Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Panitera Pengganti Pengadilan Tipikor Medan Dituntut 8 Tahun Penjara

Kompas.com - 14/03/2019, 14:54 WIB
Abba Gabrillin,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Panitera pengganti pada Pengadilan Tipikor Medan Helpandi dituntut 8 tahun penjara oleh jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Helpandi juga dituntut membayar denda Rp 320 juta subsider 5 bulan kurungan.

"Kami menuntut supaya majelis hakim menyatakan terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan korupsi secara bersama-sama," ujar jaksa Haerudin saat membacakan surat tuntutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis (14/3/2019).

Dalam pertimbangan, jaksa menilai, Helpandi sebagai pelaku aktif dan berperan dominan dalam kejahatan yang dilakukan. Helpandi dinilai memengaruhi persidangan dan menerima uang.

Baca juga: Sebelum OTT KPK, Panitera PN Medan 2 Kali Ingatkan agar Anak Buahnya Berhati-hati

Selain itu, Helpandi dianggap menyalahgunakan wewenang untuk kepentingan hakim secara melawan hukum.

Namun, jaksa menilai, Helpandi memberi keterangan secara jujur dan sangat membantu penuntutan terhadap hakim Merry Purba yang juga ikut menerima uang.

Menurut jaksa, Helpandi terbukti menerima 280.000 dollar Singapura dari Tamin Sukardi yang menjadi terdakwa korupsi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Medan. Dari jumlah itu, sebesar 150.000 dollar Singapura diserahkan kepada Merry Purba.

Menurut jaksa, pemberian uang tersebut diduga untuk memengaruhi putusan hakim dalam perkara korupsi yang sedang ditangani hakim Merry Purba dan anggota majelis hakim lainnya. Perkara tersebut yakni dugaan korupsi terkait pengalihan tanah negara atau milik PTPN II Tanjung Morawa di Pasar IV Desa Helvetia, di Deli Serdang, Sumatera Utara.

Adapun, Tamin Sukardi menjadi terdakwa dalam perkara dugaan korupsi tersebut.

Menurut jaksa, pemberian uang itu dengan maksud agar majelis hakim memutus Tamin Sukardi tidak terbukti bersalah. Tamin berharap dirinya dapat divonis bebas.

Dalam sidang putusan pada 27 Agustus 2018, hakim Wahyu Prasetyo Wibowo dan hakim Sontan Merauke Sinaga menyatakan Tamin terbukti bersalah melakukan korupsi. Tamin dihukum 6 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan.

Baca juga: Hakim Merry Purba Merasa Dikorbankan Panitera PN Medan

Selain itu, Tamin dihukum membayar uang pengganti Rp 132, 4 miliar. Namun, hakim Merry Purba menyatakan dissenting opinion atau pendapat berbeda. Menurut Merry, dakwaan jaksa tidak terbukti.

Pada 28 Agustus 2018, petugas KPK menangkap Helpandi, Tamin dan Merry Purba. Petugas KPK juga menemukan uang 130.000 dollar Singapura di tas Helpandi, yang rencananya akan diberikan kepada hakim Sontan.

Helpandi dinilai melanggar Pasal 12 huruf c Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Kompas TV Pemeriksaan kali ini adalah pemeriksaan perdana Merry pasca ditahan KPK.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

Nasional
Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di 'Presidential Club'

Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di "Presidential Club"

Nasional
Sebut SBY Setuju Prabowo Bentuk 'Presidential Club', Demokrat: Seperti yang AS Lakukan

Sebut SBY Setuju Prabowo Bentuk "Presidential Club", Demokrat: Seperti yang AS Lakukan

Nasional
Jokowi Diperkirakan Bakal Gunakan Pengaruhnya di Pilkada Serentak 2024

Jokowi Diperkirakan Bakal Gunakan Pengaruhnya di Pilkada Serentak 2024

Nasional
Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

Nasional
Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Nasional
'Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya'

"Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya"

Nasional
Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Nasional
Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Nasional
Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Nasional
Anggap “Presidential Club” Positif, Cak Imin:  Waktunya Lupakan Perbedaan dan Konflik

Anggap “Presidential Club” Positif, Cak Imin: Waktunya Lupakan Perbedaan dan Konflik

Nasional
Anggap Positif “Presidential Club” yang Ingin Dibentuk Prabowo, Cak Imin: Pemerintah Bisa Lebih Produktif

Anggap Positif “Presidential Club” yang Ingin Dibentuk Prabowo, Cak Imin: Pemerintah Bisa Lebih Produktif

Nasional
Jokowi Gowes Sepeda Kayu di CFD Jakarta, Warga Kaget dan Minta 'Selfie'

Jokowi Gowes Sepeda Kayu di CFD Jakarta, Warga Kaget dan Minta "Selfie"

Nasional
Ketidakharmonisan Hubungan Presiden Terdahulu jadi Tantangan Prabowo Wujudkan 'Presidential Club'

Ketidakharmonisan Hubungan Presiden Terdahulu jadi Tantangan Prabowo Wujudkan "Presidential Club"

Nasional
Bela Jokowi, Projo: PDI-P Baperan Ketika Kalah, Cerminan Ketidakdewasaan Berpolitik

Bela Jokowi, Projo: PDI-P Baperan Ketika Kalah, Cerminan Ketidakdewasaan Berpolitik

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com