Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Datangi Kemendagri, ICW Tagih Pemecatan 1.466 PNS Koruptor

Kompas.com - 12/04/2019, 12:27 WIB
Abba Gabrillin,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Aktivis Indonesia Corruption Watch (ICW) mendatangi Kementerian Dalam Negeri untuk menagih tindak lanjut pemecatan 1.466 pegawai negeri sipil (PNS) yang telah divonis bersalah dalam kasus korupsi.

Sesuai tenggat waktu, pemecatan tersebut sehatusnya selesai pada April 2019.

"Kemendagri adalah salah satu kementerian yang tanda tangani surat keputusan bersama 3 menteri tentang pemecatan PNS korupsi," ujar aktivis ICW Tibiko Zabar di Gedung Kemendagri, Jakarta, Jumat (12/4/2019).

Baca juga: MA Diminta Proaktif Dukung Percepatan Pemecatan PNS Koruptor

Menurut Biko, proses pemecatan PNS terkesan lambat dan jalan di tempat.

Aktivis Indonesia Corruption Watch (ICW) mendatangi Gedung Kementerian Dalam Negeri, Jakarta, Jumat (12/4/2019).KOMPAS.com/ABBA GABRILLIN Aktivis Indonesia Corruption Watch (ICW) mendatangi Gedung Kementerian Dalam Negeri, Jakarta, Jumat (12/4/2019).

 

Seharusnya, pemecatan selesai pada Desember 2018. Namun, karena tak tercapai, kementerian dan lembaga memperpanjang batas waktu pemecatan hingga April 2019.

Menurut Biko, lambatnya proses pemecatan disebabkan beberapa alasan. Misalnya, lambatnya proses birokrasi dan administrasi di masing-masing lembaga atau instansi.

Baca juga: Kemendagri Buat Permen, Sekda Bakal Dipecat jika Lambat Pecat PNS Koruptor

 

Selain itu, ada pengaduan mengenai sulitnya memecat pegawai, karena pejabat yang terkait yang berwenang melakukan pemecatan masih memiliki hubungan kekerabatan.

Menurut ICW, lambatnya pemecatan PNS koruptor sama saja menimbulkan kerugian keuangan negara sebab pegawai tersebut akan terus mendapatkan gaji dari pemerintah.

Terkait hal ini, ICW telah mendatangi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan meminta laporan potensi kerugian negara akibat lambatnya pemecatan terhadap 1.466 PNS koruptor.

Kompas TV Ribuan PNS yang sudah divonis korupsi belum juga dipecat. Bahkan mereka masih menerima gaji dari negara. ICW memperkirakan negara dirugikan miliaran rupiah setiap bulan karena menggaji PNS koruptor itu. Apa yang masih menghalangi pemerintah untuk memecat ribuan PNS koruptor itu?Apa yang harus dilakukan agar tidak ada lagi PNS yang terlibat kasus korupsi?
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Nasional
Soal 'Presidential Club', Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Soal "Presidential Club", Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Nasional
Tanggapi Isu 'Presidential Club', PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Tanggapi Isu "Presidential Club", PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Nasional
Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Nasional
Golkar: 'Presidential Club' Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Golkar: "Presidential Club" Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Nasional
Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

Nasional
Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

Nasional
Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di 'Presidential Club'

Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di "Presidential Club"

Nasional
Sebut SBY Setuju Prabowo Bentuk 'Presidential Club', Demokrat: Seperti yang AS Lakukan

Sebut SBY Setuju Prabowo Bentuk "Presidential Club", Demokrat: Seperti yang AS Lakukan

Nasional
Jokowi Diperkirakan Bakal Gunakan Pengaruhnya di Pilkada Serentak 2024

Jokowi Diperkirakan Bakal Gunakan Pengaruhnya di Pilkada Serentak 2024

Nasional
Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

Nasional
Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Nasional
'Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya'

"Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya"

Nasional
Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Nasional
Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com