Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPK Ingatkan Kemenkumham Serius Perbaiki Tata Kelola Lapas

Kompas.com - 18/06/2019, 20:13 WIB
Dylan Aprialdo Rachman,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengingatkan, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) untuk serius memperbaiki tata kelola Lembaga Pemasyarakatan (Lapas).

Salah satunya terkait rencana aksi pencegahan korupsi Direktorat Jenderal Pemasyarakatan untuk memindahkan sejumlah narapidana kasus korupsi ke kawasan Lapas Nusakambangan.

"Kami ingatkan poin-poin usulan rencana aksi pemindahan napi kasus korupsi ke Nusakambangan itu sebenarnya adalah bagian dari draf rencana aksi yang disampaikan Kemenkumham. Kami mengharapkan ada keseriusan dari Kemenkumham untuk melakukan perbaikan dan berbenah dalam pengelolaan Lapas," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (18/6/2019).

Baca juga: Novanto Pelesiran Lagi, Wiranto Sebut Perlu Lapas Khusus di Pulau Terpencil

Febri pun menanggapi pernyataan Menkumham Yasonna Laoly bahwa narapidana kasus korupsi bukan narapidana berisiko tinggi (high risk) dan tidak perlu ditempatkan di Lapas super maximum security di Nusakambangan. Yasonna juga menyatakan masih mempelajari rencana itu.

"Kemenkumham mengenal ada empat bentuk Lapas mulai dari super maximum security sampai minimum security. Dan di Nusakambangan itu tidak hanya Lapas super maximum security yang ada, tapi ada juga maximum security. Nah KPK dalam kajiannya sudah mendatangi Lapas tersebut termasuk 23 Lapas dan Rutan yang lain untuk melakukan observasi," kata Febri.

Ia menjelaskan, dari kajian yang dilakukan KPK dan dikoordinasikan bersama Ditjen Pemasyarakatan, para narapidana kasus korupsi bisa saja ditempatkan di Lapas maximum security dengan pertimbangan tertentu.

"Salah satu pertimbangannya adalah risiko yang tinggi pengulangan pidana. Khusus dalam tindak pidana korupsi, KPK telah melakukan OTT Kalapas Sukamiskin yang disuap oleh narapidana kasus korupsi di sana. Kami menduga praktik seperti ini sangat berisiko terjadi untuk pihak lain," ujar dia.

Baca juga: Pasca Peristiwa Novanto, Yasonna Ingatkan Konsistensi Pelaksanaan Prosedur di Lapas

Risiko itu seperti napi korupsi menyuap atau memberi gratifikasi ke petugas Lapas untuk mendapat fasilitas tertentu atau perlakuan istimewa.

Perbaikan ini yang dinilai Febri sesuai Peraturan Menkumham tentang Revitalisasi Penyelenggaraan Pemasyarakatan.

Penempatan di Lapas dalam kategori maximum security ini, kata Febri, diharapkan mengurangi risiko pengulangan tindak pidana korupsi serta penyalahgunaan prosedur di Lapas.

"KPK sebenarnya dalam posisi membantu Kementerian Hukum dan HAM untuk melakukan perbaikan itu dengan tugas pencegahan. Jadi semaksimal mungkin kami mendorong dan membantu agar perbaikan itu dilakukan. Karena itu untuk kepentingan kredibilitas Kementerian Hukum dan HAM itu sendiri," ujarnya.

Kompas TV Kementerian Hukum dan HAM menjamin narapidana kasus korupsi KTP elektronik Setya Novanto tidak akan bisa lagi melanggar aturan seperti di Lapas Sukamiskin. Mengapa demikian? Berikut liputannya untuk Anda. #Setnov #SetyaNovanto #NapiKorupsi
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Pakar Hukum Sebut Kecil Kemungkinan Gugatan PDI-P ke KPU Dikabulkan PTUN

Pakar Hukum Sebut Kecil Kemungkinan Gugatan PDI-P ke KPU Dikabulkan PTUN

Nasional
Hakim Agung Gazalba Saleh Didakwa Terima Gratifikasi Rp 650 Juta Bersama Pengacara

Hakim Agung Gazalba Saleh Didakwa Terima Gratifikasi Rp 650 Juta Bersama Pengacara

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang 'Toxic', Pengamat: Siapa Pun yang Jadi Benalu Presiden

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang "Toxic", Pengamat: Siapa Pun yang Jadi Benalu Presiden

Nasional
Syarat Usia Masuk TK, SD, SMP, dan SMA di PPDB 2024

Syarat Usia Masuk TK, SD, SMP, dan SMA di PPDB 2024

Nasional
Jokowi Sebut Semua Negara Takuti 3 Hal, Salah Satunya Harga Minyak

Jokowi Sebut Semua Negara Takuti 3 Hal, Salah Satunya Harga Minyak

Nasional
Demokrat Anggap SBY dan Jokowi Dukung “Presidential Club”, tetapi Megawati Butuh Pendekatan

Demokrat Anggap SBY dan Jokowi Dukung “Presidential Club”, tetapi Megawati Butuh Pendekatan

Nasional
Demokrat Bilang SBY Sambut Baik Ide “Presidential Club” Prabowo

Demokrat Bilang SBY Sambut Baik Ide “Presidential Club” Prabowo

Nasional
Jokowi Kembali Ingatkan agar Anggaran Tidak Habis Dipakai Rapat dan Studi Banding

Jokowi Kembali Ingatkan agar Anggaran Tidak Habis Dipakai Rapat dan Studi Banding

Nasional
Jaksa Ungkap Ayah Gus Muhdlor Hubungkan Terdakwa dengan Hakim Agung Gazalba lewat Pengacara

Jaksa Ungkap Ayah Gus Muhdlor Hubungkan Terdakwa dengan Hakim Agung Gazalba lewat Pengacara

Nasional
Disebut PAN Calon Menteri Prabowo, Eko Patrio Miliki Harta Kekayaan Rp 131 Miliar

Disebut PAN Calon Menteri Prabowo, Eko Patrio Miliki Harta Kekayaan Rp 131 Miliar

Nasional
Termohon Salah Baca Jawaban Perkara, Hakim MK: Kemarin Kalah Badminton Ada Pengaruhnya

Termohon Salah Baca Jawaban Perkara, Hakim MK: Kemarin Kalah Badminton Ada Pengaruhnya

Nasional
Suhu Udara Panas, BMKG: Indonesia Tak Terdampak 'Heatwave'

Suhu Udara Panas, BMKG: Indonesia Tak Terdampak "Heatwave"

Nasional
Jumlah Dokter Spesialis Indonesia Kecil Dibanding Negara ASEAN, Jokowi: Masuk 3 Besar, tapi dari Bawah

Jumlah Dokter Spesialis Indonesia Kecil Dibanding Negara ASEAN, Jokowi: Masuk 3 Besar, tapi dari Bawah

Nasional
Jokowi Sebut Minimnya Dokter Spesialis Kerap Jadi Keluhan Warga

Jokowi Sebut Minimnya Dokter Spesialis Kerap Jadi Keluhan Warga

Nasional
Bappenas Integrasikan Rencana Pemerintah dengan Program Kerja Prabowo

Bappenas Integrasikan Rencana Pemerintah dengan Program Kerja Prabowo

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com