Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ini Temuan Komnas HAM Terkait Persoalan Hak Pilih Kelompok Rentan

Kompas.com - 04/04/2019, 16:22 WIB
Dylan Aprialdo Rachman,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Tim Pemantauan Pileg dan Pilpres 2019 Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menemukan, pemenuhan hak pilih kelompok rentan jelang Pemilu 2019 masih ada yang bermasalah.

Kelompok rentan yang dimaksud seperti tahanan atau warga binaan di rumah tahanan dan lembaga pemasyarakatan, pasien rumah sakit, penyandang disabilitas dan masyarakat adat.

Temuan itu merupakan hasil pemantauan Komnas HAM di 5 provinsi, yaitu Banten, Jawa Barat, Jawa Timur, Kalimantan Tengah dan Sulawesi Selatan. Pemantauan itu berlangsung pada 18 hingga 29 Maret 2019 silam.

"Persyaratan memiliki KTP elektronik dan atau Surat Keterangan (Suket) serta harus menunjukkannya pada saat pemungutan suara adalah hal yang menyulitkan bagi tahanan dan warga binaan," kata Ketua Tim Pemantau, Hairansyah, di kantor Komnas HAM, Jakarta, Kamis (4/4/2019).

Baca juga: KPU Jateng Janji Kekurangan 3,3 Juta Surat Suara Akan Terpenuhi Sebelum Pemilu

Menurut Hairansyah, seharusnya surat keterangan kepala Lapas atau kepala Rutan dan petikan putusan cukup menjadi dasar penetapan Daftar Pemilih Tetap (DPT) dan jaminan bagi mereka untuk memilih.

Ia mencontohkan, pendataan warga binaan atau tahanan di Lapas dan Rutan di Jawa Barat. Hairansyah menjelaskan, ada 9.618 orang belum masuk ke dalam DPT.

"Karena masih terkendala administrasi dan belum dilakukan perekaman KTP elektronik. Di Lapas dan Rutan Provinsi Banten yang masuk DPT sebanyak 4.160 orang. Yang melakukan perekaman e-KTP sebanyak 2.588 orang," katanya.

Di persoalan calon pemilih penyandang disabilitas, Hairansyah menyoroti minimnya sosialisasi Pemilu 2019 oleh penyelenggara.

Ia mencontohkan, di Sulawesi Selatan masih ada kelompok penyandang disabilitas yang belum menerima sosialisasi secara langsung.

"Sementara penyandang disabilitas di Jawa Barat masih mengeluhkan beberapa hal. Di antaranya surat suara yang membingungkan, karena ada 5 kertas suara yang harus dipahami," kata dia.

Sementara contoh kertas suara yang dipakai untuk sosialisasi hanya kertas suara pemilihan calon presiden dan wakil presiden serta kertas suara pemilihan anggota DPD saja.

"Jadi sosialisasi masih kurang, dan ada lokasi atau tempat pemungutan suara belum ramah disabilitas," katanya.

Kemudian terkait pasien rumah sakit. Hairansyah melihat masih belum ada koordinasi yang baik antara KPU dan sejumlah pihak rumah sakit setempat. Sehingga pendataan pasien rumah sakit yang berhak memilih tidak berjalan maksimal.

"Di kelompok masyarakat adat dan terpencil, di beberapa wilayah masih mendapatkan kendala pemenuhan hak pilih," kata dia.

Ia mencontohkan, di Sulawesi Selatan, suku Kajang sampai saat ini tidak mendapatkan akses memilih karena belum merekam atau tidak memiliki e-KTP.

Baca juga: Pantau Tahapan Pemilu di 5 Provinsi, Komnas HAM Desak Penuntasan Perekaman E-KTP

"Suku Kajang belum melakukan perekaman e-KTP, karena mereka memiliki kepercayaan untuk tidak melepas ikat kepala, termasuk ketika akan difoto untuk perekaman e-KTP," katanya.

Kemudian Hairansyah juga mencontohkan, komunitas adat di Kabupaten Kotawaringin Barat dan Lamandau. Menurut dia, masih banyak masyarakat adat yang tidak bisa baca dan tulis sehingga menyulitkan mereka memenuhi hak pilihnya.

Komnas HAM berharap pemerintah dan penyelenggara Pemilu 2019 bisa proaktif menuntaskan persoalan-persoalan tersebut.

