Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPK: Swasta, Pelaku Korupsi Tertinggi Kedua Setelah Anggota Legislatif

Kompas.com - 09/04/2019, 11:59 WIB
Dylan Aprialdo Rachman,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Saut Situmorang mengungkapkan, sebanyak 238 orang dari pihak swasta terjerat dalam kasus korupsi. Jumlah ini merupakan data KPK sejak 2004-2018.

Jumlah itu menempatkan pihak swasta di posisi kedua tertinggi setelah anggota legislatif. Berdasarkan data KPK tahun 2004-2018, sebanyak 247 anggota legislatif terjerat dalam kasus korupsi.

Baca juga: KPU: Politik Uang Cikal Bakal Korupsi

 

Pihak swasta ini biasanya terjerat korupsi karena bersinggungan dengan penyelenggara negara.

"Terkait dengan itu, kalau kita lihat kenapa akhirnya KPK menunjukan angka-angka ini, terus kemudian swasta di 238, ternyata beda sedikit saja (dengan jumlah anggota legislatif)," kata Saut dalam Sosialisasi Pencegahan Korupsi untuk Sektor Dunia Usaha Jasa Keuangan dan Kesehatan di Gedung Pusat Edukasi Antikorupsi, Jakarta, Selasa (9/4/2019).

Kemudian disusul dengan data lainnya, seperti pejabat eselon I, II, III; bupati dan wakil bupati, kepala kementerian atau lembaga, gubernur, dan lainnya.

Baca juga: Adu Gagasan Timses Prabowo dan Jokowi soal Korupsi Politik

Oleh karena itu, KPK mengingatkan pihak swasta untuk tak melakukan tindakan yang mengarah pada korupsi.

Saut mengingatkan, KPK juga bisa menyasar ke level korporasi apabila korporasi juga terindikasi mendapatkan keuntungan dari kejahatan korupsi.

Apalagi saat ini sudah ada Peraturan Mahkamah Agung Nomor 13 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penanganan Tindak Pidana Oleh Korporasi. KPK, kata Saut, melihat peraturan tersebut sebagai angin segar untuk menjerat korporasi yang terindikasi korupsi.

Baca juga: KPK Evaluasi Pencegahan Korupsi di Papua Barat

"Ini semacam angin yang mendorong kita lebih firm di dalam memidanakan korporasi yang mempunyai sesuatu dari pelanggaran tindak pidana korupsi yang dilakukan," katanya.

Saut juga mengingatkan, vonis terhadap korporasi cukup besar, yaitu berupa denda dan uang pengganti. Saut menyinggung PT Duta Graha Indah (DGI) atau yang telah berganti nama menjadi PT Nusa Konstruksi Enjiniring (NKE).

Perusahaan itu divonis membayar pidana denda sebesar Rp 700 juta dan membayar uang pengganti sebesar Rp 85.490.234.737.

Baca juga: Adu Gagasan Timses Prabowo dan Jokowi soal Korupsi Politik

Di sisi lain, KPK juga mulai menyasar korporasi yang terindikasi korupsi sejak penyelidikan.

"Sejauh ini KPK selalu confidence kalau dia sudah inkrah dulu isu korupsinya, sekarang kita mau coba dari awal penyelidikan kita udah melihat korporasinya kayak gimana, kita mau dicepetin dari awal penyelidikan kita bisa menemukan ini korporasi bakal kena, ada enggak peran korporasinya, perannya seperti apa gitu," kata dia.

Oleh karena itu Saut menekankan pentingnya sistem pengendalian internal di perusahaan. Hal itu guna memastikan tindakan pihak-pihak internal perusahaan tak mengarah pada korupsi.

"Ini menjadi penting bagaimana kita mencegah fraud, bagaimana bisa mencegah potensi korup," katanya.

Kompas TV Apakah ongkos politik yang besar masih menjadi penyebab maraknya praktik korupsi oleh anggota dewan? Dan apakah kewajiban untuk melaporkan LHKPN bisa membuat DPR diisi oleh orang-orang yang jujur dan anti-korupsi? Simak dialognya bersama Koordinator Divisi Korupsi Politik ICW Donal Fariz dan juru bicara KPK, Febri Diansyah. #CegahKorupsi #KPK #LHKPN
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

Nasional
Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Nasional
Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Nasional
Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Nasional
Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Nasional
Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Nasional
Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Nasional
Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Nasional
Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Nasional
PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

Nasional
Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan 'Nasib' Cak Imin ke Depan

Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan "Nasib" Cak Imin ke Depan

Nasional
Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Nasional
Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com