Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

5 Hal Menarik dari Sidang Perdana Gugatan Prabowo-Sandiaga di MK

Kompas.com - 17/06/2019, 07:54 WIB
Jessi Carina,
Inggried Dwi Wedhaswary

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com — Sidang pendahuluan sengketa pilpres telah digelar pada Jumat (14/6/2019) pekan lalu.

Dalam sidang tersebut, sebagai pemohon, tim hukum pasangan calon presiden dan wakil presiden nomor urut 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno membacakan permohonan gugatan.

Komisi Pemilihan Umum sebagai termohon dan tim hukum paslon nomor urut 01 Jokowi-Ma'ruf sebagai pihak terkait juga hadir dalam persidangan tersebut.

Pada sidang perdana, KPU dan tim hukum 01 belum mendapatkan kesempatan untuk menyampaikan jawaban atas isi permohonan tim hukum 02.

Sejak awal, banyak dinamika yang terjadi dalam persidangan.

Dinamika persidangan ini bahkan berujung pada berubahnya jadwal sidang lanjutan.

Berikut ini sejumlah hal menarik yang terjadi pada sidang pendahuluan sengketa pilpres:

1. Sikap Majelis Hakim

Saat membuka persidangan, Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman menyampaikan dengan tegas bahwa sembilan hakim konstitusi tidak pernah takut dan tunduk kepada siapa pun. MK tidak dapat diintervensi oleh siapa pun.

"Seperti yang pernah kami sampaikan bahwa kami tidak tunduk pada siapa pun dan tidak takut pada siapa pun," ujar Anwar.

Menurut Anwar, MK merupakan lembaga independen yang terpisah dari tiga lembaga kekuasaan lain, seperti Presiden, DPR, dan Mahkamah Agung.

Anwar meyakinkan bahwa dalam memutus perkara hasil pemilihan umum, MK akan bersikap independen dan memutus sesuai konstitusi.

Baca juga: Ketua MK: Kami Tidak Tunduk dan Takut Siapapun

Pakar hukum tata negara Bayu Dwi Anggono mengatakan pernyataan itu seolah ditujukan kepada tim hukum 02. Sebab, tim hukum 02 pada awal pendaftaran sempat meminta MK bisa menempatkan diri agar tidak jadi bagian dari rezim korup.

"Pernyataan kuasa hukum 02 bahwa MK bagian rezim tertentu itu dijawab tuntas, cash, oleh majelis hakim," ujar Bayu.

Apalagi di media sosial sudah mulai muncul tuduhan untuk para hakim MK. Bayu mengaku pernah melihat unggahan di medsos berupa foto Ketua MK sedang bersalaman dengan Presiden Jokowi saat disumpah. Kemudian, muncul anggapan bahwa MK tunduk kepada pemerintah.

"Ini yang dijawab hakim bahwa MK adalah kekuasaan yang mandiri dan tidak tunduk pada siapa pun," kata Bayu.

2. Kontroversi isi permohonan 02

Ketua MK Anwar Usman mempersilakan tim hukum 02 membacakan isi permohonannya, bertolak pada dokumen yang didaftarkan ke MK pertama kali, yaitu pada 24 Mei 2019.

Namun, pada kenyataannya, tim hukum 02 membacakan isi permohonan perbaikan yang mereka serahkan ke MK pada 10 Juni.

Dua dokumen tersebut berbeda jauh. Pada dokumen permohonan yang pertama, isinya hanya 37 halaman, sedangkan permohonan yang baru isinya mencapai 147 halaman.

Baca juga: Yusril: Yang Dibacakan Tim 02 Bukan Perbaikan Gugatan, tetapi Permohonan Baru

Jumlah petitumnya yang semula hanya tujuh kini menjadi 15 poin. Termohon dan pihak terkait telah mencoba menyampaikan interupsi di tengah persidangan.

Namun, hakim memutuskan untuk menolak dan mempersilakan tim hukum 02 menyelesaikan penyampaian permohonannya.

3. Fokus pada kecurangan TSM

Hal menarik lain adalah isi petitum dari permohonan gugatan tim hukum 02 salah satunya adalah meminta MK menetapkan Prabowo-Sandiaga sebagai pemenang pilpres.