Kompas TV Kurang dari 2 pekan lagi masyarakat Indonesia akan merayakan pesta demokrasi dengan menjalani pemilihan umum. Namun semakin dekat ke hari pencoblosan suhu dan tensi politik pun makin memanas. Hal ini membuat sejumlah kalangan merasa prihatin. Seruan pemilu aman dan damai pun terus digemakan. Tak terkecuali oleh para seniman mural dari Jawa Timur dan Jawa Tengah yang turut mengekspresikkan pesan damai pemilu dalam karya lukisan mereka yang dipamerkan di sudut Jalan Pemuda, Surabaya, Rabu (3/4/2019) sore. Para seniman ini menuangkan cat berwarna warni pada lukisannya sebagai simbol perbedaan pilihan namun tetap satu jua. Tak hanya itu mereka juga melukiskan tokoh pewayangan punakawan yang memiliki arti kerakyatan dan kesederhanaan dalam menjaga persatuan di tanah air. Dalam lukisan ini juga digambarkan mulai proses kampanye hingga pencoblosan dengan menyertakan tulisan anti-hoaks dan anti-sara. Dalam aksi ini para seniman sesungguhnya ingin menyampaikan pesan kepada warga pentingnya menjaga persatuan dan keutuhan bangsa indonesia dibanding berseteru dan terpecah hanya karena perbedaan pilihan. Para pelukis ini juga ingin menyampaikan siapa pun presiden yang terpilih nanti itulah yang terbaik untuk bangsa ini. #PemiluDamai #Mural #Surabaya
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Andi Gani Ungkap Alasan Ditunjuk jadi Penasehat Kapolri Bidang Ketenagakerjaan

Andi Gani Ungkap Alasan Ditunjuk jadi Penasehat Kapolri Bidang Ketenagakerjaan

Nasional
PKB Siap Bikin Poros Tandingan Hadapi Ridwan Kamil di Pilkada Jabar

PKB Siap Bikin Poros Tandingan Hadapi Ridwan Kamil di Pilkada Jabar

Nasional
Hari Pendidikan Nasional, Serikat Guru Soroti Kekerasan di Ponpes

Hari Pendidikan Nasional, Serikat Guru Soroti Kekerasan di Ponpes

Nasional
Bukan Staf Ahli, Andi Gani Ditunjuk Jadi Penasehat Kapolri Bidang Ketenagakerjaan

Bukan Staf Ahli, Andi Gani Ditunjuk Jadi Penasehat Kapolri Bidang Ketenagakerjaan

Nasional
Anies Belum Daftar ke PKB untuk Diusung dalam Pilkada DKI 2024

Anies Belum Daftar ke PKB untuk Diusung dalam Pilkada DKI 2024

Nasional
PAN Persoalkan Selisih 2 Suara Tapi Minta PSU di 5 TPS, Hakim MK: Mungkin Enggak Setengah Suara?

PAN Persoalkan Selisih 2 Suara Tapi Minta PSU di 5 TPS, Hakim MK: Mungkin Enggak Setengah Suara?

Nasional
Kuasa Hukum KPU Belum Paham Isi Gugatan PDI-P di PTUN

Kuasa Hukum KPU Belum Paham Isi Gugatan PDI-P di PTUN

Nasional
KPK Sita Pabrik Kelapa Sawit Bupati Nonaktif Labuhan Batu, Nilainya Rp 15 M

KPK Sita Pabrik Kelapa Sawit Bupati Nonaktif Labuhan Batu, Nilainya Rp 15 M

Nasional
Sidang Praperadilan Tersangka TPPU Panji Gumilang Berlanjut Pekan Depan, Vonis Dibacakan 14 Mei

Sidang Praperadilan Tersangka TPPU Panji Gumilang Berlanjut Pekan Depan, Vonis Dibacakan 14 Mei

Nasional
Hukuman Yusrizki Muliawan di Kasus Korupsi BTS 4G Diperberat Jadi 4 Tahun Penjara

Hukuman Yusrizki Muliawan di Kasus Korupsi BTS 4G Diperberat Jadi 4 Tahun Penjara

Nasional
Airin dan Ahmed Zaki Dekati PKB untuk Pilkada 2024

Airin dan Ahmed Zaki Dekati PKB untuk Pilkada 2024

Nasional
Anggota DPR Diduga Terima THR dari Kementan, KPK: Bisa Suap, Bisa Gratifikasi

Anggota DPR Diduga Terima THR dari Kementan, KPK: Bisa Suap, Bisa Gratifikasi

Nasional
Mendagri Serahkan Data Pemilih Potensial Pilkada 2024, Jumlahnya 207,1 Juta

Mendagri Serahkan Data Pemilih Potensial Pilkada 2024, Jumlahnya 207,1 Juta

Nasional
Hardiknas 2024, Fahira Idris: Perlu Lompatan Peningkatan Kualitas Pengajaran hingga Pemerataan Akses Pendidikan

Hardiknas 2024, Fahira Idris: Perlu Lompatan Peningkatan Kualitas Pengajaran hingga Pemerataan Akses Pendidikan

Nasional
Sadar PTUN Tak Bisa Batalkan Putusan MK, PDI-P: Tapi MPR Punya Sikap untuk Tidak Melantik Prabowo

Sadar PTUN Tak Bisa Batalkan Putusan MK, PDI-P: Tapi MPR Punya Sikap untuk Tidak Melantik Prabowo

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com