Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Anggota Komisi III: Status Sukamiskin sebagai Lapas Koruptor Perlu Dievaluasi

Kompas.com - 17/06/2019, 10:47 WIB
Rakhmat Nur Hakim,
Inggried Dwi Wedhaswary

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Komisi III Arsul Sani menilai, status Sukamiskin sebagai lembaga pemasyarakatan (Lapas) khusus koruptor perlu dievaluasi.

Menurut dia, lapas tersebut beberapa kali kecolongan dengan adanya pelanggaran oleh beberaoa terpidana kasus korupsi di sana.

Hal itu disampaikan Arsul menanggapi pelesiran terpidana kasus korupsi e-KTP saat berada di Lapas Sukamiskin.

Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional pasangan Joko Widodo-Maruf Amin (TKN) Arsul Sani di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, (29/5/2019).KOMPAS.com/KRISTIAN ERDIANTO Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional pasangan Joko Widodo-Maruf Amin (TKN) Arsul Sani di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, (29/5/2019).
"Salah satu bentuk pembenahan sistemnya adalah evaluasi kebijakan dan peraturan. Di antaranya evaluasi kembali kebijakan menjadikan Lapas Sukamiskin sebagai lapas utama bagi terpidana korupsi," kata Arsul melalui pesan singkat, Senin (17/6/2019).

Baca juga: Dari Rumah Makan Padang hingga ke Toko Bangunan, Sepak Terjang Novanto dari Balik Jeruji...

Ia mengatakan, kebijakan menjadikan Lapas Sukamiskin sebagai tempat utama bagi terpidana korupsi sudah berjalan lima tahun.

Dengan adanya kasus Novanto serta pelanggaran lainnya, kebijakan tersebut perlu dievaluasi.

Ia mengusulkan ke depannya koruptor tak dikumpulkan menjadi satu, melainkan disebar ke beberapa lapas.

Selanjutnya, Direktorat Jenderal Pemasyarakatan mengompetisikan pengelolaan lapas-lapas yang menampung para koruptor.

Ia yakin kebijakan tersebut lebih efektif lantaran bisa mengurangi pelanggaran para koruptor yang biasanya merupakan bekas pejabat penting dan tokoh politik yang memiliki pengaruh besar jika disatukan.

Baca juga: Menurut KPK, Kasus Pelesiran Novanto Berisiko bagi Kredibilitas Kemenkumham

"Model desentralisasi ini juga memecah berkumpulnya para terpidana kasus korupsi pada satu tempat yang merupakan eks pejabat penting, tokoh poliik dan kalangan swasta berpunya," kata Arsul.

"Mereka bisa jadi punya kekuatan mempengaruhi atau menekan aparat lapas ketika berada di satu tempat bersama-sama," lanjut politisi PPP itu.

Sebelumnya, Setya Novanto kedapatan menyalahgunakan izin keluar lapas. Saat diberikan izin berobat di Rumah Sakit (RS) Santosa Bandung, mantan Ketua DPR RI itu sempat pelesiran di salah satu toko bangunan di Padalarang, Bandung Barat.

Novanto dipindahkan ke Rutan Gunung Sindur. Pertimbangannya, karena Rutan Gunung Sindur adalah rutan dengan pengamanan maksimun.

Penempatan itu bertujuan agar tidak terjadi pelanggaran tata tertib lapas/rutan yang dilakukan kepada Novanto.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

CSIS: Mayoritas Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik

CSIS: Mayoritas Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik

Nasional
Korlantas Kaji Pengamanan Lalu Lintas Jelang World Water Forum Ke-10 di Bali

Korlantas Kaji Pengamanan Lalu Lintas Jelang World Water Forum Ke-10 di Bali

Nasional
Jokowi Dukung Prabowo-Gibran Rangkul Semua Pihak Pasca-Pilpres

Jokowi Dukung Prabowo-Gibran Rangkul Semua Pihak Pasca-Pilpres

Nasional
Pakar Sebut Semua Lembaga Tinggi Negara Sudah Punya Undang-Undang, Hanya Presiden yang Belum

Pakar Sebut Semua Lembaga Tinggi Negara Sudah Punya Undang-Undang, Hanya Presiden yang Belum

Nasional
Saksi Ungkap SYL Minta Kementan Bayarkan Kartu Kreditnya Rp 215 Juta

Saksi Ungkap SYL Minta Kementan Bayarkan Kartu Kreditnya Rp 215 Juta

Nasional
Saksi Sebut Bulanan untuk Istri SYL dari Kementan Rp 25 Juta-Rp 30 Juta

Saksi Sebut Bulanan untuk Istri SYL dari Kementan Rp 25 Juta-Rp 30 Juta

Nasional
Tata Kelola Dana Pensiun Bukit Asam Terus Diperkuat

Tata Kelola Dana Pensiun Bukit Asam Terus Diperkuat

Nasional
Jelang Disidang Dewas KPK karena Masalah Etik, Nurul Ghufron Laporkan Albertina Ho

Jelang Disidang Dewas KPK karena Masalah Etik, Nurul Ghufron Laporkan Albertina Ho

Nasional
Kejagung Diminta Segera Tuntaskan Dugaan Korupsi Komoditi Emas 2010-2022

Kejagung Diminta Segera Tuntaskan Dugaan Korupsi Komoditi Emas 2010-2022

Nasional
PKB-Nasdem-PKS Isyaratkan Gabung Prabowo, Pengamat: Kini Parpol Selamatkan Diri Masing-masing

PKB-Nasdem-PKS Isyaratkan Gabung Prabowo, Pengamat: Kini Parpol Selamatkan Diri Masing-masing

Nasional
Saksi Sebut Dokumen Pemeriksaan Saat Penyelidikan di KPK Bocor ke SYL

Saksi Sebut Dokumen Pemeriksaan Saat Penyelidikan di KPK Bocor ke SYL

Nasional
Laporkan Albertina ke Dewas KPK, Nurul Ghufron Dinilai Sedang Menghambat Proses Hukum

Laporkan Albertina ke Dewas KPK, Nurul Ghufron Dinilai Sedang Menghambat Proses Hukum

Nasional
TKN Sebut Pemerintahan Prabowo Tetap Butuh Oposisi: Katanya PDI-P 'Happy' di Zaman SBY...

TKN Sebut Pemerintahan Prabowo Tetap Butuh Oposisi: Katanya PDI-P "Happy" di Zaman SBY...

Nasional
KPK Belum Terima Salinan Resmi Putusan Kasasi yang Menang Lawan Eltinus Omaleng

KPK Belum Terima Salinan Resmi Putusan Kasasi yang Menang Lawan Eltinus Omaleng

Nasional
'Groundbreaking' IKN Tahap Keenam: Al Azhar, Sekolah Bina Bangsa, dan Pusat Riset Standford

"Groundbreaking" IKN Tahap Keenam: Al Azhar, Sekolah Bina Bangsa, dan Pusat Riset Standford

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com