Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Politisi PPP: Tim Hukum Nasional Jangan Dianggap Pertanda Kembalinya Mesin Otoriter

Kompas.com - 08/05/2019, 13:46 WIB
Jessi Carina,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Komisi III DPR dari Fraksi PPP, Arsul Sani mengajak masyarakat berpikir positif terhadap Tim Hukum Nasional yang rencananya dibentuk pemerintah.

Arsul mengatakan, langkah pemerintah tersebut tersebut jangan langsung dianggap sebagai sikap otoriter.

"Kita lihat dulu, itu proporsional atau tidak. Secara akademik dapat dipertanggungjawabkan atau tidak. Tetapi jangan kemudian itu dikritisi sebagai sebuah pertanda kembalinya mesin otoriter dan lain sebagainya," ujar Arsul di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (8/5/2019).

Menurut Arsul, tim ini justru bisa membuat penilaian obyektif terhadap pernyataan-pernyataan tokoh yang diduga melanggar hukum. Obyektifitas, kata Arsul, bisa melekat karena tim berisi orang-orang di luar pemerintahan.

Baca juga: Pemerintah Bentuk Tim Hukum Nasional Sikapi Aksi Meresahkan Pascapemilu

"Kalau tanpa kajian ahli, katakanlah orang pemerintahan saja yang mengambil kesimpulan atas sebuah ujaran atas sebuah ungkapan, itu nanti malah terlalu subyektif," ujar Arsul.

Sekretaris Jenderal PPP ini juga menilai pembentukan Tim Hukum Nasional bukan karena polisi dianggal tidak mampu. Tim ini justru bisa menjadi filter sebelum sebuah dugaan ujaran kebencian diproses hukum.

"Kalau kajiannya mengatakan ini memang sudah kelewatan secara pidana, secara keilmuan hukum pidana dan bisa diproses hukum, ya tentu bisa diproses hukum," ujar Arsul.

"Daripada masih belum jelas, masih mentah, tapi langsung diserahkan kepada kepolisian," tambah dia.

Menko Polhukam Wiranto sebelumnya menyatakan pemerintah membentuk tim hukum nasional yang khusus mengkaji berbagai aksi meresahkan pasca-pemilu.

Wiranto mengatakan, pasca-pemilu banyak bermunculan tindakan yang telah melanggar hukum.

Oleh karena itu, pemerintah membentuk tim hukum nasional untuk mengkaji langkah apa yang akan diambil terkait tindakan yang dinilai melanggar hukum itu.

"Hasil rapat salah satunya adalah kami (pemerintah) membentuk tim hukum. Nasional. Yang akan mengkaji ucapan, tindakan, pemikiran dari tokoh-tokoh tertentu, siapa pun dia. Yang nyata-nyata melanggar dan melawan hukum," ujar Wiranto usai memimpin rapat tentang keamanan pasca-pemilu di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Senin (6/5/2019).

Baca juga: Bentuk Tim Hukum Nasional Kaji Ucapan Tokoh, Pemerintah Dinilai Panik

Wiranto mengatakan, tim tersebut terdiri dari para pakar hukum, praktisi hukum, dan para akademisi yang kompeten.

Wiranto telah mengundang mereka untuk membicarakan tindakan-tindakan meresahkan pasca-pemilu yang dinilainya sudah masuk dalam kategori pelanggaran hukum.

Ia menyatakan, para pakar dan akademisi yang diundang juga menyetujui bahwa ada banyak tindakan meresahkan pasca-pemilu yang masuk dalam kategori pelanggaran hukum.

Kompas TV Usulan Menko Polhukam Wiranto untuk membentuk tim hukum nasional yang akan mengkaji ucapan dan tindakan para tokoh ditanggapi oleh Badan Pemenangan Nasional Prabowo Subianto-Sandiaga Uno. Menurut juru bicara BPN Prabowo-Sandi, Andre Rosiade, pembentukan tim ini tidak perlu. Jubir BPN ini juga menilai, dengan dibentuknya tim yang diinisiasi Menko Polhukam Wiranto ini terkesan mengekang kebebasan berpendapat. #BPN #MenkoPolhukam #TimHukumNasional
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Tanggal 5 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 5 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Nasional
PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

Nasional
Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Nasional
PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

Nasional
ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

Nasional
Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasional
PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

Nasional
Demokrat Tak Ingin Ada 'Musuh dalam Selimut' di Periode Prabowo-Gibran

Demokrat Tak Ingin Ada "Musuh dalam Selimut" di Periode Prabowo-Gibran

Nasional
Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Nasional
Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Nasional
Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Nasional
Gugat Dewas ke PTUN hingga 'Judicial Review' ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Gugat Dewas ke PTUN hingga "Judicial Review" ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Nasional
Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Nasional
Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com