Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
The Conversation
Wartawan dan akademisi

Platform kolaborasi antara wartawan dan akademisi dalam menyebarluaskan analisis dan riset kepada khalayak luas.

Mencegah Polarisasi Politik Pasca-Pilpres 2019 Semakin Tajam

Kompas.com - 23/04/2019, 13:29 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Oleh: Whisnu Triwibowo

PEMUNGUTAN suara Pemilu2019 sudah berakhir. Hasil hitung cepat dari mayoritas lembaga survei menunjukkan calon petahana Joko "Jokowi" Widodo dan pasangannya, Ma'ruf Amin, akan memimpin Indonesia periode 2019-2024.

Namun, pesaing Jokowi, Prabowo Subianto, menolak hasil hitung cepat ini. Prabowo mengklaim bahwa ia yang menang.

Pertarungan wacana kemenangan antara kedua kubu juga masif terjadi di ranah media sosial melalui tagar #JokoWinElection versus #VictoryForPrabowo.

Dari preseden di atas, saya berargumen bahwa polarisasi politik pasca-Pemilu 2019 akan semakin tajam sebagai akibat akumulasi dari strategi kampanye yang dilakukan kedua kubu sejak pemilihan presiden (pilpres) pada tahun 2014.

Semakin tajam

Polarisasi politik antara pendukung Jokowi dan Prabowo akan semakin tajam karena Pilpres 2019 merupakan kelanjutan pertarungan kedua kubu pada Pilpres 2014 yang tampaknya belum selesai.

Pengamat politik Indonesia dari Australian National University, Marcus Meitzner, pada 2017 menggambarkan Pemilihan Presiden 2014 sebagai pertarungan antara dua kelompok politik di Indonesia.

Pendukung Jokowi mewakili kelompok yang disebut Meitzner sebagai kelompok teknokrat yang populis. Mereka merupakan varian dari gerakan populisme modern yang menggunakan persona individu untuk memobilisasi massa.

Sebelum berkarier di politik, Jokowi adalah seorang pengusaha mebel dari Solo, Jawa Tengah. Dia memulai karier politiknya ketika menang menjadi Wali Kota Solo tahun 2005 dengan dukungan partai politik.

Kariernya melesat dan dia dipilih menjadi Gubernur DKI Jakarta tahun 2012 sebelum akhirnya mencalonkan diri sebagai presiden tahun 2014.

Kelompok ini merespons positif citra Jokowi sebagai politikus generasi baru yang merupakan produk reformasi dan bukan bagian dari patron elite masa lalu. Mereka mengapresiasi pendekatan politik Jokowi yang moderat dan inklusif yang bersandar pada reformasi.

Berseberangan dengan kubu Jokowi adalah kelompok ultra nasionalis yang populis. Mereka mewakili pendukung Prabowo yang suka dengan pendekatan jagoannya yang pro rakyat miskin, anti-status quo, dan anti-Barat. Mereka juga mendukung tiga agenda utama gerakan populis yang diadopsi Prabowo.

Ketiga agenda itu adalah mengganti sistem politik yang sudah rusak, menolak campur tangan pihak luar dalam perekonomian dan pengelolaan kekayaan alam, dan mengganti elite politik korup yang adalah antek asing.

Strategi ini terbukti efektif di beberapa negara. Keberhasilan metode bisa dilihat lewat keberhasilan Hugo Chavez di Venezuela, Rodrigo Duterte di Filipina, dan Donald Trump di Amerika Serikat.

Munculnya dua kubu yang berseberangan ini menciptakan fanatisme akut yang membelah masyarakat menjadi dua kubu pada Pilpres 2014.

Jokowi memenangi Pilpres 2014 dengan margin tipis. Perbedaan raihan suara antara Jokowi dan Prabowo pada 2014 merupakan yang paling tipis di antara pilpres sejak 1998, menandai ketatnya persaingan antara kedua kubu.

Keengganan Prabowo mengakui kekalahannya pada Pilpres 2014 diduga menjadi pemicu keberlangsungan segregasi politik sepanjang masa pemerintahan Jokowi pada 2014-2019.

Rakyat di ujung tanduk

Pertarungan yang belum selesai ini berlanjut pada Pilpres 2019 dan semakin diperparah dengan beberapa faktor:

  1. Perselisihan antara kedua kelompok ini berlanjut pada tataran legislatif dan eksekutif. Partai-partai oposisi di parlemen yang dimotori oleh Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) yang didirikan oleh Prabowo selalu mengkritik kebijakan pemerintahan Jokowi.
  2. Berbagai isu sosial, ekonomi, dan politik yang muncul dalam ranah publik atau media sosial selalu terbagi menjadi dua kubu tanpa adanya dialog publik. Isu pembangunan jalan tol di Jawa, misalnya, menjadi isu partisan antara kedua kelompok. Perdebatan antara "tol milik Jokowi" dan "rakyat tidak makan infrastruktur" tidak bisa dihindari tanpa ada diskusi substantif terkait isu yang lain seperti tarif dan penggunaan fasilitas jalan tersebut.
  3. Politik partisan juga merembet ke pemilihan kepala daerah (pilkada) seperti di DKI Jakarta. Kemenangan Anies Baswedan sebagai Gubernur Jakarta pada tahun 2017 diidentikkan dengan kemenangan kubu Prabowo. Para ahli berpendapat kemenangan Anies disebabkan penggunaan politik populis yang juga dipakai Prabowo. Pendekatan menggunakan isu agama sebagai senjata terbukti ampuh untuk meraih kemenangan.

