Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Minta Maaf, Menkoinfo Mohon Pengertian Masyarakat soal Pembatasan Akses Medsos

Kompas.com - 23/05/2019, 18:37 WIB
Sandro Gatra

Editor

JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara meminta maaf jika ada masyarakat yang merasa dirugikan dari kebijakan pembatasan sementara akses media sosial dan aplikasi berkirim pesan.

Rudiantara berharap masyarakat bisa memahami tujuan dari pembatasan tersebut.

"Saya mohon maaf apabila ada yang dirugikan. Saya mohon pengertiannya masyarakat yang terdampak," kata Rudiantara dalam wawancara dengan Kompas TV, Kamis (23/5/2019).

Pemerintah sebelumnya membatasi akses medsos dan aplikasi berkirim pesan untuk mencegah penyebaran hoaks dan provokasi kepada masyarakat di tengah aksi unjuk rasa menolak hasil rekapitulasi suara Pilpres 2019.

Baca juga: Cegah Sebaran Hoaks, Pemerintah Batasi Akses di WhatsApp

Pembatasan dilakukan sejak Rabu (22/5) kemarin. Pengguna aplikasi WhatsApp yang paling terkena dampak. Pengguna tidak bisa mengirim atau mengunduh foto dan video.

Rudiantara menjelaskan, kebijakan itu diambil berdasarkan analisa pihaknya belakangan ini. Info hoaks dan provokasi beredar hingga ribuan jumlahnya hanya dalam waktu sebulan.

Ia menekankan, medsos berbeda dengan media massa mainstrem. Siapapun pengguna medsos bisa membuat konten apa saja.

Rudiantara mengatakan, modus selama ini, para penyebar hoaks terlebih dulu mengunggah konten foto atau video di medsos seperti Facebook, Instagram, dan Twitter. Konten tersebut kemudian di-screenshot lalu disebar via WhatsApp.

"Viralnya melalu WhatsApp," kata dia.

Baca juga: Perusuh 22 Mei, dari By Design, Massa Bayaran, hingga Dalang Kerusuhan

Masalahnya, hampir semua pengguna ponsel pintar menggunakan WhatsApp dalam berkirim pesan. Jumlah pengguna WhatsApp, kata dia, paling tidak antara 150 juta sampai 200 juta.

Pemerintah, kata Rudiantara, tentu ingin menjaga keamanan nasional, terutama di Jakarta yang menjadi pusat aksi unjuk rasa besar-besaran. Karena itu, fitur untuk mengirim atau mengunduh video atau foto dibatasi.

"Untuk menurunkan tensi, kita harus melakukan tindakan pembatasan akses," kata dia.

Rudiantara menekankan, langkah itu sesuai dengan UU No 19/2016 tentang ITE. Dalam Pasal 40 diatur, pemerintah harus melindungi kepentingan umum dari segala jenis gangguan sebagai akibat penyalahgunaan ITE.

Baca juga: Wiranto: Kami Sudah Tahu Dalang Kerusuhan

Pemerintah juga wajib mencegah penyebaran informasi yang dilarang. Kemudian, pemerintah diberi kewenangan memutus akses.

Ketika ditanya sampai kapan pembatasan tersebut dilakukan, ia tidak dapat memastikan. Hal itu, kata dia, tergantung situasi keamanan berdasarkan pertimbangan banyak pihak.

Jadi, kata dia, pihak keamanan yang bisa memutuskan sampai kapan pembatasan itu diberlakukan.

Secara pribadi, Rudiantara tidak ingin pembatasan ini berlangsung lama. Pasalnya, ia mengaku juga terkena dampak kebijakan tersebut.

Karena itu, Rudiantara berharap situasi keamanan segera pulih agar semua fitur kembali diaktifkan.

"Maka jangan membuat kerusuhan lagi," katanya.


Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 11 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 11 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Demokrat Anggap Rencana Prabowo Tambah Kementerian Sah Saja, asal...

Demokrat Anggap Rencana Prabowo Tambah Kementerian Sah Saja, asal...

Nasional
Indonesia Digital Test House Diresmikan, Jokowi: Super Modern dan Sangat Bagus

Indonesia Digital Test House Diresmikan, Jokowi: Super Modern dan Sangat Bagus

Nasional
Menko Polhukam Harap Perpres 'Publisher Rights' Bisa Wujudkan Jurnalisme Berkualitas

Menko Polhukam Harap Perpres "Publisher Rights" Bisa Wujudkan Jurnalisme Berkualitas

Nasional
Saksi Sebut Kementan Beri Rp 5 Miliar ke Auditor BPK untuk Status WTP

Saksi Sebut Kementan Beri Rp 5 Miliar ke Auditor BPK untuk Status WTP

Nasional
Kasus Dugaan Asusila Ketua KPU Jadi Prioritas DKPP, Sidang Digelar Bulan Ini

Kasus Dugaan Asusila Ketua KPU Jadi Prioritas DKPP, Sidang Digelar Bulan Ini

Nasional
Gubernur Maluku Utara Nonaktif Diduga Cuci Uang Sampai Rp 100 Miliar Lebih

Gubernur Maluku Utara Nonaktif Diduga Cuci Uang Sampai Rp 100 Miliar Lebih

Nasional
Cycling de Jabar Segera Digelar di Rute Anyar 213 Km, Total Hadiah Capai Rp 240 Juta

Cycling de Jabar Segera Digelar di Rute Anyar 213 Km, Total Hadiah Capai Rp 240 Juta

Nasional
Hindari Konflik TNI-Polri, Sekjen Kemenhan Sarankan Kegiatan Integratif

Hindari Konflik TNI-Polri, Sekjen Kemenhan Sarankan Kegiatan Integratif

Nasional
KPK Tetapkan Gubernur Nonaktif Maluku Utara Tersangka TPPU

KPK Tetapkan Gubernur Nonaktif Maluku Utara Tersangka TPPU

Nasional
Soal Kemungkinan Duduki Jabatan di DPP PDI-P, Ganjar: Itu Urusan Ketua Umum

Soal Kemungkinan Duduki Jabatan di DPP PDI-P, Ganjar: Itu Urusan Ketua Umum

Nasional
Kapolda Jateng Disebut Maju Pilkada, Jokowi: Dikit-dikit Ditanyakan ke Saya ...

Kapolda Jateng Disebut Maju Pilkada, Jokowi: Dikit-dikit Ditanyakan ke Saya ...

Nasional
Jokowi dan Prabowo Rapat Bareng Bahas Operasi Khusus di Papua

Jokowi dan Prabowo Rapat Bareng Bahas Operasi Khusus di Papua

Nasional
Kemenhan Ungkap Anggaran Tambahan Penanganan Papua Belum Turun

Kemenhan Ungkap Anggaran Tambahan Penanganan Papua Belum Turun

Nasional
PAN Minta Demokrat Bangun Komunikasi jika Ingin Duetkan Lagi Khofifah dan Emil Dardak

PAN Minta Demokrat Bangun Komunikasi jika Ingin Duetkan Lagi Khofifah dan Emil Dardak

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com