Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

TNI-Polri Tak Gunakan Amunisi Tajam saat Amankan Ibu Kota pada 22 Mei

Kompas.com - 20/05/2019, 21:54 WIB
Fabian Januarius Kuwado,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - TNI-Polri mempersiapkan skenario pengamanan aksi unjuk rasa yang rencananya digelar 22 Mei 2019 mendatang.

Salah satu skenario itu diungkapkan Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko saat dijumpai di Gedung Bina Graha, Kompleks Istana Presiden, Jakarta, Senin (20/5/2019).

"Kami sudah rapat di Menkopolhukam, menyepakati, hindarkan TNI-Polri kita dari senjata amunisi tajam. Jadi enggak akan ada lagi itu sekarang penggunaan amunisi tajam, dilarang," ujar Moeldoko.

Selain itu, aparat pengamanan juga akan didesain tidak akan melakukan kontak secara langsung dengan pengunjuk rasa. Hal ini dilakukan demi meminimalisasi jatuhnya korban, baik dari pengunjuk rasa maupun dari aparat.

"Secara taktikal sudah disusun dengan baik. Kami sudah teruji dalam hal demo di mana-mana, bisa menangani. Ini pemerintah yang punya tanggung jawab dalam melindungi segenap bangsa," ujar Moeldoko.

Baca juga: Dinkes DKI Beri Dukungan Kesehatan pada 22 Mei atas Permintaan KPU

Rencananya, jumlah personel TNI-Polri yang akan diterjunkan di Ibu Kota pada 22 Mei 2019 sebanyak 28.000.

Oleh sebab itu, Moeldoko yang merupakan mantan Panglima TNI itu berharap masyarakat tidak perlu takut menjalani aktivitas pada tanggal tersebut.

"Kami juga mengimbau masyarakat tidak perlu berkumpul-kumpulah. Poinnya di situ," ujar dia.

Berpotensi Disusupi Teroris

Diberitakan, informasi soal dugaan penyusup dalam aksi unjuk rasa 22 Mei 2019 itu pertama diungkap Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko. Ia menegaskan, imbauan aparat keamanan agar masyarakat tidak bergabung ke aksi unjuk rasa itu, bukan untuk 'menggemboskan' aksi itu sendiri.

Imbauan perlu dibuat lantaran ada kelompok yang memanfaatkan aksi unjuk rasa tersebut untuk mengganggu ketertiban dan keamanan negara.

"Situasi itu mengundang pihak-pihak tertentu yang sering kita dengar. Ada kelompok teroris dan kelompok lain yang kepingin memanfaatkan situasi," ujar Moeldoko saat dijumpai di Gedung Bina Graha, Kompleks Istana Presiden, Jakarta, Senin siang.

Indikasi mengarah ke situasi chaos, lanjut Moeldoko, sudah cukup kuat. Baru-baru ini, Polri menangkap sejumlah terduga teroris. Dari mereka, Polri mendapatkan banyak informasi mengenai pemanfaatan aksi 22 Mei 2019.

Pertama, mereka menyiapkan senjata api, lengkap dengan peluru tajam serta peredamnya. Polri pun menduga, perlengkapan itu akan diarahkan ke kerumunan massa sehingga seolah-olah peluru itu datang dari TNI-Polri yang berjaga.

Kedua, kelompok teror juga sudah mempersiapkan martir yang akan dikorbankan pada aksi unjuk rasa itu.

"Sehingga nanti akan menjadi titik awal mereka melakukan anarkis," lanjut mantan Panglima TNI tersebut.

Baca juga: M Taufik Akan Ikut Aksi Saat 22 Mei

Dengan skenario demikian, maka tentu opini yang akan terbangun adalah pemerintah menggunakan TNI-Polri untuk sewenang-wenang dengan masyarakat. Ini cara untuk membangkitkan simpati publik dan membuat ketidakpercayaan ke pemerintah.

Oleh sebab itu, Moeldoko pun menganjurkan kepada peserta aksi unjuk rasa yang akan memprotes hasil penetapan Pemilu 2019 oleh KPU lebih baik menempuh jalur hukum terkait aspirasinya tersebut.

Kompas TV Kepala Staf Presiden Moeldoko mengimbau agar masyarakat selalu menjaga etika dalam memperlakukan simbol - simbol negara. Hal tersebut disampaikan Moeldoko saat menanggapi ancaman yang ditunjukan kepada Presiden Jokowi. #AncamanPadaJokowi #Moeldoko #SimbolNegara
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Nasional
PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

Nasional
Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Nasional
PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

Nasional
ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

Nasional
Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasional
PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

Nasional
Demokrat Tak Ingin Ada 'Musuh dalam Selimut' di Periode Prabowo-Gibran

Demokrat Tak Ingin Ada "Musuh dalam Selimut" di Periode Prabowo-Gibran

Nasional
Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Nasional
Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Nasional
Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Nasional
Gugat Dewas ke PTUN hingga 'Judicial Review' ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Gugat Dewas ke PTUN hingga "Judicial Review" ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Nasional
Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Nasional
Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Nasional
KPK Pertimbangkan Anggota DPR yang Diduga Terima THR dari Kementan jadi Saksi Sidang SYL

KPK Pertimbangkan Anggota DPR yang Diduga Terima THR dari Kementan jadi Saksi Sidang SYL

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com