JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Komisi III Arsul Sani menilai, status Sukamiskin sebagai lembaga pemasyarakatan (Lapas) khusus koruptor perlu dievaluasi.
Menurut dia, lapas tersebut beberapa kali kecolongan dengan adanya pelanggaran oleh beberaoa terpidana kasus korupsi di sana.
Hal itu disampaikan Arsul menanggapi pelesiran terpidana kasus korupsi e-KTP saat berada di Lapas Sukamiskin.
Baca juga: Dari Rumah Makan Padang hingga ke Toko Bangunan, Sepak Terjang Novanto dari Balik Jeruji...
Ia mengatakan, kebijakan menjadikan Lapas Sukamiskin sebagai tempat utama bagi terpidana korupsi sudah berjalan lima tahun.
Dengan adanya kasus Novanto serta pelanggaran lainnya, kebijakan tersebut perlu dievaluasi.
Ia mengusulkan ke depannya koruptor tak dikumpulkan menjadi satu, melainkan disebar ke beberapa lapas.
Selanjutnya, Direktorat Jenderal Pemasyarakatan mengompetisikan pengelolaan lapas-lapas yang menampung para koruptor.
Ia yakin kebijakan tersebut lebih efektif lantaran bisa mengurangi pelanggaran para koruptor yang biasanya merupakan bekas pejabat penting dan tokoh politik yang memiliki pengaruh besar jika disatukan.
Baca juga: Menurut KPK, Kasus Pelesiran Novanto Berisiko bagi Kredibilitas Kemenkumham
"Model desentralisasi ini juga memecah berkumpulnya para terpidana kasus korupsi pada satu tempat yang merupakan eks pejabat penting, tokoh poliik dan kalangan swasta berpunya," kata Arsul.
"Mereka bisa jadi punya kekuatan mempengaruhi atau menekan aparat lapas ketika berada di satu tempat bersama-sama," lanjut politisi PPP itu.
Sebelumnya, Setya Novanto kedapatan menyalahgunakan izin keluar lapas. Saat diberikan izin berobat di Rumah Sakit (RS) Santosa Bandung, mantan Ketua DPR RI itu sempat pelesiran di salah satu toko bangunan di Padalarang, Bandung Barat.
Novanto dipindahkan ke Rutan Gunung Sindur. Pertimbangannya, karena Rutan Gunung Sindur adalah rutan dengan pengamanan maksimun.
Penempatan itu bertujuan agar tidak terjadi pelanggaran tata tertib lapas/rutan yang dilakukan kepada Novanto.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.