Kemudian, menetapkan bahwa hasil suara yang sah adalah versi pemohon, yaitu 52 persen untuk Prabowo-Sandi dan 48 persen untuk Jokowi-Ma'ruf.

Namun, pada dua jam pertama, tim hukum 02 justru fokus membacakan tuduhan soal kecurangan pemilu yang terstruktur, sistematis, dan masif.

Baca juga: Tim Hukum Minta MK Nyatakan Suara Prabowo-Sandiaga 52 Persen, Jokowi-Maruf 48 Persen

Hal ini dianggap tidak wajar oleh pakar hukum tata negara Bayu Dwi Anggono. Menurut dia, seharusnya konstruksi permohonan dimulai dari penjelasan soal kesalahan penghitungan yang dilakukan termohon terlebih dahulu.

"Harusnya itu yang diulang panjang lebar. Tetapi saya amati ternyata hampir dua jam pertama bukan malah bicara bagaimana kesalahan hitung terjadi dan kenapa yang benar itu penghitungan pemohon. Tapi malah kenapa MK itu berwenang mengurus kecurangan pemilu," ujar Bayu.

Sementara itu, argumen mengenai kesalahan hitung oleh KPU hanya dijelaskan selama 30 menit.

4. Protes dari pengacara KPU dan 01

Pembacaan permohonan versi 10 Juni yang dilakukan oleh tim hukum 02 menimbulkan perdebatan pada akhir persidangan.

Pengacara Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan juga pasangan calon presiden dan wakil presiden nomor urut 01 Jokowi-Ma'ruf protes meminta hakim untuk memutuskan status perbaikan gugatan yang diajukan tim hukum Prabowo-Sandiaga.

Keduanya mempertanyakan apakah dokumen perbaikan itu bisa dijadikan acuan dalam proses sidang sengketa pilpres ini.

"Kami paham majelis akan putuskan perkara ini sebijaksana mungkin. Tetapi kalau boleh, ada baiknya sekarang ada musyawarah majelis untuk memutuskan yang mana (yang dipakai)? Yang awal atau yang kedua supaya ada kejelasan," ujar Ketua Tim Hukum 01 Yusril Ihza Mahendra.

Baca juga: Hakim MK Minta Perbaikan Permohonan Prabowo-Sandi Tak Dipersoalkan

 

Sebab, hal ini berkaitan dengan jawaban tim hukum 01 sebagai pihai terkait. Yusril mengatakan, pihaknya harus memastikan gugatan mana yang harus dijawab.

Hal yang sama disampaikan oleh pengacara KPU, Ali Nurdin. Ia mengatakan kepastian mengenai status perbaikan gugatan ini penting untuk KPU. Sebab, KPU harus menyiapkan bukti serta saksi sesuai yang tercantum dalam gugatan Prabowo-Sandi.

Persiapan saksi ini butuh kepastian karena saksi didatangkan dari seluruh Indonesia.

"Kami percaya MK bisa memutuskan secara adil. Tetapi lebih baik keputusan itu dilakukan di depan karena menyangkut persiapan kami terkait saksi dari seluruh kota di Indonesia karena cakupannya sangat banyak," kata Ali.

KPU pun sempat meminta waktu yang lebih panjang untuk menyampaikan jawaban atas permohonan 02. Sidang sempat diskors setelah perdebatan itu.

5. Perubahan jadwal sidang

Mahkamah Konstitusi (MK) akhirnya mengabulkan sebagian permohonan Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai pihak terkait dalam sidang pendahuluan sengketa hasil Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres) 2019.

Awalnya, kuasa hukum KPU sebagai termohon meminta pihaknya dapat memberikan jawaban atas dalil permohonan yang diajukan tim hukum pasangan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno selaku pihak pemohon pada Rabu (19/6/2019).

Sementara sidang lanjutan dengan agenda mendengar jawaban dari KPU dan tim hukum pasangan Jokowi-Ma'ruf Amin dijadwalkan pada Senin (17/6/2019).

Baca juga: Selasa Pekan Depan, KPU dan Tim Hukum Jokowi Berikan Jawaban atas Sengketa Pilpres

Terkait hal itu majelis hakim MK akhirnya memutuskan untuk menggelar sidang lanjutan pada Selasa ( 18/6/2019).

"Permohonan termohon dikabulkan sebagian. Artinya tidak perlu hari Senin tapi hari Selasa," ujar Ketua MK Anwar Usman.

