Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
The Conversation
Wartawan dan akademisi

Platform kolaborasi antara wartawan dan akademisi dalam menyebarluaskan analisis dan riset kepada khalayak luas.

Mencegah Polarisasi Politik Pasca-Pilpres 2019 Semakin Tajam

Kompas.com - 23/04/2019, 13:29 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Jokowi memenangi Pilpres 2014 dengan margin tipis. Perbedaan raihan suara antara Jokowi dan Prabowo pada 2014 merupakan yang paling tipis di antara pilpres sejak 1998, menandai ketatnya persaingan antara kedua kubu.

Keengganan Prabowo mengakui kekalahannya pada Pilpres 2014 diduga menjadi pemicu keberlangsungan segregasi politik sepanjang masa pemerintahan Jokowi pada 2014-2019.

Rakyat di ujung tanduk

Pertarungan yang belum selesai ini berlanjut pada Pilpres 2019 dan semakin diperparah dengan beberapa faktor:

  1. Perselisihan antara kedua kelompok ini berlanjut pada tataran legislatif dan eksekutif. Partai-partai oposisi di parlemen yang dimotori oleh Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) yang didirikan oleh Prabowo selalu mengkritik kebijakan pemerintahan Jokowi.
  2. Berbagai isu sosial, ekonomi, dan politik yang muncul dalam ranah publik atau media sosial selalu terbagi menjadi dua kubu tanpa adanya dialog publik. Isu pembangunan jalan tol di Jawa, misalnya, menjadi isu partisan antara kedua kelompok. Perdebatan antara "tol milik Jokowi" dan "rakyat tidak makan infrastruktur" tidak bisa dihindari tanpa ada diskusi substantif terkait isu yang lain seperti tarif dan penggunaan fasilitas jalan tersebut.
  3. Politik partisan juga merembet ke pemilihan kepala daerah (pilkada) seperti di DKI Jakarta. Kemenangan Anies Baswedan sebagai Gubernur Jakarta pada tahun 2017 diidentikkan dengan kemenangan kubu Prabowo. Para ahli berpendapat kemenangan Anies disebabkan penggunaan politik populis yang juga dipakai Prabowo. Pendekatan menggunakan isu agama sebagai senjata terbukti ampuh untuk meraih kemenangan.

Dengan ketiga kondisi di atas, maka polarisasi politik pasca-Pilpres 2019 menjadi semakin tajam karena kontes politik melibatkan dua kandidat yang sama dengan kondisi publik yang sudah partisan.

Sikap Prabowo yang mengklaim kemenangan Pilpres 2019 akan semakin mempertajam perpecahan di kalangan publik sama seperti yang dilakukannya pada Pilpres 2014.

Strategi sama, tapi polarisasi semakin tajam

Belajar dari kemenangan Anies, Jokowi tampaknya mengadopsi pendekatan kelompok Prabowo yang menggunakan isu agama. Ini alasannya kenapa Jokowi kemudian memilih tokoh Islam konservatif Ma'ruf Amin sebagai calon wakil presidennya.

Meski kedua kelompok, baik Jokowi dan Prabowo, akhirnya sama-sama menggunakan isu Islam, hal ini tetap tidak meredakan polarisasi yang ada antara kedua kelompok.

Setelah Jokowi memilih Ma'ruf, pendukung Prabowo menuding Jokowi memolitisasi isu SARA (suku, agama, dan ras) untuk kepentingan politiknya.

Jika kelompok Prabowo sering sekali mengapitalisasi isu agama melalui gerakan masif, seperti Gerakan 212 dan Munajat 212, maka Jokowi, sejauh ini, tampaknya enggan memobilisasi massa atas nama agama.

Tidak adanya gerakan tandingan massa dari Jokowi yang mengatasnamakan Islam membuat fanatisme kubu Prabowo semakin mengerucut dan mempertajam politik identitas.

Apa yang bisa dilakukan?

Langkah yang ditempuh kubu Prabowo saat ini dengan mengklaim kemenangan pilpres tanpa didukung hasil pemilu dapat mencederai proses demokrasi dan mempertajam perbedaan.

Lini masa social media memperlihatkan militansi dukungan terhadap Prabowo tetap yakin dirinya menang terus menguat. Hal ini akan menyebabkan bukan hanya polarisasi politik, tetapi bisa berujung kepada segregasi sosial dan perpecahan anak bangsa.

Apabila terjadi segregasi sosial akan sangat mudah negara menjadi terpecah atas dasar perbedaan ideologi atau pilihan politik.

Kasus perpecahan bangsa setelah pemilihan umum (pemilu) pernah terjadi di Kenya tahun 2007. Persaingan antara dua kandidat calon presiden berujung dengan 630.000 orang kehilangan tempat tinggal dan 1.133 terbunuh.

Untuk mencegah kasus seperti di Kenya, kita harus memperbaiki kondisi politik saat ini dengan menggunakan pendekatan dari atas ke bawah.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Nasional
Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Nasional
Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Nasional
Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Nasional
Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Nasional
Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Nasional
7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

Nasional
Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Nasional
Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Nasional
Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Nasional
BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

Nasional
Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Nasional
Prabowo Diminta Cari Solusi Problem Rakyat, Bukan Tambah Kementerian

Prabowo Diminta Cari Solusi Problem Rakyat, Bukan Tambah Kementerian

Nasional
Zulhas: Anggota DPR dan Gubernur Mana yang PAN Mintai Proyek? Enggak Ada!

Zulhas: Anggota DPR dan Gubernur Mana yang PAN Mintai Proyek? Enggak Ada!

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Sinyal Kepemimpinan Lemah

Usul Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Sinyal Kepemimpinan Lemah

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com