Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

DPR Diminta Tak Buru-buru Sahkan RKUHP

Kompas.com - 05/05/2019, 14:36 WIB
Jessi Carina,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Aliansi Nasional Reformasi KUHP meminta Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk tidak buru-buru mengesahkan Rancangan Kitab Undang- undang Hukum Pidana (RKUHP).

DPR diingatkan kembali mengenai hal ini karena pekan depan mereka sudah memasuki masa sidang V.

Peneliti Institute For Criminal Justice Reform (ICJR) yang tergabung dalam aliansi ini, Maidina Rahmawati mengatakan masih banyak permasalahan dalam RKUHP tersebut.

"Kami meminta pemerintah dan DPR tidak terburu-buru mengesahkan RKUHP karena RKUHP masih memiliki banyak permasalahan," ujar Maidina dalam sebuah diskusi di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Minggu (5/5/2019).

Baca juga: Pasal Living Law Dalam RKUHP Dinilai Berpotensi Munculkan Perda Diskriminatif

Aliansi Nasional Reformasi KUHP mencatat sedikitnya ada 18 masalah yang belum selesai dalam RKUHP.

Beberapa di antaranya adalah masalah pidana mati yang seharusnya dihapuskan, pengaturan makar yang masih tidak merujui pada makna asli serangan, masalah pengaturan tindak pidana korporasi yang masih tumpang tindih antarpasal dalam RKUHP, dan lainnya.

Maidina mengatakan, identifikasi masalah tersebut merupakan catatan aliansi berdasarkan draf internal pemerintah pada 9 Juli 2018.

Draf tersebut merupakan yang terakhir yang bisa diterima oleh Aliansi Nasional Reformasi KUHP. Maidina menyebut pihaknya kesulitan untuk mendapatkan draf terbaru RKUHP tersebut.

Aliansi Nasional Reformasi KUHP pun merasa kaget ketika pemerintah menyebut draf RKUHP sudah siap 99 persen pada April 2019. Padahal sejak 30 Mei 2018, pemerintah dan DPR sepakat menunda pembahasan RKUHP sampai Pemilu 2019 selesai.

Baca juga: Hindari Politisasi Kelompok Minoritas, RKUHP Diminta Dibahas Setelah Pemilu 2019

"Klaim tersebut tidak sejalan dengan apa yang kami kawal selama ini. Yang sudah siap disahkan itu apa?" kata dia.

Artinya, selama masa penundaan ini, pemerintah telah melakukan rapat internal tertutup yang tidak bisa diakses masyarakat.

Aliansi Nasional Reformasi KUHP jadi tidak tahu perkembangan atas 18 catatan pada draf terakhir. Publik juga tidak mengetahui bagaimana isi draft terbaru RKUHP tersebut.

Alasan-alasan ini melatarbelakangi Aliansi Nasional Reformasi KUHP untuk meminta DPR tidak buru-buru mengesahkan RKUHP pada masa sidang V.

Kompas TV Presiden Joko Widodo bertemu pimpinan KPK di Istana Bogor membahas RKUHP.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Nasional
Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Nasional
Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Nasional
Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Nasional
KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

Nasional
TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

Nasional
Sejarah BIN yang Hari Ini Genap Berusia 78 Tahun

Sejarah BIN yang Hari Ini Genap Berusia 78 Tahun

Nasional
Presiden Jokowi Bakal Resmikan Modeling Budidaya Ikan Nila Salin di Karawang Besok

Presiden Jokowi Bakal Resmikan Modeling Budidaya Ikan Nila Salin di Karawang Besok

Nasional
Di Forum MIKTA Meksiko, Puan Bahas Tantangan Ekonomi Global hingga Persoalan Migran

Di Forum MIKTA Meksiko, Puan Bahas Tantangan Ekonomi Global hingga Persoalan Migran

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi Kabinet ke Megawati, Pengamat: Itu Hak Presiden, Wapres Hanya Ban Serep

Gibran Ingin Konsultasi Kabinet ke Megawati, Pengamat: Itu Hak Presiden, Wapres Hanya Ban Serep

Nasional
Prabowo Mau Bentuk 'Presidential Club', Pengamat: Kalau Diformalkan, Berapa Lagi Uang Negara Dipakai?

Prabowo Mau Bentuk "Presidential Club", Pengamat: Kalau Diformalkan, Berapa Lagi Uang Negara Dipakai?

Nasional
Hadiri MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10 di Meksiko, Puan: Kepemimpinan Perempuan adalah Kunci Kemajuan Negara

Hadiri MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10 di Meksiko, Puan: Kepemimpinan Perempuan adalah Kunci Kemajuan Negara

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com