Dengan demikian, jawaban dari KPU harus diserahkan paling lambat sebelum MK menggelar sidang lanjutan pukul 09.00 WIB.

Akibat pengunduran jadwal tersebut, kata Anwar, akan terjadi perubahan jadwal sidang berikutnya.

Jadwal sidang berikutnya akan segera dikirimkan ke seluruh pihak yang berperkara melalui kepaniteraan MK.

"Dengan adanya pengunduran persidangan hari Senin itu jadi hari Selasa, jadwal bergeser semua dan nanti oleh kepaniteraan akan diserahkan kepada para pihak perubahan jadwal keseluruhannya, pembuktian dan lain-lain," kata Anwar.

KOMPAS.com/Akbar Bhayu Tamtomo Infografik: Jadwal Sengketa Pilpres di Mahkamah Konstitusi

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

9 Kabupaten dan 1 Kota  Terdampak Gempa M 6,2 di Garut

9 Kabupaten dan 1 Kota Terdampak Gempa M 6,2 di Garut

Nasional
KPK Sebut Dokter yang Tangani Gus Muhdlor Akui Salah Terbitkan Surat 'Dirawat Sampai Sembuh'

KPK Sebut Dokter yang Tangani Gus Muhdlor Akui Salah Terbitkan Surat "Dirawat Sampai Sembuh"

Nasional
BNPB: Tim Reaksi Cepat Lakukan Pendataan dan Monitoring Usai Gempa di Garut

BNPB: Tim Reaksi Cepat Lakukan Pendataan dan Monitoring Usai Gempa di Garut

Nasional
BNPB: Gempa M 6,2 di Garut Rusak Tempat Ibadah, Sekolah, dan Faskes

BNPB: Gempa M 6,2 di Garut Rusak Tempat Ibadah, Sekolah, dan Faskes

Nasional
PBNU Gelar Karpet Merah Sambut Prabowo-Gibran

PBNU Gelar Karpet Merah Sambut Prabowo-Gibran

Nasional
KPK Nonaktifkan Dua Rutan Buntut Pecat 66 Pegawai yang Terlibat Pungli

KPK Nonaktifkan Dua Rutan Buntut Pecat 66 Pegawai yang Terlibat Pungli

Nasional
BNPB: 4 Orang Luka-luka Akibat Gempa M 6,2 di Kabupaten Garut

BNPB: 4 Orang Luka-luka Akibat Gempa M 6,2 di Kabupaten Garut

Nasional
Prahara di KPK: Usai Laporkan Albertina Ho, Nurul Ghufron Dilaporkan Novel Baswedan Cs Ke Dewas

Prahara di KPK: Usai Laporkan Albertina Ho, Nurul Ghufron Dilaporkan Novel Baswedan Cs Ke Dewas

Nasional
BNPB: Gempa M 6,2 di Kabupaten Garut Rusak 27 Unit Rumah, 4 di Antaranya Rusak Berat

BNPB: Gempa M 6,2 di Kabupaten Garut Rusak 27 Unit Rumah, 4 di Antaranya Rusak Berat

Nasional
Tanggal 1 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 1 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Tanggal 30 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 30 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Pengamat: Nasib Ganjar Usai Pilpres Tergantung PDI-P, Anies Beda karena Masih Punya Pesona Elektoral

Pengamat: Nasib Ganjar Usai Pilpres Tergantung PDI-P, Anies Beda karena Masih Punya Pesona Elektoral

Nasional
Defend ID Targetkan Tingkat Komponen Dalam Negeri Alpalhankam Capai 55 Persen 3 Tahun Lagi

Defend ID Targetkan Tingkat Komponen Dalam Negeri Alpalhankam Capai 55 Persen 3 Tahun Lagi

Nasional
TNI AL Kerahkan 3 Kapal Perang Korvet untuk Latihan di Laut Natuna Utara

TNI AL Kerahkan 3 Kapal Perang Korvet untuk Latihan di Laut Natuna Utara

Nasional
Dampak Eskalasi Konflik Global, Defend ID Akui Rantai Pasokan Alat Pertahanan-Keamanan Terganggu

Dampak Eskalasi Konflik Global, Defend ID Akui Rantai Pasokan Alat Pertahanan-Keamanan Terganggu

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com