Dengan ketiga kondisi di atas, maka polarisasi politik pasca-Pilpres 2019 menjadi semakin tajam karena kontes politik melibatkan dua kandidat yang sama dengan kondisi publik yang sudah partisan.

Sikap Prabowo yang mengklaim kemenangan Pilpres 2019 akan semakin mempertajam perpecahan di kalangan publik sama seperti yang dilakukannya pada Pilpres 2014.

Strategi sama, tapi polarisasi semakin tajam

Belajar dari kemenangan Anies, Jokowi tampaknya mengadopsi pendekatan kelompok Prabowo yang menggunakan isu agama. Ini alasannya kenapa Jokowi kemudian memilih tokoh Islam konservatif Ma'ruf Amin sebagai calon wakil presidennya.

Meski kedua kelompok, baik Jokowi dan Prabowo, akhirnya sama-sama menggunakan isu Islam, hal ini tetap tidak meredakan polarisasi yang ada antara kedua kelompok.

Setelah Jokowi memilih Ma'ruf, pendukung Prabowo menuding Jokowi memolitisasi isu SARA (suku, agama, dan ras) untuk kepentingan politiknya.

Jika kelompok Prabowo sering sekali mengapitalisasi isu agama melalui gerakan masif, seperti Gerakan 212 dan Munajat 212, maka Jokowi, sejauh ini, tampaknya enggan memobilisasi massa atas nama agama.

Tidak adanya gerakan tandingan massa dari Jokowi yang mengatasnamakan Islam membuat fanatisme kubu Prabowo semakin mengerucut dan mempertajam politik identitas.

Apa yang bisa dilakukan?

Langkah yang ditempuh kubu Prabowo saat ini dengan mengklaim kemenangan pilpres tanpa didukung hasil pemilu dapat mencederai proses demokrasi dan mempertajam perbedaan.

Lini masa social media memperlihatkan militansi dukungan terhadap Prabowo tetap yakin dirinya menang terus menguat. Hal ini akan menyebabkan bukan hanya polarisasi politik, tetapi bisa berujung kepada segregasi sosial dan perpecahan anak bangsa.

Apabila terjadi segregasi sosial akan sangat mudah negara menjadi terpecah atas dasar perbedaan ideologi atau pilihan politik.

Kasus perpecahan bangsa setelah pemilihan umum (pemilu) pernah terjadi di Kenya tahun 2007. Persaingan antara dua kandidat calon presiden berujung dengan 630.000 orang kehilangan tempat tinggal dan 1.133 terbunuh.

Untuk mencegah kasus seperti di Kenya, kita harus memperbaiki kondisi politik saat ini dengan menggunakan pendekatan dari atas ke bawah.

Hal ini bisa dilakukan melalui rekonsiliasi oleh kedua kandidat dan elite politik pendukungnya saat ini.

Salah satunya bisa dilakukan dengan menempatkan persatuan bangsa di atas kepentingan politik golongan.

Pernyataan kekalahan dari pihak Prabowo dan elite pendukungnya bisa menjadi permulaan. Kemudian dilanjutkan dengan Jokowi melakukan pidato kemenangan.

Kedua hal ini bisa menjadi tradisi baru dalam demokrasi untuk meredakan ketegangan di kalangan akar rumput.

Sikap kenegarawanan dari kedua kandidat untuk sama-sama mengakui hasil pemilihan tanpa menempuh proses hukum dapat menjadi angin segar untuk mengakhiri polarisasi politik yang terjadi sejak 2014.

Whisnu Triwibowo
Dosen Departemen Ilmu Komunikasi, Universitas Indonesia

Artikel ini pertama kali terbit di The Conversation dan telah diperbaharui atas persetujuan penulis.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Gerindra Pastikan Tetap Terbuka untuk Kritik

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Gerindra Pastikan Tetap Terbuka untuk Kritik

Nasional
Kabinet Prabowo: Antara Pemerintahan Kuat dan Efektif

Kabinet Prabowo: Antara Pemerintahan Kuat dan Efektif

Nasional
Gerindra Jelaskan Maksud Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Tak Mau Kerja Sama

Gerindra Jelaskan Maksud Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Tak Mau Kerja Sama

Nasional
[POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

[POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

Nasional
Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Nasional
Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Nasional
Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Nasional
Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Nasional
Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Nasional
Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Nasional
7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

Nasional
Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Nasional
Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Nasional
Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com