Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

DPR Minta Pemerintah Permudah Prosedur Pencairan Dana Penanganan Bencana di NTB

Kompas.com - 13/03/2019, 15:48 WIB
Jessi Carina,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Tim Pengawas Penanganan Bencana DPR meminta pemerintah mempermudah proses pencairan dana penanganan pascabencana gempa di Nusa Tenggara Barat.

Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah mengatakan, ada kendala terkait penyediaan dan pencairan dana yang akan digunakan untuk membangun rumah warga yang terdampak bencana.

"Orang susah itu enggak ada prosedurnya. Tiba-tiba dia jatuh miskin, tiba-tiba dia kehilangan rumah, tiba-tiba dia kehilangam segala-galanya. Sudah ada yang meninggal dan sebagainya. Sudahlah jangan pakai prosedur, cairkan saja. Itu yang kita inginkan," ujar Fahri di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta (13/3/2019).

Hal ini sudah dibicarakan dalam rapat kerja yang membahas tindak lanjut penanganan pascabencana di NTB. Jajaran bupati, wali kota, dan pimpinan DPRD masing-masing kabupaten dan kota ikut hadir dalam rapat itu.

Baca juga: 4 Bulan Pasca-gempa Lombok, Ini Perkembangan Penanganannya

Dalam rapat itu, pemerintah daerah menginformasikan perkembangan pencairan dana penanganan pascabencana sejauh ini. Rata-rata, para bupati dan wali kota menyampaikan pengiriman dana yang belum dilakukan seluruhnya.

Fahri mengatakan pengiriman dana yang baru setengah ini membuat proses recovery tidak maksimal.

"Karena begini, rumah itu kan anggarannya Rp 50 juta untuk menyelesaikan rumah. Ditransfer Rp 25 juta, itu belum jadi karena enggak mungkin orang tinggal di rumah dindingnya enggak ada atau atep enggak ada," ujar Fahri.

Selain itu, pencairan dana baru bisa dilakukan di satu bank saja yaitu Bank BRI. Hal ini menyulitkan proses pencairan dana. Fahri pun meminta pemerintah pusat memudahkan prosedurnya. Menurut dia masyarakat tidak perlu dicurigai atas penyaluran dana ini.

"Kita terlalu takut begini begitu, akhirnya curiga rakyat jadi korban. Berhentilah korbankan rakyat dengan prosedur-prosedur. Kan ini bencana, bencana enggak perlu prosedur, bencana harus cepat," ujar Fahri.

Baca juga: Goncangan Gempa Lombok 2018 Fluktuatif dan Tidak Lazim

Sementara itu, Bupati Lombok Utara Najmul Akhyar mengatakan pihaknya sudah menerima dana Rp 1,7 triliun untuk pembangunan rumah warga yang hancur karena gempa. Namun, dana tersebut masih kurang sekitar Rp 1,8 triliun.

Najmul mengatakan ada 73.482 rumah rusak milik warga yang harus dibangun kembali.

"Sekarang kita usahakan kita minta ke pemerintah pusat supaya dana segera ditransferkan. Masyarakat kita kan mulai membangun, jangan sampai karena baru dikirim setengah, jadi tidak bisa melanjutkan karena belum ada uang," kata Najmul.

Kompas TV Puluhan orang yang tergabung dalam aliansi masyarakat peduli pariwisata Nusa Tenggara Barat berunjuk rasa di depan dinas pariwisata NTB.<br /> <br /> Massa menolak rencana kedatangan #NenoWarisman, #RockyGerung dan Haikal Hasan ke Lombok, 7 maret besok.<br /> <br /> Massa menilai, kedatangan tersebut akan berdampak buruk bagi industri pariwisata NTB yang mulai bangkit pasca gempa #Lombok.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Hormati Ganjar, Waketum Gerindra: Sikap Oposisi Bukan Pilihan yang Salah

Hormati Ganjar, Waketum Gerindra: Sikap Oposisi Bukan Pilihan yang Salah

Nasional
Ganjar Pilih di Luar Pemerintahan, Bamsoet: Boleh, tapi Kita Bekerja Gotong Royong

Ganjar Pilih di Luar Pemerintahan, Bamsoet: Boleh, tapi Kita Bekerja Gotong Royong

Nasional
Hanya Ada 2 Suplier Indonesia yang Pasok Perangkat untuk Apple, Jokowi: Memprihatinkan

Hanya Ada 2 Suplier Indonesia yang Pasok Perangkat untuk Apple, Jokowi: Memprihatinkan

Nasional
Jokowi Resmikan Indonesia Digital Test House, Anggarannya Hampir 1 Triliun

Jokowi Resmikan Indonesia Digital Test House, Anggarannya Hampir 1 Triliun

Nasional
KPK Didesak Usut Pemberian THR ke Anggota DPR dari Kementan, Panggil Bersaksi dalam Sidang

KPK Didesak Usut Pemberian THR ke Anggota DPR dari Kementan, Panggil Bersaksi dalam Sidang

Nasional
Pabrik Bata Tutup, Jokowi: Usaha Itu Naik Turun, karena Efisiensi atau Kalah Saing

Pabrik Bata Tutup, Jokowi: Usaha Itu Naik Turun, karena Efisiensi atau Kalah Saing

Nasional
KPU Ungkap Formulir C.Hasil Pileg 2024 Paniai Dibawa Lari KPPS

KPU Ungkap Formulir C.Hasil Pileg 2024 Paniai Dibawa Lari KPPS

Nasional
Soal 'Presidential Club' Prabowo, Bamsoet Sebut Dewan Pertimbangan Agung Bisa Dihidupkan Kembali

Soal "Presidential Club" Prabowo, Bamsoet Sebut Dewan Pertimbangan Agung Bisa Dihidupkan Kembali

Nasional
KPK Periksa Dirut Nonaktif PT Taspen Antonius Kosasih

KPK Periksa Dirut Nonaktif PT Taspen Antonius Kosasih

Nasional
KPU Ungkap 13 Panitia Pemilihan di Papua Tengah yang Tahan Rekapitulasi Suara Berujung Dipecat

KPU Ungkap 13 Panitia Pemilihan di Papua Tengah yang Tahan Rekapitulasi Suara Berujung Dipecat

Nasional
Ekonomi Tumbuh 5,11 Persen, Jokowi: Negara Lain Masuk Jurang, Kita Naik

Ekonomi Tumbuh 5,11 Persen, Jokowi: Negara Lain Masuk Jurang, Kita Naik

Nasional
Eks Anak Buah SYL Beri Tip untuk Paspampres, Gratifikasi Disebut Jadi Kebiasaan

Eks Anak Buah SYL Beri Tip untuk Paspampres, Gratifikasi Disebut Jadi Kebiasaan

Nasional
TPN Resmi Dibubarkan, Hasto Tegaskan Perjuangan Tetap Dilanjutkan

TPN Resmi Dibubarkan, Hasto Tegaskan Perjuangan Tetap Dilanjutkan

Nasional
Kelakar Jokowi soal Kemungkinan Pindah Parpol Usai Tak Dianggap PDI-P

Kelakar Jokowi soal Kemungkinan Pindah Parpol Usai Tak Dianggap PDI-P

Nasional
 Gerindra Sebut Indonesia Negara Besar, Wajar Kementerian Diperbanyak

Gerindra Sebut Indonesia Negara Besar, Wajar Kementerian Diperbanyak

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com