaan terhadap orang yang diduga sebagai pelaku kejahatan sebelum proses pengadilan terus berlangsung.
"Pertama, aparat keamanan permisif, penyiksaan dianggap biasa," ujar Yati saat ditemui di Jakarta Pusat, Selasa (26/5/2018).
Yati juga menyebut, tidak ada mekanisme penghukuman yang efektif, sehingga penyiksaan dianggap sah untuk dilakukan terhadap setiap individu saat penegakan hukum.
Umumnya, kata Yati, penyelesaian dilakukan lewat mekanisme internal di lembaga tersebut.
Namun, Yati menuturkan, mekanisme internal memiliki kelemahan, seperti hanya berhenti pada tahapan pemeriksaan terlapor.
Sehingga, keterangan-keterangan pihak terlapor dijadikan dasar sebagai hasil pemeriksaan.
Baca juga: Kontras Sebut Pelaku Penyiksaan Masih Didominasi Aparat Kepolisian
Yati menilai, mekanisme internal ini belum maksimal dan lebih banyak melindungi sesama anggota aparat keamanan daripada memberikan keadilan untuk korban.
"Seringkali mereka (aparat keamanan) mempercepat penyelesaian melalui mekanisme internal supaya tidak melalui mekanisme pidana umum. Itu kan (mekanisme internal) memberikan privilege (keistimewaan) buat pelaku penyiksaan, 'tidak diapa-apain juga ya', tidak ada hukuman yang signifikan juga," ujar dia.
Selanjutnya, kata Yati, aparat hukum seperti Polri memiliki aturan tentang HAM dalam menjalankan tugasnya. Akan tetapi, standar hak asasi manusia dalam penyelenggara tugas Polri dinilai tidak efektif di lapangan.
"Artinya tidak bisa dikomunikasikan. Itu menjadi perhatian Polri untuk mengukur aturan," kata dia.
Baca juga: "Indonesia Berada di Bawah Bayang-bayang Penyiksaan..."
Di sisi lain, kata Yati, TNI juga telah memiliki Peraturan Panglima TNI Nomor 73/IX/2010 tentang Penentangan Penyiksaan.
Meski begitu, Yati menilai perlu ada evaluasi apakah aturan itu efektif untuk mencegah terjadinya penyiksaan oleh oknum TNI.
"Panglima TNI tahun 2010 sudah ada Perpang (Peraturan Panglima TNI) yang mengatur tentang pelarangan penggunaan penyiksaan," ujar Yati.
"Aturan-aturan yang ada tidak pernah dievaluasi, dikoreksi, dan dimonitor implementasi di lapangan," ujarnya.
Baca juga: Menurut Kontras, Ini Penyebab Terjadinya Tindakan Penyiksaan terhadap Warga Sipil
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.